header marita’s palace

Pendidikan Karakter untuk Anak Usia Dini, Mulai Dari Mana?

pendidikan karakter untuk anak usia diniPendidikan karakter untuk anak usia dini sangat penting mulai dilatihkan. Golden ages alias usia emas adalah momen terpenting di mana otak anak masih sangat optimal menyerap banyak hal.

Di saat seperti ini tentunya sayang jika masa-masa emas terbuang sia-sia. Semakin banyak kebaikan yang diajarkan dan dilatihkan ke anak, insya Allah akan semakin besar peluang terbentuknya karakter baik di dalam diri anak.

Apa Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak?

Sohib kongkow, pernah dengar tentang SEMAI 2045? Merupakan singkatan dari ‘Selamatkan Generasi Emas Indonesia 2045’.

SEMAI 2045 adalah sebuah gerakan nirlaba. Gerakan ini diinisasi untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam memberikan pendidikan dan pengasuhan yang tepat demi terwujudnya Generasi Emas Indonesia pada 2045.

Jika dihitung dari sekarang, kurang lebih 23 tahun lagi ya, pals? Mungkin kita bisa bilang, “halah, masih lama.”

Namun 23 tahun untuk pembentukan karakter sebenarnya adalah waktu yang sangat singkat. Semakin ditunda-tunda, semakin kecil kesempatan kita untuk bisa membangun generasi emas.

Kenapa aku bisa bilang 23 tahun adalah waktu yang singkat? Tantangan yang kita hadapi sekarang makin besar, pals.

Selain generasi BLAST (Boring - Lonely - Angry - Stress - Tired), kini mulai muncul istilah Strawberry Generation!

Istilah ini mulai terdengar dalam beberapa pekan terakhir. Di bahasa Indonesia, disebut dengan generasi mengkerut. Hmm, apa ya yang dimaksud dengan generasi ini?

Ternyata, dari video parenting Abah Ihsan, aku baru tahu kalau istilah Strawberry Generation sudah ada sejak 2008. Namun di Indonesia, istilah ini baru muncul belakangan setelah meme berikut bermunculan di media sosial:
generasi strawberry, generasi mengkerut
Aku yakin sih teman-teman kongkow pasti pernah lihat deh meme di atas. Apa tanggapan kalian, pals?

Jujur waktu pertama kali baca, rada-rada gemes gimana gitu ya. Secara yang namanya kuliah, namanya hidup ya pasti ada tantangannya. Masa secemen itu sih, hanya karena nggak bisa chatting dengan teman dan Netflix-an.

Namun kemudian hal itu justru membuatku bermuhasabah. How about my children? Yakin nih mereka nggak masuk dalam golongan generasi mengkerut? Lalu aku mulai teringat beberapa polah anak-anak yang bisa jadi bibit-bibit Strawberry Generation, seperti:
  • Terlalu mudah menyerah ketika gagal menyusun puzzle
  • Marah saat balok atau legonya ambruk
  • Tantrum ketika jadwal screen time habis
  • Minta disuapin padahal sudah bisa makan sendiri
Sepele ya sepertinya? Sayangnya dari hal-hal sepele itu kalau nggak disadari dan diantisipasi, bisa banget berkembang jadi karakter-karakter buruk ke depannya.
Strawberry Generation adalah generasi yang mudah menyerah, nggak bisa menghadapi tekanan sosial dan nggak terbiasa bekerja keras. Generasi ini bisa muncul jika orang tua terlalu over protective kepada anak, anak dilindungi sedemikian rupa agar tidak pernah mengalami kesulitan.
Mungkin teman-teman kongkow ada yang berkomentar, “Ya udahlah, biarkan orang tuanya saja yang pernah susah. Biar anak-anak merasakan enaknya saja.” Atau mungkin pernah mendengar kalimat sejenis?

Semua orang tua pasti pengen anak-anaknya punya kehidupan yang lebih baik dari dirinya. Namun bukan berarti semua fasilitas diberikan tanpa batasan, dan dimatikan daya juangnya.

Aku jadi ingat saat masih remaja. Saat itu kedua orangtuaku pernah berada dalam kondisi ekonomi yang cukup baik. Di rumah ada kendaraan pribadi yang memungkinkan bapak antar jemput aku ke sekolah.

Namun hal itu tidak dilakukannya. Beliau bilang, “Nggak selamanya ada mobil di rumah. Kamu harus membiasakan diri naik angkot dan jalan kaki. Jadi kalau pas nggak ada mobil di rumah, nggak perlu bingung dan ribut.

Begitu juga saat aku menginginkan sesuatu. Bapak dan ibu nggak akan langsung mengabulkannya. Mereka akan melihat bagaimana usahaku, entah itu disuruh menabung terlebih dahulu atau menunjukkan kerja kerasku lewat prestasi akademis.

Hal-hal kecil yang bapak ibu biasakan ke aku, membentuk karakterku hari ini. Dari situ aku belajar, bahwasanya kesulitan pada porsi yang tepat bisa melatih anak-anak mengembangkan daya juang, disiplin dan keberanian.

