header marita’s palace

4 Kuliner Nusantara Ini Mengobati Rasa Rinduku pada Mereka yang Tak Mungkin Kembali

#2thGandjelRel


Makanan tidak hanya pemuas rasa lapar, namun makanan bisa juga menjadi penawar rindu  pada mereka yang tak mungkin kembali. Seperti aku yang tiga bulan ini begitu mudah baper setelah kepergian ibu, rasa-rasanya jadi sering berkawan dengan sepi. Padahal ya di rumah ada suami, ada anak-anak, tapi tidak bisa dipungkiri kehilangan seseorang yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkanku telah merobek hati berkeping-keping. Sakitnya lebih dari cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Semua yang dilihat, didengar dan dirasakan nggak tahu bagaimana selalu berujung pada memori bersama ibu dan mereka yang sudah meninggalkan aku lebih dulu. Kepergian ibu bagaikan puncak rasa sakit yang beruntun ketika satu per satu orang yang mengisi hidupku dari kecil berpamitan tanpa mungkin menyapaku lagi.

Melihat drama korea tetiba ingat ibu. Mendengar lagu Bunda-nya Melly Goeslaw atau Ibu-nya Sakha jadi ingat ibu lagi. Melihat foto-foto kebersamaan om, bulik dan sepupuku atau foto-foto teman dengan ibunya di Instagram mendadak mellow karena tak ada lagi tempatku bergelayut manja. Aaah, pokoknya tiga bulan ini aku mendadak baper akut. Apalagi kalau Ifa lagi sekolah, Afan lagi tidur dan suami lagi di kantor, berasa banget deh bapernya.

Sudah sebulan ini aku kembali berdekatan lagi dengan dapur. Sesuatu yang sudah lima tahun ini jarang kulakukan. Selain edisi pengiritan, aku juga merasa mulai butuh kegiatan ekstra biar baperku tidak berkembang menjadi membahayakan. Eh, ternyata memasak malah menjadi simpul baper lainnya.  Dapur di rumah dekat sekali dengan ruang keluarga yang dulunya dipakai sebagai ruang tidur ibu. Jadi tiap kali menunggu masakan matang dan mataku bersitatap dengan ruangan tersebut, terkadang tanpa sadar air mataku menitik, aaah beliau sudah tak di sana lagi.

Aku kemudian jadi ingat beberapa masakan spesial yang ibuku sering buat untukku dan adik. Di antara banyaknya masakan yang sering beliau buat, sup makaroni susu dan kue pisang coklat adalah dua hal yang sangat kurindukan. Sampai hari ini aku belum menemukan dua masakan tersebut yang memiliki rasa sama dengan yang ibu buat.

Tiga dari 4 Kuliner Nusantara Penawar Rindu
Tiga dari 4 Kuliner Nusantara Penawar Rindu

Rasa baperku kemudian berujung pada keinginan untuk napak tilas dan kembali merasakan beberapa masakan yang dulu sering aku nikmati bersama mereka yang telah pergi mendahului aku. Tentunya tak terhitung jumlahnya makanan yang memiliki kenangan bersama anggota keluargaku, namun setidaknya ada 4 kuliner nusantara yang mampu mengobati rasa rinduku pada ibu, adik, bapak, yangti dan yangkung yang telah bersemayam tenang di dunia barunya kini. Demi menyempurnakan perjalanan napak tilasku, aku mengabadikan 4 kuliner tersebut di sini.

Jenang Kudus

Ibu dan yangtiku adalah dua wanita kelahiran kota Kudus. Kota kretek ini menjadi salah satu kota yang sering kukunjungi, terutama ketika lebaran tiba. Keluarga besar ibu dari pihak yangti banyak yang tinggal di kota ini. Dari kecil hingga sekarang aku sangat excited jika diajak mengunjungi keluarga di Kudus. Selain karena rumah mereka yang luas, kami pasti juga akan dijamu dengan banyak makanan khas kudus yang lezat dan nikmat. Salah satu makanan tersebut adalah nasi pindang. Waktu pertama kali mendengar namanya, aku dan adik-adik sepupuku bertanya-tanya, nasi pindang kok nggak ada ikan pindangnya, kok isinya daging semua. Barulah kemudian kami diberi tahu kalau di Semarang masakan tersebut dikenal dengan nasi rawon. Kami langsung tertawa terpingkal-pingkal sambil asyik menikmati nasi rawon buatan salah satu eyang di Kudus itu.

