header marita’s palace

Perjalanan MPASI Affan dari 6 - 8 Bulan


Assalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh, pals.

Bagaimana kabarnya? Semoga sehat selalu ya, jangan sepertiku yang sedang tidak fit kondisinya. Namun insya Allah kondisi ini tidak menyurutkan niatku untuk tetap setor ODOP hari keempat. Berhubung kepala lagi kumat pusingnya, mau nulis yang ringan-ringan aja deh. Aku mau cerita perjalanan MPASI Affan dari usia 6-8 bulan.

Dari Ala WHO Hingga BLW


Meskipun Affan anak kedua, namun aku tetap excited menyiapkan tetek-bengek MPASI nya doi. Apalagi buat Affan aku juga gagal memberi ASIX, jadi jangan sampai MPASI nya juga keteteran kaya kakaknya dulu. Aku sudah baca-baca file di grup Homemade Healthy Baby Food (HHBF) tentang makanan untuk bayi standar WHO. Mulai dari menu tunggal hingga empat bintang, dari bubur saring hingga bubur tim. Resep demi resep juga sudah aku kumpulkan.

Awalnya, sama layaknya bayi lainnya Affan sangat menikmati makan pertamanya, lahaaaaap sekali. Wah, senang banget aku nyuapin dia. Tiap kali aku ganti menu, aku kenalin berbagai macam buah, sayur dan protein nabati. Well, sama kaya Ifa, aku pun cheating dua mingguan waktu mulai MPASI si Affan. Habis nggak tega, tiap kali aku makan dia narik piring dan sendokku melulu. Jadi sekitar usia 5.5 bulan doi udah ketemu makanan, tapi belum aku kasih setiap hari. Baru bener-bener masuk 6 bulan aku kasih dia puree setiap hari satu kali makan.



6 bulan lebih satu minggu, aku tingkatkan jumlah makannya dia menjadi dua kali makan; pagi dan sore, sesekali diselipi cemilan. Semula semua begitu lancar dan membahagiakan. Saking semangatnya, aku sampai beli hand blender biar bikin MPASI nya tambah cepet, jadi makanan juga lebih hygienis. Fyi, sebelumnya aku pakai metode manual untuk nyiapin MPASI Affan, karena aku nggak punya baby food maker. Aku nggak beli karena masalah duit di kantong, sekaligus aku pikir nggak bakal dibutuhin lama. Jadi awalnya aku bikin makanan buat Affan, kukus bahan-bahan yang mau dimakan, setelahnya haluskan pakai saringan kawat, lumayan lama-lama capek juga lengannya. Belum lagi kalau si baby udah lapar banget, tambah kalut deh.





Setelah punya hand blender, semua jadi lebih ringan, bahan-bahan yang udah dikukus tinggal taruh tempat makan Affan terus dihaluskan pakai hand blender. Cepat dan efisien. Affan juga nggak perlu nunggu lama makanannya siap. Namun cerita jadi lain ketika masuk usia 7 bulan dua minggu, Affan mulai malas-malasan makan. Padahal menu sudah aku bikin bervariasi. Sampai kalau belanja isinya buat Affan semua, emak bapak ma kakaknya mah makan seadanya, hihi. 

Makanya sedih banget liat Affan mulai GTM (gerakan tutup mulut), masa iya baru tujuh bulan udah GTM. Mulai stres deh emaknya. Masa iya aku kudu kaya para tetangga yang nyuapin anaknya kudu pakai jalan-jalan di luar rumah, kan nggak hygienis tuh. Lagian aku mau ngajarin Affan bahwa makan itu ya duduk di tempatnya.



Puncaknya ketika hampir masuk delapan bulan, Affan bener-bener tutup mulut dan giginya dikunci, satu sendok pun nggak ada yang masuk. Rasanya pengen nangis saat itu. Dimarahin juga nggak mungkin. Masih bayi ini, lagian bisa tambah stres doi. Sedang suasana makan kan kudu dibuat happy biar si anak senang dan nyaman makannya. Hopeless banget waktu itu. Saking nggak tahu kudu gimana lagi, aku ingat masih punya tempe kukus yang belum dihaluskan, rencananya buat makan siangnya doi, aku sodorkan ke Affan. Eh, Affan genggam tempenya dengan kuat dan dimakan dengan lahap. Nggak sampai habis sih, banyak yang jatuh juga, sesekali gagging (tersedak), tapi lihat wajahnya menikmati proses makannya... happpppyyy banget. Aaah, lega... emaknya juga ikut happy kalau begini.

