header marita’s palace

Istiqomah...

Tulisan ini terilhami setelah aku mengikuti PAT (Parent as Teacher) yang diselenggarakan oleh PAUD Bintang Juara di Gedung PKK, Jalan Sriwijaya Semarang pada hari Selasa, 2 Juni 2015 jam 07.30-12.00. Ini bukan acara parenting pertama yang aku ikuti, tapi memang dasar ibu-ibu yang hobinya ikut acara parenting setiap ada kesempatan dan rizki pasti diusahakan datang. Apalagi pembicaranya adalah fasilitator parenting yang sedikit terkenal, tapi selalu jadi favorit bagi setiap alumninya. Tak lain dan tak bukan, beliau adalah Abah Ihsan Baihaqi.

Setelah ikut PSPA (Program Sekolah Pengasuhan Anak) bulan Maret lalu, materi yang beliau sampaikan insya Allah masih melekat kuat. Bagaimana nggak melekat kuat, la wong acaranya 2 hari full day, belum lagi setelah PSPA selesai. para alumni itu nggak ditinggal begitu aja, tapi dikumpulin dalam satu grup whatsapp dan dipantau terus bagaimana kelanjutan setelah ikut PSPA. Jadi yaa kami yang udah pernah ikut PSPA itu seperti termotivasi untuk benar-benar berubah menjadi orang tua yang baru bagi anak-anak kami. Selain itu alumni PSPA Semarang juga sempat dua kali temu alumni bareng Abah Ihsan dan melanjutkan pembelajaran kami tentang menjadi orang tua shalih, jadi sebenarnya ikut PAT kemarin sih semacam pengulangan materi saja.

PAT with Abah Ihsan bersama Umi Mizan dan Mbak Nhia Prima
 Meskipun hanya pengulangan, ternyata dampaknya luar biasa. Meski bukan kali pertama bertemu dan belajar bareng beliau, setiap datang ke acaranya, selalu saja aku merasa ditampar berkali-kali. Betapa menjadi orang tua itu tidak mudah. Ternyata cari uang untuk memfasilitasi anak secara materiil dan memilihkan sekolah yang terbaik, memperhatikan makanan, gizi dan kesehatan anak, itu hanya salah satu bagian kecil dari tugas orang tua. Tapi sebenarnya ada tugas yang lebih berat dari itu, bagaimana menumbuhkembangkan anak sesuai dengan fitrahnya. Yang aku suka dari pelatihan-pelatihannya Abah Ihsan itu, nggak ada teori ndakik-ndakik yang bikin kepala puyeng dan pengin walk-out. Abah justru ngasih tips dan trik yang praktis yang bisa langsung dipraktekkan setelah pulang dari acara.

Masalahnya.....

Apapun materi yang disampaikan beliau ataupun ahli-ahli parenting lainnya, tidak akan ada efeknya jika kita tidak istiqomah dalam mempraktekkannya. Tugas berat setelah kita mendapat ilmu adalah bagaimana mengaplikasikannya dalam keseharian, lalu membaginya pada orang lain agar lebih banyak yang tahu pentingnya ilmu tersebut. Namun bagaimana bisa kita membaginya pada orang lain, jika kita sendiri belum mengaplikasikannya dengan sempurna.

Tips dan trik yang diberikan oleh Abah Ihsan sebenarnya mudah. Dasar dari pengasuhan anak dan mendisiplikan anak sebenarnya hanya membutuhkan KEDEKATAN EMOSIONAL dan KETEGASAN. Beliau pun telah langsung memberikan PR yang bisa dipraktekkan dengan mudah. Untuk membentuk kedekatan emosional atau bonding antara anak dan orang tua, kita harus memiliki waktu untuk benar-benar BERSAMA anak, bukan hanya DEKAT dengan anak. Emang beda ya? Beda bangeeeet. Dekat itu sebuah istilah untuk menggambarkan posisi fisik yang berdekatan, tapi batinnya belum tentu. Contoh dekat adalah, anak bermain lego, ibu asyik BBM-an. Kayanya sih ibu nemenin anak bermain, tapi tidak benar-benar masuk ke dunia anak, karena ibu asyik dengan BBM-nya. Sementara bersama itu menggambarkan kedekatan antara anak dan orangtua baik secara fisik maupun psikis. Jadi ketika anak main lego, ibu pun juga ikut main lego.  Untuk menciptakan kebersamaan ini, Abah sudah mencanangkan prinsip 1821. Apakah yang disebut 1821 dan bagaimana maksudnya, tunggu di postingan khususnya saja ya, bisa panjang ceritanya :D.