Membicarakan Kudus maka tidak bisa lepas dari jajanan khasnya, apalagi kalau bukan Jenang Kudus. Warnanya coklat, teksturnya lengket dan rasanya manis. Dulu waktu kecil, jenang Kudus hanya ada satu rasa. Namun seiringnya waktu, jenang Kudus kini bisa ditemukan dengan berbagai rasa. Ada rasa durian, rasa vanilla dan sebagainya. Kalau aku sampai hari ini masih lebih suka menikmati jenang Kudus dengan rasanya yang original.

Si Manis Jenang Kudus
Si Manis Jenang Kudus

Kemarin waktu hadir di acara ulang tahun komunitas Blogger Gandjel Rel yang kedua, salah satu teman blogger yang berasal dari Kudus, mbak Christanty memberi aku beberapa jenang Kudus. Mendadak ingatanku melayang pada kebersamaanku dengan keluarga besarku dari pihak ibu. Meski bentuknya mungil, Jenang Kudus ini mampu mengobati rindu pada dua wanita penting dalam hidupku; ibu dan yangti.

Carabikang

Suatu hari saat aku berselancar di Instagram, tak sengaja mataku bersitatap dengan foto yang diunggah mas Nuno Orange. Seperti biasa yang diunggah mas Nuno pasti nggak jauh-jauh dari makanan. Gambar makanan dengan bentuk seperti bunga mekar dengan warna yang berbeda-beda, ada putih, hijau dan merah muda itu menarik hatiku. Segera aku memberikan komentar di postingan foto itu, mencari tahu dimankah aku bisa mendapatkan jajanan tradisional tersebut. Tanpa menunggu lama, mas Nuno segera memberiku info tempat dia mengambil gambar tersebut.

Aku pun kemudian memberi tahu suami kalau aku ingin membeli jajanan itu. Akhirnya kesampaian juga. Hari Minggu, 26 Februari 2017, suami mengajakku jalan-jalan ke Car Free Day (CFD). Sebagaimana petunjuk dari mas Nuno, penjual jajanan itu ada di dekat air mancur. Setelah susah payah mencari tempat parkir yang sudah penuh, kami pun menelusuri sepanjang jalan CFD untuk menemukan carabikang impian. Alhamdulillah, dapat juga. Telat sedikit, kami pasti sudah kehabisan.

Carabikang yang Hampir Habis
Carabikang yang Hampir Habis

AADC nih ya ceritanya. Ada Apa dengan Carabikang? Jajanan tradisional yang terbuat dari tepung beras dicampur dengan tepung terigu, gula dan santan ini merupakan salah satu jajanan favoritku saat kecil. Dulu ibu sering membawakannya untukku setiap pulang dari mengajar. Tak jarang saat aku ikut dengan beliau ke pasar, ibu pasti mengajakku ke penjual carabikang. Melihat carabikang dibuat, aromanya yang harum dan nikmatnya carabikang selagi hangat adalah salah satu kenangan terbaik bersama ibu.

Ketika kemudian ibu sakit dan tidak lagi bisa beraktivitas seperti sedia kala, berjalan-jalan ke pasar, mampir ke penjual carabikang dan kemudian pulang naik becak menjadi salah satu hal yang kurindukan. Aku selalu berharap kami bisa melakukan hal itu lagi, meski pada kenyataannya hingga ibu menutup mata kami tak lagi bisa berjalan-jalan ke pasar bersama lagi.

Makanya ketika melihat mas Nuno mengunggah foto carabikang, tetiba aku ingin sekali makan jajanan itu. Meski setelah jajanan itu di tangan dan aku cicipi, ternyata tidak seenak carabikang yang sering ibu belikan waktu masih kecil. Setidaknya ada sedikit rindu yang terobati.

Carabikang Mengobati Rindu pada Ibu
Carabikang Mengobati Rindu pada Ibu

Aku sendiri tidak tahu dari manakah asal carabikang ini. Banner penjual carabikang di CFD tertulis carabikang asli Surabaya. Apakah carabikang dari Surabaya dengan yang dulu kunikmati waktu kecil di Salatiga memiliki resep yang sama, aku pun tak tahu.

Ampyang

Lebih dikenal dengan sebutan Gula Kacang. Kuliner tradisional yang terbuat dari gula jawa, jahe dan kacang tanah ini rasanya manis, gurih dengan sedikit rasa hangat. Ampyang merupakan kuliner tradisional khas Jawa, tepatnya Jawa yang sebelah mana tidak ada sumber yang menyebutkan. Namun ampyang banyak didapat di Salatiga, khususnya di daerah Kopeng. Mungkin dulu ampyang dibuat untuk menghangatkan badan di kota sejuk itu.