Setelah tahu si Affan maunya makan sendiri, langsung deh buka buku Baby Led Weaning karya Gill Rapley pinjaman dari Amah Ella  yang lama ngendon di meja kerja. Buku ini sudah aku pinjam sebelum Affan mulai MPASI. Bahkan Amah Ella sudah menyarankan pakai metode ini sejak Affan dalam kandungan, tapi aku maju mundur cantik mau mempraktekkan. Masih banyak ini dan itu di kepala. Gegara lihat happy-nya si Affan maem sendiri, plus ngepoin IG nya Andienippekawa, wokay lah.. kita putuskan BLW - an yuk, Fan!

Mengenal BLW

Dalam kebanyakan keluarga, penyapihan dibimbing oleh orang tua. Ketika mereka mulai untuk menyuapi bayinya, mereka memutuskan kapan dan bagaimana anaknya memulai makanan padat; ketika mereka berhenti menawarkan ASI atau susu formula, mereka telah memutuskan kapan mengakhiri pemberian susu, Ini dapat disebut parent-led weaning (penyapihan oleh orang tua). Baby-led weaning (BLW) berbeda. BLW membiarkan bayi untuk menjalani seluruh proses, menggunakan naluri dan ketrampilan mereka. Bayi yang menentukan kapan penyapihan harus dimulai dan diakhiri. Walaupun ini terdengar aneh, hal ini akan masuk akal ketika Anda melihat lebih dekat bagaimana bayi tumbuh. (diambil dari buku Baby Led Weaning, Gill Rapley, halaman 2)
Saat membaca itu aku langsung manggut-manggut, iya juga. Orang tua cuma bisa stimulasi, tapi yang memutuskan kapan bayi mau tengkurap, duduk, merangkak dan jalan ya bayi sendiri. Semua itu terbukti kok di Affan, saat teman-temannya yang lain udah tengkurap dan mulai onggok-onggok, dia santai aja telentang sambil ketawa-tawa. Banyak yang bilang distimulasi dong, stimulasinya kurang tuh. Weleh, udah sampai over stimulate kali, gegara emaknya ketar-ketir bayi 6 bulan masih nggak mau miring-miring sendiri, apalagi dengan pengalaman kakaknya yang 2.5 bulan aja udah canggih tengkurapnya.



Tapi beberapa hari setelah enam bulan, nggak cuma bisa miring, Affan langsung bisa tengkurap, nggak lama kemudian maju-maju sendiri, terus merangkak. Tujuh bulanan udah mulai pegangan kursi dan berdiri. Sekarang udah mulai rambatan dan titah. So.. baby knows the right time for himself! Ortu cuma bisa ikhitiar kasih stimulasi, tapi bayi yang menentukan sendiri kapan dia mau memulai petualangannya, begitu juga makan.

Selama ini kita dibiasakan bahwa baby ini makhluk pasif. Makan dibikinin bubur, disuapin. Ternyata secara fitrah, baby sudah punya insting untuk memilih, dan BLW ini salah satu caranya. Bayi baru lahir saja bisa langsung menyusu dari payudara ibunya kan? Itu artinya bayi pun juga sudah punya naluri makan, nyatanya setiap mau masuk 6 bulan bayi sudah mulai tertarik aktivitas orang makan, nemu apapun langsung masukin mulut. Itu artinya dia siap makan, tinggal kita yang memfasilitasi kemauan dia.

Manfaat dan Kelemahan BLW

Setelah dapat ilmunya, aku jadi semakin mantap ber-BLW ria sama si Affan. Apalagi setelah membaca manfaat demi manfaat yang bisa didapat dari BLW, jadi tambah jatuh hati deh sama BLW ini.

Manfaat yang bisa didapat dari BLW, antara lain;

