header marita’s palace

Content Creator dan Brain Rot: Kapan Kita Harus Tekan Pause?


content creator dan brain rot

Aku akui menjadi content creator itu menyenangkan. Bisa menyalurkan ide, mengekspresikan diri, sekaligus berkontribusi lewat karya yang menginspirasi. 

Tapi di balik itu semua, ada sisi lain yang jarang dibahas: kelelahan otak karena terlalu banyak terpapar dan menciptakan konten. Inilah yang dikenal dengan istilah brain rot.

Jadi pengen tahu juga nih sohib kongkow yang menjalani peran sebagai content creator apakah pernah merasakan kondisi seperti ini?  

Apa Itu Brain Rot?

Secara harfiah, brain rot berarti “otak busuk” — istilah slang yang populer di internet untuk menggambarkan kondisi mental yang penat, kosong, dan kehilangan fokus akibat terlalu lama berada di depan layar, menyerap atau membuat konten tanpa jeda.

Kalau kamu pernah merasa:
  • Lagi nonton reels tapi nggak tahu apa yang ditonton,
  • Scroll TikTok atau IG selama berjam-jam tapi ujungnya malah anxious,
  • Mau bikin konten tapi idenya mentok dan hati rasanya kosong,
… mungkin kamu sedang mengalami brain rot, pals.

apa itu brain rot

Well, aku harus mengaku kalau ada fase di mana aku mengalami kondisi tersebut, pals. Niat hati pengen produktif. Scrolling medsos dalam rangka pengen cari ide, tapi yang ada malah terjebak berjam-jam tanpa ujung. 

Nggak dapat insight apapun, ide apalagi. Jadinya malah buang-buang waktu yang menghasilkan perasaan nggak nyaman. Otak rasanya penuh, tapi berasa ampang. Ujungnya, jadi uring-uringan. 

Content Creator dan Overstimulasi Otak

Kok bisa ya kita as a content creator mengalami hal ini? Bisa jadi nih karena kita berada dalam lingkaran produktivitas tanpa henti. 

Sebagai content creator, kita nggak cuma mengonsumsi konten — kita juga memproduksinya. Dan kadang tanpa sadar, kita terjebak dalam siklus: ide ➝ produksi ➝ unggah ➝ analisa performa ➝ cari ide lagi. Roda itu terus berputar, tanpa kita beri kesempatan otak untuk beristirahat.

Padahal, otak yang lelah justru akan:
  • Sulit berpikir jernih,
  • Kreativitasnya tumpul,
  • Emosinya mudah labil.
Akhirnya, bukan hanya konten yang nggak maksimal, tapi kesehatan mental juga bisa ikut terganggu.

contoh-contoh brain rot

Selain poin-poin di atas, aku baru saja dapat insight baru tentang kondisi brain rot ini, pals. Pekan lalu aku lagi baca-baca materi untuk Seleksi Fasilitator Rangkul. Aku menemukan sebuah informasi menarik tentang adanya pengaruh diskoneksi hubungan dengan adiksi. 

Loh, hubungannya apa nih antara adiksi sama brain rot. Dalam kesimpulanku, ketika kita terlalu sering terpapar layar, bisa jadi tanpa sadar kita mengalami diskoneksi hubungan, entah dengan diri sendiri, sosial, spiritual dan/ atau bahkan dengan alam. 

Diskoneksi hubungan dengan diri sendiri, artinya kita nggak mindful sama kebutuhan diri. Kerja - kerja - kerja, ngonten - ngonten - ngonten... tanpa mendengar alarm tubuh yang mungkin udah menyala dan meminta kita untuk jeda barang sejenak. 

Ketika hubungan dengan diri sendiri mulai error, biasanya juga berpengaruh sama hubungan kita dengan sekitar. Misal, kita merasa kehabisan waktu untuk ngurusin konten, yang akhirnya hubungan sama suami dan anak juga terganggu. Atau mungkin saking asyiknya dengan dunia perkontenan sendiri, kita lupa bersosialisasi dengan temen-temen komunitas. 

Atau malah bisa jadi kita juga mengalami diskoneksi hubungan secara spiritual. Nggak ada cukup waktu untuk memaknai ibadah yang kita lakukan. Menjalankan ibadah hanya sebatas kewajiban, hingga akhirnya kehilangan makna di dalamnya. 