Setelah cukup lama akhirnya aku bisa juga mendapatkan ampyang di Semarang. Aku menemukannya nggak sengaja pas jalan-jalan ke CFD. Setelah puas menemukan carabikang, kami berjalan ke arah Taman KB untuk mengajak Ifa bermain di sana. Di perjalanan menuju Taman KB aku melihat seorang wanita tua menjajakan gula kacang. Tapi karena jalan penuh sesak, aku tidak sempat membelinya. Baru saat kami mau pulang, aku mengajak suami mampir dan membeli beberapa buah ampyang. Rasanya tidak mengecewakan, masih sama seperti yang sering kunikmati di Salatiga. Hanya ukurannya lebih kecil dan kurang padat.

Ampyang, Salatiga dan Rinduku
Ampyang, Salatiga dan Rinduku

Menikmati ampyang menuntaskan rindu pada kebersamaanku dengan bapak, ibu dan adikku di kota Salatiga. Bagaimanapun aku pernah menghabiskan waktu selama kurang lebih 20 tahun di kota itu. Suka dan duka pernah kurasakan di kota kecil nan damai berslogan Hati Beriman itu. Selain ampyang, sate kambing muda dan sate sapi suruh adalah dua jenis kuliner khas Salatiga yang akan selalu bersemayam di hati dan membawa kenangan tersendiri.

Aku pernah mencoba mencicipi sate kambing muda dan sate sapi suruh di Semarang, namun cita rasanya jauh berbeda dengan yang biasa kunikmati di Salatiga. Memang menikmati masakan khas suatu daerah akan lebih mantap jika dinikmati langsung di kota asalnya. Jangan lupa jika berjalan-jalan ke Salatiga, mampirlah pula untuk menikmati semangkuk wedang ronde yang akan menghangatkan tubuhmu seketika.

Martabak Manis

Kalau penganan yang ini sih sampai sekarang masih mudah mendapatkannya. Apalagi di Semarang, berjejer-jejer ada banyak pedagang yang menjajakannya, tinggal pilih mana yang sesuai selera lidah kita.

Menurut sumber yang aku baca, berbeda dengan martabak telur yang asal-muasalnya dari India, martabak manis ini asli dikembangkan di Indonesia, khususnya di daerah Bangka Belitung. Dulu dikenal dengan sebutan Hok Lo Pan atau kue orang Hok Lo. Seiring berkembangnya waktu dan wilayah, penganan ini mulai dikenal dalam berbagai variasi nama. Orang Jakarta lebih sering menyebutnya martabak Bangka, di Bandung dikenal sebagai Terang Bulan, dan di Semarang malah disebut sebagai kue Bandung. Padahal martabak manis ini sama sekali tidak berasal dari Bandung.

Menurut artikel yang aku baca di Wikipedia, awalnya martabak manis di Semarang dibuat oleh seorang pendatang dari Bangka yang berjualan di daerah Gajah Mada. Ia berjualan di dekat penjaja mie Bandung yang sangat laris. Agar ketularan laris, akhirnya si penjual martabak manis ini menyebut martabak buatannya sebagai kue Bandung. Unik juga ya sejarahnya?

Martabak Manis dan Secangkir Teh Hangat
Martabak Manis dan Secangkir Teh Hangat

Bagiku martabak manis atau kue Bandung ini sangat berkesan karena mengingatkanku pada sosok Bapak. Aku masih ingat bapak sering membawakan kue Bandung ini sebagai buah tangan sepulang beliau  bekerja. Tak jarang sebelum pulang ke rumah, ia akan menelepon terlebih dahulu, memastikan apakah anak-anaknya masih terjaga. “Bapak mau beli martabak bandung nih, mau nggak? Mau dibawakan apa lagi?” Begitu sepenggal pertanyaan yang acap kali beliau lontarkan di ujung telepon. Sesudah menerima telepon dari beliau, aku dan adik yang tadinya sudah bersiap mau masuk kamar pun nggak jadi tidur dan menantikan kepulangan bapak.

Sekarang bapak tidak mungkin lagi membawakan kue Bandung, namun suami yang kini sering membelikannya untukku. Ketika ada pesan masuk berbunyi, “mau hitam manis, bun?” tandanya suami habis gajian, hehe. Nyemil martabak hitam manis ditemani secangkir teh hangat sembari berbincang tentang masa depan bersama suami tidak hanya mengobati rasa rinduku pada bapak, namun juga menguatkanku bahwa hidup harus terus berjalan bersama mereka yang kini menggenggam tanganku.