A post shared by Marita Ningtyas (@marita_ningtyas) on

  • Dapat dinikmati - membiarkan bayi bereksplorasi dengan makanannya, membuat dia menikmati waktu makan dengan nyaman. Apalagi sebisa mungkin jika kita melakukan BLW, kita ajak bareng si BLW untuk makan bersama keluarga, jadilah si BLW tambah semangat menikmati makanannya, apalagi yang dimakan pun sama dengan orang tuanya.
  • Belajar mengenai makanan - dengan BLW, bayi belajar mengenai tampilan, rasa, aroma dan teksur makanan yang berbeda-beda. Saat kita menggunakan spoon feeding, semua rasa berpadu satu dalam bubur. Saat BLW, bayi bisa mengetahui benar-benar, oh rasa ayam seperti ini, tempe seperti ini, sayur bayam seperti ini, alpukat seperti ini. Sungguh petualangan baru untuknya. Aku jadi ingat aku pernah membuatkan Affan puree kentang dicampur wortel, brokoli dan ayam, dan dia hanya mau makan sedikit. Begitu mulai BLW, dan aku berikan sepotong kentang, wortel, brokoli dan ayam, dia menikmati semuanya dengan lahap dan semangat. Sama bahan masakannya, beda cara penyajiannya bisa menghasilkan sesuatu yang berbeda.
  • Mendapat kepercayaan diri - membiarkan bayi makan sendiri artinya mempercayai dirinya bahwa dia bisa makan sendiri. Dia belajar untuk memercayai penilaiannya sendiri. Bayi yang percaya diri kelak akan tumbuh menjadi balita yang nggak takut mencoba hal-hal yang baru. Bayi mendapatkan kebebasan belajar.
  • Pengendalian nafsu makan - bayi yang dibiarkan makan sendiri akan makan berdasarkan nafsu makannya. Dia akan berhenti saat ia merasa cukup makan. Saat ia besar ia akan cenderung menjadi orang yang tidak makan berlebihan, dan ini penting untuk mencegah obesitas.
  • Mengatasi Tekstur dan belajar mengunyah - bayi BLW merasakan bentuk dan tekstur makanan yang berbeda-beda sejak dini. Dia memiliki kesempatan untuk belajar mengunyah dan menggerakkan sesuatu di dalam mulut mereka. Mereka jadi lebih terampil dalam mengatasi makanan dari bayi yang biasa disuapi. Belajar mengunyah juga efektif untuk kepandaian bicara dan pencernaan. Selain itu BLW juga melatih motorik tangan anak, koordinasi tangan kanan kiri, mulut dan juga mata.
  • Mudah, Murah dan Cepat - tidak perlu waktu lama untuk menyiapkan makanan baby yang ber-BLW. Aku malah biasa masak sekalian makanan yang aku makan. Misalnya aku masak sop, aku ambilkan dulu untuk si Affan sebelum aku masukkan gula garam ke panci. Lebih efisien dan murah, karena aku tidak perlu menyiapkan budget khusus untuk masakan bayi. Ketika pergi makan di luar pun, aku jadi lebih santai, nggak perlu bawa perlengkapan tempur yang banyak, karena Affan sudah jadi pemakan segala. Kalaupun bawa dari rumah, nggak ribet bawaannya.
  • Tidak ada drama - so far nggak pernah ada drama dalam BLW, Affan selalu enjoy, bahkan saat ngantuk pun, ia tetap minat bereksplorasi dengan makanannya. Aku tidak perlu trik ini itu untuk membujuknya makan. Makanan yang disediakan telah menjadi trik itu sendiri. Affan akan selalu penasaran makanan apa ini, bagaimana rasanya, bagaimana cara makannya, dan aku tinggal menikmati hiburan yang menyenangkan. Ketawa-ketiwi sendiri lihat Affan makan.

A post shared by Andien, Ippe, Kawa, & Miu (@andienippekawa) on

Inspirasiku Ber-BLW, Andien dan Si Cute Kawa


Selain beragam manfaat, tentu saja BLW juga punya kekurangan. Yang pertama yaitu, BERANTAKAN. Seminggu hingga dua minggu kedua terutama, anak akan lebih banyak bereksplorasi dengan makanannya. Makanan yang diremas-remas, dan jatuh ke lantai jauh lebih banyak daripada yang masuk ke perutnya. Kita cuma butuh kesabaran kuadrat, anggap saja ini hiburan. Ini memang yang bikin aku maju mundur cantik waktu mau BLW. Tapi ternyata, melihat bayi dan lantai kotor jauh lebih bikin sabar daripada lihat dia nggak mau disuapin, hehe. Yang kedua, KOMENTAR ORANG-ORANG. Lo kok gitu makannya, nanti begini nanti begitu. Ah, sudah biasalah. My kids, my rule. Kalau aku sih begitu. Tapi nggak sedikit juga yang komen, 'wah enak ya, nggak usah repot masak.' Hehe. Affan tahu aja emaknya paranoid sama dapur, wkwkwk.

Yah, itulah sedikit ceritaku soal perjalanan MPASI Affan dari 6-8 bulan. Semoga bermanfaat ya. Aku mau bobok dulu, kepala tambah berat nih rasanya. See you tomorrow!

Wassalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

4 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Yay, kisah MPASI yang menyenangkan plus happy ending nih.
    Semoga bisa tak teruskan inspirasinya ke keluarga muda lainnya.

    Salam siang dari ujung timur Lombok.

    ReplyDelete
  2. Aku kmr nyoba bikin bubur wortelnya tak serut kok blm bisa ya kaya angel gtu nguyahnya jd mo BWL kok rada takut. Seru kayanya klo bisa ngenalin macam makanan via bwl gtu

    ReplyDelete
  3. Anakku umurnya 7 bulan dan masih makan bubur saring. Pengen sih ngajarin dia blw pakai buah potong tapi dianya malah bengong lihat buahnya. Padahal kalau mainan pasti langsung masuk mulut.heu

    ReplyDelete