Di hadapan cermin, seorang perempuan muda memandangi pantulan dirinya. Tak ada helaian rambut yang mengitari wajahnya. Namun, yang terpancar dari sana bukan rasa malu, melainkan keyakinan dan keberanian yang tak biasa.
Itulah Hanna Nugrahani Setiyabudi, sosok di balik Alopecia Friends for Indonesia (AFFI) — sebuah komunitas yang mengubah luka menjadi gerak, stigma menjadi solidaritas, dan keheningan menjadi suara yang berdampak bagi banyak orang.
Ketika Rambut Rontok Bukan Sekadar Masalah Fisik
Semua berawal dari masa remaja Hanna. Di usia belasan tahun, ia mulai kehilangan rambut sedikit demi sedikit. Awalnya ia mengira hanya stres biasa. Namun lama kelamaan, helai rambut itu terus berguguran hingga akhirnya habis tak bersisa.
Diagnosis pun datang: Alopecia Areata, sebuah kondisi autoimun di mana sistem imun tubuh menyerang folikel rambut sendiri.
Jenis Alopecia sendiri beraneka ragam. Dikutip dari Instagram @alopeciafriends, ada tiga jenis pada kondisi autoimon ini:
- Alopecia Areata, di mana rambut rontok berbentuk bulat kecil.
- Alopecia Totalis, kondisi saat semua rambut hilang dari kulit kepala.
- Alopecia Universalis, kondisi di mana seluruh rambut hilang dari tubuh.
Bagi sebagian orang, alopecia mungkin terdengar ringan. Tapi bagi seorang remaja perempuan yang tumbuh dalam budaya yang mengagungkan rambut sebagai simbol kecantikan, kondisi ini bisa mengguncang kepercayaan diri.
Hanna pun melewati masa-masa berat. Ia sempat menolak bercermin, menghindari tatapan orang, dan merasa terasing bahkan dari dirinya sendiri. “Waktu itu rasanya seperti kehilangan identitas,” kenangnya dalam salah satu wawancara dengan Good News From Indonesia.
Namun, titik baliknya datang saat ia menyadari satu hal sederhana:
"Rambut boleh hilang, tapi semangat untuk hidup tak boleh ikut rontok."
Lahirnya Gerakan: Alopecia Friends for Indonesia
Pada tahun 2017, dari kamar kecil dalam rumahnya di Salatiga, Hanna memulai langkah kecil dengan dukungan penuh cinta dari Angga Hendrawan, suaminya. Ia mempublikasikan foto diri tanpa wig dan penutup kepala untuk pertama kalinya melalui akun Facebook pribadinya, The Baldie Movement.
Ternyata dukungan yang ia dapatkan luar biasa. Dari titik itulah, ia kemudian memberanikan diri untuk membuat komunitas daring dan membuat akun Instagram @alopeciafriends. Awalnya hanya untuk berbagi kisah pribadi dan memberi semangat bagi mereka yang mengalami hal serupa.
Tak disangka, banyak pesan berdatangan — dari ibu yang anaknya mulai botak tanpa sebab, dari remaja yang takut diejek teman, hingga orang dewasa yang selama ini diam-diam menyembunyikan kepala di balik wig.
Dari sinilah Alopecia Friends for Indonesia (AFFI) lahir. Sebuah ruang aman, tempat orang-orang dengan alopecia bisa saling mengenal, berbagi cerita, dan belajar menerima diri apa adanya.
AFFI bukan sekadar komunitas, melainkan gerakan sosial yang membawa pesan besar: bahwa cantik, kuat, dan berharga tak selalu harus diukur dari sehelai rambut.
Menyatukan Gerak, Menghapus Stigma
Di Indonesia, pengetahuan tentang alopecia masih sangat terbatas. Banyak penderita dianggap “sakit parah”, “terkena kutukan”, bahkan tak jarang dikaitkan dengan hal mistik.
Inilah yang ingin diubah Hanna. Ia ingin membawa pemahaman baru: alopecia bukan aib, bukan kutukan — melainkan kondisi medis yang perlu dipahami, bukan dijauhi.
Melalui berbagai kegiatan edukasi, AFFI aktif menyebarkan informasi melalui media sosial, webinar, hingga talkshow dengan tenaga medis. Hanna mengajak para dokter kulit, psikolog, hingga influencer untuk bergabung menyebarkan pesan: #AlopeciaAwareness.
Salah satu kegiatan paling berkesan adalah Alopecia Awareness Month yang diadakan setiap September. Hanna bersama teman-teman AFFI membuat kampanye publik, mengunggah foto tanpa rambut dengan penuh percaya diri, serta mengadakan sesi berbagi kisah.
Dari sinilah gerakan itu meluas — bukan hanya untuk mereka yang kehilangan rambut, tapi juga untuk siapa pun yang pernah merasa kehilangan bagian dari dirinya dan sedang belajar mencintai diri lagi.
Dari Salatiga Meluas ke Seluruh Indonesia
Perjalanan AFFI tak selalu mudah. Hanna dan timnya memulai dengan sumber daya terbatas, semua berbasis sukarela. Tak jarang mereka harus merogoh kocek pribadi untuk mengadakan acara. Namun semangat kebersamaan selalu menjadi bahan bakar utama.
AFFI kini telah memiliki anggota dan relawan dari berbagai daerah: Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, hingga Makassar. Mereka saling terhubung melalui media sosial dan grup dukungan daring.
“Bagi kami, setiap pesan dari seseorang yang berkata ‘aku tak sendiri lagi’ itu sudah jadi hadiah,” ujar Hanna lembut.