Selesainya mengabadikan 4 kuliner nusantara tersebut, baperku pun menyusut karena rindu telah terobati, namun baper yang lain muncul seketika. Mengabadikan kuliner ternyata tidak semudah yang dibayangkan, sepertinya aku harus lebih banyak latihan agar dapat angle yang cantik dan menarik.

Meskipun begitu kalau kegiatan jepret-menjepret kuliner nusantara-nya menggunakan ASUS Zenfone, hasilnya kok pasti lebih bagus ya? Padahal cara jepretnya masih sama ngasalnya. Kadang suka gemes deh. Makanya aku sering diam-diam pinjam HP Zenfone Go punya suami buat latihan motret, soalnya hasil fotonya pasti lebih tajam dan hebring.

Jepret Kuliner Nusantara Lebih Asyik Pakai ASUS Zenfone
Jepret Kuliner Nusantara Lebih Asyik Pakai ASUS Zenfone

Usut punya usut, ASUS Zenfone bisa menghasilkan foto yang keren dikarenakan mereka memiliki teknologi PixelMaster Camera. Teknologi inilah yang mengolah gambar menjadi lebih tajam, warnanya lebih cerah, kuat dan enak dipandang mata. Hmm, jadi nyesel kenapa dulu nggak beli Zenfone.

Aah sudahlah, daripada semakin baper, aku jadi penasaran sama kuliner nusantara favorit kalian, pals. Sharing dong tentang kuliner favorit yang juga bisa menjadi penawar rindu bagi kalian. Btw, terima kasih sudah berkunjung dan menyempatkan waktu untuk membaca curhat colongan-ku ya, pals. See you in the next post!




“Artikel ini diikutsertakan pada Blogging Competition Jepret Kuliner Nusantara dengan Smartphone yang diselenggarakan oleh Gandjel Rel.”

56 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Kusuka juga carabikang ama ampyang mbak ririt 😊

    ReplyDelete
  2. Ampyang sama carabikang itu juga kesukaankuuu....tapi aku cuma suka yang hanya dijual di Purworejo, yang dijualn di sini rasanya kurang nendang *kabuuur, mundak ditendang Ririt :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe ora tak tendang mbak, wong aku yo gak nemu sing pas di lidah kok di Semarang. Aku sukanya yang waktu masih kecil di Salatiga :)

      Delete
  3. Benar2 makanan kenangan .... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak. Kalau mbak Anisa Ae sukanya apa nih?

      Delete
  4. Aku kangen makan bikang. :)

    ReplyDelete
  5. Paling suka sm martabak bangka dan cara bikang :) btw udah lama blm makan cara bikang lagi ni...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mbak.. Cari yang citarasanya seenak jaman dulu kok belum nemu :(

      Delete
  6. Kangen carabikang CFD nih Rit, nanti kalo udah gak sibuk mau lah jalan-jalan lagi di CFD :)

    ReplyDelete
  7. ampyang itu di tempatku namana gulo kacang Mbak. beda nama ya ternyata

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak.. Ada yang nyebut gula kacang juga... :)

      Delete
  8. Mbaa..ikut berduka ya Mba.. Ibuku juga sudah meninggal hampir 9th yg lalu. Rasanya rinduuuu banget.. Rindu pengen peluk-cium beliau, sama masakan beliau juga.

    Betewe..di desaku dulu di Purworejo, kalo ada hajatan pasti pada bikin jenang sama carabikang. Tapi di Solo, jenang itu artinya bubur. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak. Beda daerah, beda istilah ya mbak :)

      Delete
  9. Semua itu aku suka.. Aduh busui ini apa sih ga yang doyan , tapi kok yaa ga gemuk2 hahaha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Walah mbak, mau tak bagi lemakku hihi. Biasanya 3 bulan setelah lahiran udah balik normal, ini lemaknya membandel sekali nggak pergi2, hehe

      Delete
  10. Waow saya suka yang gula kacang itu, kalo di tempat saya Kebumen namanya jipang kacang, mungkin hampir sama rasanya

    ReplyDelete
  11. Klo ampyang itu seingetku disini dr beras atau ketan 😂
    Aq suka corobikang, klo coklatnya kurang aq beli susu coklat sendiri 😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya beda-beda namanya ya Mara Soo.. Wah, ide bagus tuh ditambahi susu coklat sendiri :)

      Delete
  12. Klo ampyang itu seingetku disini dr beras atau ketan 😂
    Aq suka corobikang, klo coklatnya kurang aq beli susu coklat sendiri 😂

    ReplyDelete
  13. dari keempat kuliner nusantara itu, jenang kudus yang belum pernah nyobain mbak

    ReplyDelete
  14. Cobain martabak manis yg di depan ayam lombok ijo mbak di jl.gajahmada pilihannya banyak n enyaaak2 smuany hehhehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa.. Memang aslinya lahir di jalan itu, jadilah martabak manis yg paling enak ya di daerah situ.. :)

      Delete
  15. Walah mbak, baca pembukaannya saya ikutan jadi baper nih. Orang tua masih ada semua sih, tapi jadi ngebayangin nantinya gimana.. hiks

    Dulu waktu SMP ibu temanku membuat carabikang kemudian dititipka ke warung atau pasar, saya sering ngenterin teman saya ke warung atau pasar waktu itu. Dan sering diberi gratisan, hehe..