Dan latihan serta pembiasaan itu tidak bisa dilakukan ujug-ujug, namun harus dimulai dengan pendidikan karakter untuk anak usia dini.

Anyway, kalau mau menyimak video Abah Ihsan tentang Strawberry Generation, bisa diintip di bawah ya, pals:

Macam-macam Karakter Anak Usia Dini yang Harus Terbentuk

Ada banyak karakter baik yang sebaiknya mulai dilatihkan sejak anak berusia dini. Namun kalau ditanya apa saja jenis karakter itu, mungkin kita bisa merujuk pada 9 pilar karakter berikut:
  1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
  2. Mandiri, disiplin dan tanggung jawab
  3. Jujur, amanah dan berkata bijak
  4. Hormat, santun dan pendengar yang baik
  5. Dermawan, suka menolong dan kerjasama
  6. Percaya diri, kreatif dan pantang menyerah
  7. Pemimpin yang baik dan adil
  8. Baik dan rendah hati
  9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan
Selain kesembilan di atas, anak-anak juga harus memahami tentang K4 (Kebersihan, kerapian, kesehatan dan keamanan).

Aku sudah pernah menuliskan terkait langkah-langkah pengaliran 9 pilar karakter di artikel tersendiri. Bisa kuy ditengok, pals.

Bagaimana Menerapkan Pendidikan Karakter untuk Anak Usia Dini?

Selain berusaha menerapkan pengaliran 9 pilar karakter di rumah, aku juga melakukan 7 hal ini dalam rangka pendidikan karakter untuk anak usia dini:
menumbuhkan karakter baik pada anak

1. Bonding

Jauh sebelum kita memulai pendisiplinan dan aneka macam pendidikan, bonding adalah hal yang terpenting dalam pengasuhan anak. Bonding adalah menguatkan ikatan antara orang tua dan anak. Menumbuhkan rasa saling percaya dan membutuhkan.

Ketika anak sudah percaya kepada orang tuanya, maka apapun yang dilatihkan, disampaikan dan dilakukan oleh orang tuanya akan jadi keharusan tersendiri bagi anak. Bahkan tanpa kita harus memaksanya.

Bonding pada anak usia dini tentu lebih mudah dibanding dengan anak remaja. Bahkan bisa dibilang semua orang tua dengan pede berkata, “Anak-anakku deket kok sama aku.”

Ya, anak-anak usia dini masih sangat membutuhkan kedua orang tuanya. Bonding yang sebenarnya akan terlihat ketika anak-anak memasuki usia remaja. Masihkah anak-anak mau ngobrol apa saja dengan orang tuanya, atau malah menghindari berkumpul bersama orang tuanya?

Tentu saja buatku yang punya anak paling gede baru 10 tahun, aku juga belum bisa bilang bondingku sama anak-anak sudah oke banget. Namun setidaknya aku berusaha dengan menjalankan program 1821.

Yaitu di mana pada jam 18.00-21.00, aku usahakan rumah bebas dari tayangan televisi dan gadget. Pada jam itu aku, suami dan anak-anak melingkar bersama. Entah itu makan bareng, bermain tebak-tebakan atau hanya sekadar ngobrol kegiatan apa saja yang dilakukan masing-masing anggota keluarga hari itu.

Berharap dengan kebiasaan berkumpul, bermain, dan ngobrol bareng ini, anak-anak bisa tetap lekat dengan kedua orang tuanya. Meski kelak mereka sudah sibuk dengan teman dan urusannya masing-masing.

2. Berikan Batasan yang Jelas

Saat bonding sudah mulai terbentuk, barulah orang tua bisa memberikan aturan yang jelas terkait hal-hal di rumah. Sederhananya, memberikan informasi kepada anak terkait hak dan kewajibannya di rumah.

Berat banget sih?

Nggak juga kok, bahkan anak dua tahun juga sudah biasa dilibatkan dalam hal ini. Contohnya, saat anak-anak sudah terlalu banyak minta jajan, kita bisa ajak mereka menetapkan jadwal jajan.

Ketika anak-anak sudah kebablasan nonton televisi dan main gadgetnya, kita bisa libatkan anak menetapkan jadwal screen time. Kapan boleh nonton dan main gadget, kapan nggak boleh.

Selain menetapkan jadwal, anak-anak juga diajak berdiskusi tentang konsekuensi yang akan mereka hadapi saat mereka melanggar ketetapan bersama. Misal, jadwal nonton hanya dari jam 10.00 - 10.30. Eh, mereka nonton sampai jam 10.45. Maka konsekuensinya, jadwal screen time berikutnya akan dikurangi 15 menit karena hari ini sudah kelebihan nonton 15 menit.

Contoh lain lagi, di rumah kami si adik adalah sosok yang sangat usil dan suka mengganggu kakaknya. Dia suka jengkel kalau kakaknya sedang nggak mau diajak main bareng. Saking jengkelnya, dia lalu memukul kakaknya berulangkali.

