header marita’s palace

Sosok yang Kurindukan


Kuhentakkan kakiku di atas baby stroller yang kutumpangi.  Aku menatap pintu yang terbuka. Mengapa ia tak juga datang. Seharusnya kala mentari tak lagi menyengat, Tante sudah menghampiriku dan mengajakku jalan-jalan. Aku menghela nafas, ini sudah hari kesekian ia tak kulihat batang hidungnya. Dimanakah dia?

***
Seingatku, beberapa hari lalu dia membisikiku, “Enak ya jadi kamu, Fa. Makan disuapin. Aku kan juga mau, kalau lagi malas makan gini disuapin, biar semangat makannya. Tapi nggak ada yang ngertiin aku.” Wajahnya muram kala itu. Satu dua suara batuk kudengar dari mulutnya. “Uuh, uuh.” Aku berusaha menghiburnya sebisaku, tapi sepertinya ia tak paham.

Lalu ia beranjak ke luar rumah. Aku merangkak ke teras rumah, memintanya menggendongku keluar. Ia melihatku dan mengejek, “sini dong, jalan Fa.”

Ia menitahku. “Ayo jalan, fa. Aku kan mau lihat kamu jalan.” Katanya tulus kepadaku. Matanya yang jernih dan besar menyiratkan pengharapan yang sangat besar. Aah, aku mau membuatnya gembira. Hap. Hap. Aku pasti bisa. Dan… selangkah, dua langkah, tiga langkah.. Aku bisa jalan. Ternyata seperti ini rasanya jalan beneran, senangnya. Ia bersorak riang, dan memanggil bunda, “mbak, Ifa bisa jalan lo.”

Malam itu entah kenapa aku ingin tahu apa saja yang dikerjakannya. Aku mengikutinya kemana saja ia pergi. Nggak tahu, ada perasaan yang aneh menyelimutiku. Aku merasa ingin berdekatan dengannya sepanjang malam ini. “Kenapa sih, fa, ngikutin aku terus?” Sambil menowel pipi gembulku.

 Sebelum tidur, ia meminta ayah memotonya, katanya mau dicetak untuk mendaftar kuliah. Ayah mengambil beberapa gambar, namun katanya, “Pucet banget sih. Ulangi deh.” Lalu nenek ikutan nimbrung, “bedakan dan pake lipgloss to. Biar nggak pucet.” Ia pun menuruti anjuran nenek, lalu ia siap dipoto lagi. Ia tersenyum begitu manis. Cekrek. Satu buah foto siap dicetak.


***
Jumat, 8 Februari 2013. Ia bangun cukup pagi, tanpa nenek harus teriak-teriak membangunkannya sebagaimana biasanya. Bergegas masuk kamar mandi, tanpa kudengar bunyi kecipak air, tiba-tiba ia sudah keluar dan berganti baju seragam. Ia duduk di dipan nenek, matanya kosong. Ada perasaan aneh di dadaku. Aku bergumam tanpa ada yang tahu dan mengerti.

Ayah mengajakku jalan-jalan. Sampai di rumah, tante sudah berangkat. Hanya tinggal bunda yang berdiri di depan rumah kebingungan. Ayah dan bunda bercakap-cakap dengan cepat. Aku tak sempat menangkap percakapan mereka dengan sempurna. Aku bingung.

Bunda menggendongku, wajahnya masih mengguratkan kecemasan dan kebingungan jadi satu. Tiba-tiba HP nya berdering. Wajah bunda mendadak pucat. Tiba-tiba bunda terduduk lemas di teras. Saat itu sepi, tidak ada yang melihat kami. Aku sendiri bingung. Bunda berlari ke tetangga sebelah rumah, menceritakan berita yang baru diterimanya. Manusia-manusia dewasa itu bercakap-cakap dengan bahasa yang tak kumengerti. Ada apa ini?