    Saya ikut melihat cara membuatnya yang unik. Ketika sudah matang terus diambil pakai sutil dan carabikangnya jadi mekrok/membelah seperti bunga, gitu deh pokoknya. Dan itu momen yang selalu saya tunggu ketika melihat ibu teman saya sedang memasak carabikang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asyik ya mbak nungguin bikin carabikang. Aku juga suka lihat bikinnya. Dimakan pas anget-anget, maknyus banget :)

      Delete
  16. Baca ini bikin laper, hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak papa mbak, yang penting nggak baper :D

      Delete
  17. duh... lama ga makan carabikang jadi pengen...

    ReplyDelete
  18. Aku loh seneng banget sama kue bandung, tapi ga dibolehin sama mas bojo. Too sweet katanya... soalnya aku sweet-nya udah kebangeten siiiyyyy *guyur meses segerobak :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gedubrak.. Berarti kalau beli kue bandung yg kosongan aja ya mbak, hihi.. Kan udah manis :D

      Delete
  19. Maaf lho Mbak kalau aku pernah pamer foto bersama ibu. Tak bermaksud.

    Ngomong-ngomong soal jenang Kudus, kemarin aku juga ngicipin. Malah nggembol bawa pulang 5 biji. Kak Ghifa suka soalnya.
    Kalau cara bikang, buatan Mbahku Pati sana endes marendes. Mbahku punya cetakannya dari zaman bahulak Mbak. Sampai sekarang masih ada. Sayang, Mbahku bikin cara bikang kalo ada acara tertentu saja. Terakhir pas nikahan Omku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak papa lah mbak, harus banyak foto2 sama ibu selagi masih ada waktu bersama :). Waah, jadi pengen nyicipin bikang buatan mbah nya mbak ika nih :)

      Delete
  20. Duuh...jadi kangen Salatiga, kota kelahiranku... Mbak, Salatiganya di mana? Dulu kami di Jetis.. Eh malah nostalgiaan Salatiga..hehe..
    BTW, setahuku Ampyang itu kuliner Salatig..hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku di Dliko Indah, blotongan mbak.. Batas kota lama. SMA ku dulu dekat Jetis.

      Iyaa, setauku jg ampyang khas salatiga, ternyata di daerah lain ada juga :)

      Delete
  21. sukses ajalah buat kontessnnyaa...hee saya numpang lwat doang...kunjungi syair di kertas hitam nggih,,,,suwun hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih. Siaap, nanti aku main-main ke sana ya :)

      Delete
  22. sukses ajalah buat kontessnnyaa...hee saya numpang lwat doang...kunjungi syair di kertas hitam nggih,,,,suwun hehehe

    ReplyDelete
  23. Martabak manis tuuh, "racun" bangeet.. setengah mati menghindari.. setengah mati kangen makan lagi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... Bikin kita tambah manis yaa.. Entar dideketin semut deh kalau kemanisen :D

      Delete
  24. Aku suka semuanya...! Ga bisa banget nolak makanan enak (bilang aja doyan makan, gitu ya 😜😜)

    Semoga ibu tenang di sana ya Mba.. *hug

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha.. Apalagi kalau tinggal makan ya mbak :)


      Aamiin. Makasih ya mbak.

      Delete
  25. duhh bikin laper aja rasanya ngeliatin makanannya hahah

    ReplyDelete
  26. wihh makanan penawar rindu ya, penawar rasa lapar ini mah wkwkwk

    ReplyDelete
  27. Emang masakan ibu paling ngangenin :)

    ReplyDelete
  28. Ampyang ini aq nyebutnya gulo kacang mb hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak... beberapa daerah menyebutnya gula kacang :)

      Delete
  29. pasnya untuk anak anak kalo ini mah . . Banyak manisnya

    kunbal tanjungbungo.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak-anak juga punya selera lo, ada juga anak-anak yang suka gurih, hehe.

      Delete