Kini, lewat kegiatan seperti Meet & Share, Alopecia Talk, hingga kampanye Love Yourself Without Hair, Hanna terus menularkan energi positif. Ia juga sering diundang sebagai narasumber untuk berbicara tentang body positivity, kesehatan mental, dan pemberdayaan perempuan.
Kehormatan dari SATU Indonesia Award
Tahun 2022 menjadi tonggak bersejarah bagi Hanna. Ia dinobatkan sebagai Penerima SATU Indonesia Award 2022 kategori Kesehatan, penghargaan bergengsi dari Astra untuk individu muda yang berdampak positif bagi masyarakat.
Penghargaan itu bukan sekadar simbol prestasi, tapi pengakuan atas perjuangan panjang Hanna membangun gerakan empati dari nol. Ia tidak hanya menyembuhkan luka pribadi, tapi juga menjembatani ratusan orang lain untuk berdamai dengan diri mereka sendiri.
Dalam pidato penerimaannya, Hanna berkata dengan suara bergetar namun penuh keyakinan:
“Gerak ini mungkin kecil, tapi ketika hati yang tergerak bersatu, dampaknya bisa menyembuhkan. Bukan hanya bagi kami yang tak berambut, tapi bagi siapa pun yang pernah merasa tidak cukup.”
Menyatukan Gerak: Dari Diri Sendiri, Untuk Sesama
Tema “Satukan Gerak, Terus Berdampak” yang diusung oleh Anugerah Pewarta Astra tahun ini seakan terpatri dalam perjalanan Hanna.
AFFI bukan gerakan yang lahir dari kemewahan, melainkan dari kejujuran dan empati. Hanna memulai dari dirinya sendiri — dari luka, kerentanan, dan penerimaan. Namun dari situlah lahir kekuatan yang menular.
Kini, AFFI telah bekerja sama dengan beberapa rumah sakit dan lembaga psikologi untuk memberikan pendampingan psikososial bagi anak-anak dan perempuan dengan alopecia. Mereka juga mengadakan donasi wig, bukan untuk menutupi kepala, tapi untuk memberi pilihan — karena setiap orang berhak menentukan cara mereka tampil dan merasa percaya diri.
Yang lebih penting, Hanna mendorong setiap anggota komunitasnya untuk speak up: berbicara di depan publik, tampil di media sosial tanpa filter, tanpa takut diejek.
Gerakan ini telah menumbuhkan generasi baru yang bangga pada dirinya, bukan meski berbeda, tapi karena berbeda.
Jejak Dampak yang Terus Tumbuh
Kini sudah lebih dari 1.000 orang yang bergabung dengan AFFI, baik sebagai anggota aktif, relawan, maupun pendukung kampanye.
Dampak AFFI pun menjalar hingga lintas negara: ada peserta dari Malaysia, Singapura, bahkan diaspora Indonesia di Eropa yang menemukan keberanian setelah membaca kisah Hanna.
Hanna juga menggandeng sejumlah lembaga seperti Komunitas Psikolog Indonesia, Astra International, dan Kemenkes RI untuk memperkuat edukasi publik tentang alopecia dan kesehatan mental.
Konsistensi Hanna membuat AFFI menjadi salah satu gerakan sosial paling kuat dalam isu penerimaan diri dan inklusivitas di Indonesia. Ia menegaskan bahwa setiap orang punya peran dalam “menyatukan gerak” — sekecil apa pun langkahnya, bisa memberi arti besar bagi orang lain.
Kecantikan yang Tak Pernah Rontok
Saat ini, Hanna tak lagi menutupi kepalanya dengan wig. Ia tampil percaya diri dengan kepala plontos dan senyum hangat. Dalam setiap penampilannya, selalu terselip pesan sederhana namun kuat:
“Rambut bisa tumbuh atau tidak, tapi kebaikan selalu bisa kita tumbuhkan.”
Di balik penampilannya yang menenangkan, Hanna membawa pesan keberanian untuk setiap perempuan yang pernah merasa “tidak cukup”. Ia ingin menegaskan bahwa definisi cantik tidak seharusnya tunggal — dan bahwa keberanian menerima diri adalah bentuk kecantikan paling sejati.
Kini, lewat AFFI, Hanna terus menebar semangat untuk menyatukan langkah: mengedukasi, mendukung, dan memperjuangkan inklusi bagi semua orang dengan perbedaan.
Ia percaya, perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil yang dilakukan bersama.
Refleksi: Satukan Gerak, Satukan Hati
Perjalanan Hanna adalah cermin bahwa perubahan sosial tak selalu lahir dari politik atau kekuasaan besar. Kadang, ia lahir dari ruang-ruang kecil, dari seseorang yang berani menghadapi ketakutan sendiri, lalu mengulurkan tangan untuk orang lain.
Dari situ, gerakan tumbuh. Dari situ, hati-hati yang tercerai mulai bersatu.
Dan dari situlah, dampak mulai terasa — bukan hanya di layar ponsel, tapi di hati manusia yang belajar untuk memahami dan menyayangi diri apa adanya.
Hanna Nugrahani Setiyabudi mungkin kehilangan rambut, tapi ia justru menemukan makna hidup: bahwa menyatukan gerak berarti menyembuhkan, dan terus berdampak berarti terus mengasihi — tanpa henti.***
#APA2025-Blogspedia
Sumber Referensi:
- Instagram: @alopeciafriends
- Indonesiana.id – “Lewat Alopecia Awareness, Hanna Nugrahani Setiyabudi Berbagi Pengetahuan dan Semangat.”
- Good News From Indonesia – “Tetap Cantik Walau Tanpa Rambut, Hanna Nugrahani Bersama AFFI Melawan Stigma.”
- TikTok: @alopecia.friends







Post a Comment
Salam,
maritaningtyas.com