Aku masih belum mengerti. Tiba-tiba banyak tetangga berdatangan. Eyang Nini, eyang Pung, eyang Bambang, Yang Puh, dan banyak lagi keluarga datang. Tenda dipasang, kursi-kursi ditata. Bendera kuning melambai. Nenek menangis, bunda tersedu, ayah yang entah dimana menelpon bunda dengan suara parau. Tiba-tiba Mama Fannya menggendongku, “Main sama Fannya ya, mbak Ifa. Bundanya lagi repot.

Dari rumah Fannya, aku melihat sebuah mobil putih datang ke depan rumah. Kata ayah, itu namanya Ambulance. Sirinenya mengalun kencang. Kulihat ada Tante Dyah turun dari bagian depan mobil dengan mata berkaca-kaca. Ada tante Dyah, harusnya ada tanteku. Dimana dia?

Aku tak melihatnya. Aku hanya melihat sesuatu yang panjang terbungkus kain putih digotong beberapa orang masuk ke rumah nenek. Beberapa orang shalat di depannya. Aku berusaha berdiri setegak mungkin, mencari-cari tante, tapi tidak kutemukan.

Mobil ambulance kembali bersuara. Benda yang dibungkus kain putih tadi dimasukkan kembali ke dalam mobil. Kudengar puji-pujian doa. Mobil mulai berjalan, dan saat mobil itu berjalan kulihat ada tante di dalamnya. Aah benar kata Mama Fannya, ada tante di sana. Tante melambaikan tangannya kepadaku, dia  juga sempat berkata, “baik-baik ya Fa, tante pergi dulu sayang.” Aku balas lambaian tangannya. Aku mau bertanya padanya, ia mau pergi kemana, tapi ia tak menjawab. Kulihat tante menitikkan air mata, lalu aku tak lagi bisa melihatnya.
***

Hari ini aku senang sekali, diary. Ifa bisa jalan. Yippie.” Coret tante Tyas di lembar terakhir buku hariannya yang dibacakan Bunda. Bunda tampak menitikkan air matanya membaca catatan-catatan yang ditulis Tante. “Bunda belum bikin tante-mu bahagia, sayang.” Aku hanya bisa mengerjapkan mata kala itu. Masih belum mengerti kemanakah tante. Beberapa  orang bilang padaku, tante meninggal karena serangan jantung di angkot saat ia berangkat sekolah. Aku tak tahu meninggal itu apa, yang aku tahu kini setiap sore tak ada lagi yang mengajakku berkeliling kampung, menghitung motor-motor yang lewat di dekat lapangan, dan mengajakku bernyanyi lagu yang aku tak tahu artinya. Aku sangat kangen Tanteku.





***





19 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. sad ending ya mbak,huaaaaaa....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tema lombanya kehilangan mbak..ya sad ending deh :(

      Delete
  2. Pasti shock sekali ya mbak kehilangan yang begitu tiba-tiba, pagi masih segar beberapa jam kemudian sudah pergi dan tak kembali lagi.

    Semoga sukses GA nya ya mbak Marita :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak shock banget. Selang satu jam setelah berangkat skul ditelpon pihak skul klo udah gak ada :(

      Delete
  3. Selamat jalan tante....
    :(

    ReplyDelete
  4. di semarang benderanya putih ya mbak. kalo di jogja bendera putih. di madiun bendera putih ada tulisan kalimat tahlilnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kuning mbak umumnya, tapi pernah lihat juga yang putih terus ada kalimat tahlil nya.

      Delete
  5. Replies
    1. banyak yang bilang gitu, muka saya mirip bapak, tyas mirip ibu, tapi sifatnya kebalikan :D

      Delete
  6. ceritanya bagus...good luck ya mbak GAnya

    ReplyDelete
  7. Itu adiknya mb Marita ya? semoga khusul khotimah ya...ikut sedih jadinya :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, itu adikku.. Aamiin :) Sudah 3 tahun berlalu tapi rasa kehilangannya masih begitu dalam :(

      Delete
  8. Aduh si adik, kangen sama tantenya, ya :)

    Terimakasih sudah berpartisipasi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama, terima kasih juga pulsanya :)

      Delete
  9. Ya Tuhan, aku mau berangkat kerja kucingku sakit aja kepikiran abis, gimana ini? :(

    Salam,
    Rava.

    ReplyDelete