Begitu juga saat kita asyik nguplek konten, bisa jadi waktu kita tergerus hingga tak sempat jalan-jalan di alam terbuka. Lebih sering di depan laptop, dalam kamar, atau nongkrong di kafe yang jauh dari kicauan burung, udara segar dan sinar mentari yang hangat. 

Kondisi diskoneksi hubungan ini bisa banget lo bikin kita mengalami brain rot lo, pals. Ada di posisi ini kah saat ini?

Tanda-Tanda Kamu Butuh Pause

Sebagai pengingat diri, berikut beberapa sinyal yang perlu kita tahu bahwa kondisi kita lagi unwell dan perlu tekan pause sejenak:

tanda-tanda content creator butuh jeda

1. Kontenmu Mulai Terasa “Kosong”

Apakah akhir-akhir ini kamu posting hanya untuk memenuhi jadwal? Saking takut views drop, atau nggak mau terlibas algoritma? Akhirnya pokoke posting aja lah, tapi setelah menggali lebih dalam, postingan yang kita buat ternyata tanpa ada rasa atau makna. Kaya ketika lagi lihat ulang postingannya, kamu nggak dapat kliknya gitu loh. 

2. Kamu Merasa Gampang Marah atau Sedih 

Coba cek deh, apakah akhir-akhir ini saat lihat performa konten, kamu merasa gampang marah atau sedih? Kayanya semua yang udah kamu jalani nggak ada progress. B aja terus. Ada rasa gagal, ada rasa pengen menyerah. Campur aduk dan bikin kepala nyut-nyutan, bingung harus lakuin usaha apa lagi.

3. Fisik Cepat Lelah

Kamu tiba-tiba merasa cepat banget capek, pegel-pegel, padahal seharian cuma duduk dan scroll. Ini juga salah satu alarm yang tubuh nyalain biar kamu aware kalau jiwa raga lagi butuh jeda sejenak. 

4. Kehilangan Minat terhadap Hal-hal yang Dulu Kamu Sukai

Hal lain yang perlu kamu perhatikan adalah checking apakah ada kegiatan yang dulunya kamu suka, tiba-tiba kamu jadi males melakukannya. Misalnya sebelumnya kamu suka olahraga, baca buku, datang ke acara komunitas, eh sekarang malas ngapa-ngapain, pengennya rebahan aja? 

5. Kamu Merasa Bersalah Saat Istirahat

At last but not least, pernahkah terbersit dalam benakmu kalau kamu seolah harus selalu produktif? Kayanya ambil napas sebentar aja bakal ganggu ritme ngonten kamu. Pokoknya kalau sehari aja bolong posting, rasa bersalahnya bertubi-tubi.

Nah, kalau satu saja dari tanda-tanda itu kamu rasakan, mungkin sudah waktunya untuk menarik napas dan berhenti sebentar.

Pause Bukan Berarti Menyerah

Btw, pals, mengambil jeda bukan berarti menyerah jadi content creator lo. Justru, jeda itu penting untuk menjaga sustainability. Karena apa gunanya konsisten posting kalau ujungnya kamu burn out dan ingin menghilang total?

Terus gimana dong biar kita bisa menjalani our daily life as a content creator, tapi tetap enjoy dan nggak terbebani?

Hmmm, beberapa cara yang sudah aku jalani ini mungkin bisa juga kamu coba, pals:

bentuk-bentuk jeda yang bisa dilakukan content creator

1. Digital Detox Ringan

Biasanya nih, kalau 'alarm tubuh dan jiwa' udah berdering, terus bikin aku sadar kayanya udah terpapar layar kebanyakan, aku bakal lakukan digital detox. Misalnya sehari tanpa media sosial setiap minggu. 

Mungkin buat orang lain yang dunianya nggak berhubungan sama dunia digital, sehari tanpa medsos adalah hal yang biasa ya? Tapi buatku yang sehari-harinya punya tugas untuk posting di medsos, ngecek insight dan lain-lain, bisa sehari aja off dari medsos udah bagus banget. 

Dan ternyata, meski cuma sehari off medsos, bisa cukup bikin aku berasa segar keesokan harinya lo. Kalau jiwa raga udah seger, otak juga kaya direset, akhirnya bisa bikin aku lebih produktif deh. 

