header marita’s palace

Kado Untuk Icha




Dik, bangun.. sudah jam lima. Cepetan sholat, mandi, sarapan. Ntar telat lagi lo.” Inilah rutinitasku tiap pagi. Menggedor-gedor kamar adik perempuanku satu-satunya sembari menyiapkan sarapan dan segala tugas domestik lainnya. Biasanya adikku hanya akan menyambutku dengan gumaman dan tak segera beranjak dari tempat tidurnya.

Aku sering gemes melihat karakternya yang bertolak seratus delapan puluh derajat denganku, klelar-kleler kalau kata orang Jawa. Kelak dia akan berdiri tanpa aku di sampingnya, dan aku tak mau dia terpinggirkan oleh dunia dengan sifatnya ini. Mendidiknya sudah menjadi tanggung jawabku setelah ayah dan ibu kami berpulang ke Rahmatulah. 

Keriuhan yang sama terus berulang setiap pagi. Aku sering tak habis pikir kenapa anak jaman sekarang begitu susah diaturnya, bahkan bangun pagi sendiri pun tak bisa, Namun hari ini nampaknya keajaiban sedang terjadi, tanpa perlu berteriak hingga dua kali, adikku sudah membuka pintu kamarnya dan menyeret handuk bergegas ke kamar mandi. 

Tak sampai lima menit di kamar mandi, batang hidungnya telah nampak di ujung mataku. Kulihat ia segera tenggelam dalam doa paginya. Aku sedikit heran melihat tingkahnya; bangun dan sholat tanpa disuruh berkali-kali, dan mandi kurang dari lima menit. Semua itu jelas bukan hal yang umum untuknya. Namun aku senang, mungkin ocehanku selama ini mulai didengarnya.

Emang nggak bosen ya ngomel-ngomel melulu tiap pagi?” Celetuk adikku setelah menuntaskan sholat subuhnya sambil menyuapkan beberapa potong roti ke mulutnya dan meneguk cokelat panas kesukaannya.

Lah, kamu sendiri emang nggak bosen dengerin mbak ngomel melulu. Tiap hari rajin begini kan yang lihat seneng, telingamu juga nggak panas diomelin melulu kan?

Iya deh, dijamin setelah hari ini mbak nggak bakal ngomel-ngomel lagi.” Adikku mengerling usil sambil menikmati sisa-sisa terakhir cokelat panasnya. 

Aku kasih hadiah kalau sampai itu kejadian.”

Alah, mbak janji melulu. List janji mbak udah sepanjang kereta api nih, katanya mau beliin novel Perahu Kertas, mau ngajak karaoke, mau ngajak makan es krim di Pelangi café, mau ngganti HP jadulku. Belum ada satu pun yang terealisasi, kapan nih?” Ledek adikku sembari menjulurkan lidahnya.

Kapan-kapan..”Godaku sambil menyanyi. “Kamu juga tuh tepatin dulu janjinya untuk lebih bertanggungjawab. Deal kan?

Ah, alasan aja deh mbak, keburu basi tahu!” Adikku mulai nampak kesal, aku hanya tersenyum melihat bibirnya yang manyun.

Udah deh, tunggu aja tanggal mainnya. Berangkat gih, ntar telat lo!

Iya iya.. Assalammualaikum.” Disambarnya tanganku dan diciumnya sembari berlari mengucap salam. Entah kenapa saat ini tiba-tiba aku ingin mengatakan betapa aku sangat menyayanginya. Dari depan rumah aku dan May, gadis kecilku, menatap punggung adikku yang mulai menjauh dan tak lagi nampak.

Setelah Icha berangkat sekolah, aku kembali meneruskan rutinitas pagi hariku sebagai ibu rumah tangga. Suamiku sendiri sedang asyik menikmati sarapannya sembari menonton berita pagi. Kemudian mataku bersitatap dengan kalender yang terpampang manis di dinding. Dua hari lagi Icha berumur delapan belas tahun.

Aku tersenyum mengingat pesta kejutan yang sudah kusiapkan untuknya. Tahun lalu aku tak bisa menyanggupi keinginannya untuk menggelar pesta sweet seventeen-nya karena kondisi keuanganku yang masih morat-marit setelah berhenti kerja. Itu kenapa tahun ini aku ingin membayarnya, meski bukan dengan pesta yang mewah.

Akan kulunasi semua janji yang pernah kuucapkan padanya. Sudah kurencanakan sematang mungkin. Aku akan mengajaknya karaoke pada Minggu siang, setelahnya akan kubawa ia ke toko buku dan kubiarkan ia memborong novel yang diinginkannya.

Sebelum kembali ke rumah, aku akan mengajaknya makan es krim di kafe Pelangi dan memintanya meniup lilin yang tertata rapi di atas black forest kesukaannya. Jamuan penutup tentu saja sekotak kado yang sudah kusiapkan sejak bulan lalu; HP impiannya.  Aku tersenyum membayangkan betapa Icha pasti akan menjadi gadis paling bahagia pada hari itu.

Lamunanku buyar ketika Lady Gaga menyeruak dengan “Telephone”nya. Dari layar ponselku nampak kulihat “Sekolah Icha”. Kulirik jam dinding, tujuh lewat lima menit. Pasti Icha terlambat lagi dan seperti biasa guru BP-nya akan menyuruh Icha meneleponku agar ia diijinkan masuk kelas. 

Selamat pagi, Icha terlambat lagi ya  pak? Maaf ya pak, tadi juga sudah…” Kalimatku tersekat setelah guru BP Icha menyampaikan sebuah informasi. Tiba-tiba kepalaku pening dan sekelilingku mendadak gelap.
***

Sekali-kali dicek ya mbak. Kelihatannya sih sehat tapi bagaimanapun adik mbak punya jantung bawaan. Takutnya kalau tidak pernah dicek, sekalinya anfal akan berakibat buruk.” Kata-kata dokter Jihan yang memeriksa Icha kala ia terkena Typus beberapa bulan lalu kembali terngiang. 

Namun semua sudah menjadi bubur, Icha mendadak anfal di dalam perjalanan menuju sekolah, nyawanya tercabut dengan cepat. Kini aku hanya sanggup tergugu di samping gundukan tanah basah. Penyesalan memenuhiku, janjiku padanya belum kulunasi. 

Dan kini di hari ulang tahunnya yang kedelapan belas, kadoku hanyalah sepotong doa; semoga Icha tenang dan bahagia di surga.
***



Ditulis pada Bulan Mei 2013
Menjelang 100 hari kepergian Marisa Surya Ningtyas
Masih saja merindukanmu dan berharap ini hanya mimpi :(



P.S.
Bahagiakan orang yang kau sayangi, lakukan hal terbaik untuknya tanpa ditunda-tunda, karena kita tak akan pernah tahu kapan waktu berhenti. Dan sesal selalu datang di ujung jalan.

4 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Kisah berhikmah.
    Jangan menunda kebaikan
    Apik kisahnya
    Salam hangat dari Jombang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur suwun pakdhe :) Salam hangat kembali dari Semarang :)

      Delete
  2. Sabar ya mbak Marita, paling tidak sudah pernah hidup bersama adik tercinta dan menggoreskan kenangan indah.

    Pertanyaan buat diri sendiri : enakan dirindukan apa merindukan ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iya mbak Anjar.... ini bingung aja suruh bikin cerpen, bongkar brangkas aja, eh nemu cerpen jadul udah tiga tahun lalu :D


      Waah, enakan dirindukan kali ya... :D

      Delete