Setelah kedekatan emosional benar-benar terjalin antara orang tua dan anak, PR selanjutnya adalah tentang KETEGASAN. Kebanyakan orang tua di Indonesia lebih menjadi pribadi yang KERAS dan LEMBEK, sedang untuk mendisiplinkan dan menumbuhkembangkan anak secara fitrahnya, anak-anak membutuhkan orang tua-orang tua yang LEMBUT tetapi TEGAS. Banyak orang menyalahartikan bahwa untuk menjadi pribadi yang tegas, adalah pribadi yang suaranya keras. Tegas itu berarti ketika kita bilang A, maka A, tidak bisa diubah menjadi B, dan untuk menyampaikan hal tersebut kepada anak, kita bisa kok dengan cara yang lembut dan enak diterima di telinga anak. Misalnya nih, si Ifa suka banget nggak ngabisin susu, akhirnya aku bilang sama doi, "dik, kalau susunya tidak dihabiskan, hari ini adik nggak boleh minta susu lagi ya. No more milk for today. Hanya boleh makan nasi, snack dan air putih." Setelahnya, mau Ifa nangis guling-guling pun aku akan tetap pada keputusanku. Tidak akan goyah meski dia bisa satu jam nangis. Ketegasan ini meski susah dijalani, tapi sangat berpengaruh untuk membuat anak menaruh kepercayaan pada kita, membuat anak tahu bahwa perilakunya tidak diterima, bahwa ada aturan yang harus dipatuhi di rumah ini. Sekali kita goyah karena kekekalan ikhtiarnya, nggak tahan dengan tangisannya, dan akhirnya bikinin susu untuk dia biar berhenti nangis plus diiringi omelan yang entah sadar atau nggak bisa saja tidak ramah anak, selamat berarti kita belum bisa masuk ke zona TEGAS dan LEMBUT :)

Dua PR sederhana itu pelan-pelan sih sudah aku praktekkan dan memang menunjukkan hasil yang positif. Tapi point dari catatanku hari ini adalah bukan tentang bagaimana efek dari PR tersebut, namun bagaimana kita memaksa diri kita untuk mampu istiqomah menjalankan apa yang telah kita pelajari, termasuk istiqomah dalam mendisiplinkan diri kita sendiri. Jujur aku termasuk orang yang moody hingga suka keteteran dalam beristiqomah. Misalnya soal menjalankan 1821, selalu saja kutunda-tunda sembari membuat alibi "sesiangan juga aku udah sama Ifa, jadi belum butuh-butuh banget lah 1821." Atau kalau soal kerjaan nih, harusnya posting 7 artikel, dapat 4 artikel udah leyeh-leyeh sambil beralibi "Entar lagi aja deh, masih banyak waktu." Atau soal beribadah, misal udah rajin puasa Senin-Kamis, setelah datang bulan mau mulai rutin puasa lagi mulai deh beralibi "mulai minggu depan aja deh..", yang akhirnya sampai datang bulan berikutnya belum mulai puasa lagi. Soal hafalan ayat pendek juga, ketika ketemu surat yang cukup panjang, jadi deh angot-angotan ngafalin akhirnya belum ada separuh juz 30 aja udah teler. Dan banyaaaaak sekali dalam hidup ini, khususnya aku, susah sekali untuk istiqomah, meski terlihat sepele, tapi ternyata dampaknya bisa menghancurkan kedisplinan diri.

Begitu juga jika kaitannya dengan belajar menjadi orang tua yang lebih baik. Ada kalanya rasa malas melanda, tiba-tiba malas baca buku, malas ikut pelatihan atau seminar parenting, malas ngapa-ngapain, dengan beralibi "ah, ilmuku sudah cukup", "ah, paling juga seminarnya teori doang", "ah, pematerinya nggak keren itu mah", dan ah ah yang lain.

Begitulah ISTIQOMAH bisa jadi sebuah kata yang sederhana tapi dalam pelaksanaanya, tidak semudah mengucapkannya. 


Semangat Istiqomah Yuuk

Anyway, semoga kita bisa menjadi pribadi-pribadi yang selalu istiqomah dalam lini kehidupan kita yaaaa... aamiin

Dan semoga saya bisa istiqomah ikutan event #NulisRandom2015 yaaaa... one day one post :)




Semangat pagi!!!

#NulisRandom2015 #Day3


Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com