Kalau kamu gimana, pals, pernah lakuin digital detox macam ini juga nggak?

2. Journaling Ide Offline

Jujurly, aku memang sudah sangat jarang menulis di buku. Kayanya udah sering aku ceritain di beberapa postingan blog sih terkait hal ini. 

Jadi aku menyadari kalau tulisanku tuh jelek banget. Akhirnya kalau aku nyatet sesuatu secara manual, aku tuh malah nggak bisa membaca catatan yang aku buat. Alhasil, yang tadinya mau dijadikan bahan konten, malah jadi terbuang sia-sia gara-gara nggak bisa baca tulisan sendiri, wkwk.

Apalagi kalau catatan itu kubuat dalam kondisi cepet-cepetan. Misal, lagi dengerin webinar, lagi ikut kajian atau seminar. Rasanya tuh antara jari dan otak suka nggak sinkron gitu. Otaknya udah muncul banyak insight sampai X, eh kecepatan jarinya baru bisa sampai M. Ngepot-ngepot deh nulisnya, wkwk. 

Menyadari betapa aku sudah sangat teradiksi dengan mencatat secara digital, aku tetap punya jadwal untuk nulis di buku. Biasanya nulis di buku ini untuk melakukan refleksi apa saja yang sudah kulakukan dalam sepekan. Sekalian buat release emosi-emosi yang belum tuntas. 

Sejatinya nih pals, menulis di buku lebih menenangkan sih daripada brainstorming lewat HP. Kalau menurut kamu gimana?

3. Isi Ulang Kreativitas dari Aktivitas Non-digital

Sebagai blogger, dan juga content creator kantoran, aktivitas digital memang sudah mendarah daging buatku. Kalau nggak dikelola dengan baik, aku bisa mengalami diskoneksi hubungan seperti yang aku ceritakan sebelumnya. 

Kalau udah diskoneksi hubungan, kreativitas pun rasanya bisa mandheg kaya lagi macet total di jalanan gitu deh. Maju mundur mentok pokoke. 

That's why aku mulai merutinkan melakukan kegiatan non digital, seperti jalan sore bersama suami. Selain biar lebih sehat, momen jalan sehat bareng suami juga bisa sekalian buat dating and making bonding with him.

Selain jalan sehat, aku juga berenang sepekan sekali. Awalnya sih karena nemenin anak les renang, tapi lama-lama jadi healthy habit gitu deh. Biasanya setelah berenang, tidurku bisa jadi lebih nyenyak. 

Nggak hanya itu, aku juga berusaha konsisten menerapkan program 1821 di mana di jam-jam 18.00 - 21.00, aku fokus main bareng anak. Tanpa ada distraksi segala benda berbentuk kotak; HP, TV, laptop, kompor, dsb.

Hal lain yang bisa kamu coba; membaca buku! Meski sudah ada buku digital, sepertinya nggak bisa sepenuhnya menggantikan nikmatnya membaca buku beneran ya. Membuka lembar demi lembar, menghidu aroma kertas - memberikan energi yang berbeda. Setuju nggak, pals?

4. Batasi Konsumsi Konten yang Terlalu Cepat dan Pendek

Dengan semakin moncernya TikTok, IG Reel dan YouTube Shorts, mau nggak mau kita jadi lebih sering mengonsumsi konten-konten pendek nggak sih? Sadar atau nggak, terlalu sering nonton konten cepat dan pendek kaya gini memicu brain rot lo, pals.

Mulai sekarang coba deh ganti sebagian dengan konten yang lebih mendalam: podcast, buku, artikel panjang. Rasakan hal berbeda setelahnya!

Yuk, Bertumbuh Tanpa Terbakar

Sebagai seseorang yang mencintai dunia konten, aku pun pernah berada di titik lelah — bukan karena pekerjaan fisik, tapi karena kepala yang penuh dan hati yang kosong. Dari situ aku belajar bahwa jeda bukan kemunduran. Justru dari jeda lah, aku bisa menemukan kembali makna, rasa, dan arah dalam berkarya.
Kamu juga berhak untuk istirahat. Karena content creator yang sehat lahir dari kepala yang jernih dan hati yang damai.
Jadi, kapan terakhir kamu tekan pause nih, pals?***
‹ OlderNewest ✓

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com