Saat pertama kali dilakukan, kami hanya memberikan nasehat bahwa itu perilaku buruk yang nggak diterima di rumah. Jika adik melakukan lagi, maka akan dikeluarkan dari rumah selama lima menit (disesuaikan dengan usia anak).

Begitu si adik melakukan pemukulan lagi pada kakaknya, nggak perlu ngomel panjang kali lebar. Langsung angkat dan bawa ke luar rumah. Tutup pintu dan biarkan dia di luar selama lima menit.

Mau dia nangis dan teriak-teriak, biarkan saja. Setelah lima menit berlalu, buka pintu dan peluk si anak. Setelah tenang, baru dijelaskan lagi kenapa dia ditaruh di rumah.

Tentu saja perubahan perilaku tidak instan ya, pals. Ada yang jera setelah 2-3 kali timeout, ada yang butuh beberapa kali lebih banyak. Hal terpenting tentu saja konsistensi dari orang tuanya.

3. Anak adalah Cerminan Orang Tua

Sadar nggak sih, pals, seringkali kita mengkritisi perilaku dan kebiasaan buruk anak, tapi tanpa disadari sebenarnya hal-hal buruk itu diduplikasi dari kita. Maka PR lainnya untuk orang tua adalah stop ngomel saat anak berperilaku buruk.

Bercermin dulu deh, kenapa anak bisa melakukan hal tersebut. Apakah kita mencontohkannya, entah itu dengan sengaja atau tidak? Jika iya, maka segera minta maaf pada anak karena memberi teladan yang salah. Lalu benahi bersama-sama perilaku tersebut.
macam-macam karakter anak usia dini

4. Latih Tanggung Jawab dari Hal-hal Kecil

Sejak anak usia tujuh tahun bisa mulai diberikan tanggung jawab berupa pekerjaan rumah tangga. Misal, pekan 1 anak pertama punya tanggung jawab mencuci piring seluruh anggota keluarga, anak kedua tugasnya membuang sampah dan menyapu rumah.

Pekan 2 gantian anak pertama yang membuang sampah, menyapu rumah dan mengepel, anak kedua mencuci piring makannya dan kakaknya. Tugas rumah tangga ini bisa disesuaikan dengan usia anak-anak. Semakin besar usia anak, semakin tinggi tingkat kesulitan tugasnya.

Lalu bagaimana dengan anak-anak di bawah tujuh tahun?

Memiliki rasa tanggung jawab tetap bisa mulai dilatihkan pada anak usia dini dengan cara-cara sederhana, seperti membereskan mainan jika sudah selesai bermain, mengembalikan buku ke raknya, meletakkan sandal ke rak sepatu, dsb. Hal-hal kecil ini jika dibiasakan dengan konsisten dan berkelanjutan insya Allah akan menumbuhkembangkan karakter-karakter baik pada diri anak di kemudian hari.

5. Batasi Screen Time

Menjauhkan anak zaman now dari gadget sepertinya hal yang sedikit mustahil. Meski pada beberapa keluarga ada yang berhasil menjalankannya, tetapi buat keluargaku yang sehari-hari butuh laptop dan hp untuk kerja, kami hanya bisa mengatur screen time.

Agar screen time terpantau, anak-anak sudah dibiasakan untuk meminta izin terlebih dahulu jika ingin mengunduh aplikasi baru. Anak-anak juga sudah kami informasikan yay dan nay terkait aplikasi yang bisa diunduh dan digunakan.

Salah satu aplikasi yang boleh diunduh oleh anak-anak adalah aplikasi Ruang Guru. Dengan aplikasi ini, anak bisa belajar dengan menyenangkan. Informasi selengkapnya ada di sini.

6. Read Aloud dan Bermain Bersama

Tidak ada anak yang menolak diajak bermain. Melatih karakter-karakter baik juga bisa lewat permainan sederhana lo. Dulu Mbak Watiek Ideo pernah membuat permainan ular tangga raksasa yang isinya tentang perbuatan-perbuatan baik.

Dengan memainkan ular tangga bersama seluruh keluarga, anak-anak secara nggak langsung dilatih dan ditanamkan tentang karakter-karakter baik. Misi pendidikan dapat, anak-anak pun bahagia karena bisa bermain bersama orang tuanya.

Selain bermain, kita juga bisa menumbuhkan karakter baik pada anak melalui cara read aloud alias membaca nyaring buku dan cerita. Sekarang kan buku-buku anak makin bervariasi, tinggal pilih saja buku yang cocok. Jangan lupa buat jadwal rutin membaca bersama anak.

7. Punishment and Reward

Poin terakhir ini masih berhubungan dengan poin yang kedua sih. Yaitu terkait memberikan informasi mengenai konsekuensi (hukuman/ punishment) jika anak-anak melanggar kesepakatan bersama (rules).

Namun tidak hanya memberikan hukuman, kita juga bisa memberikan reward (hadiah) apabila anak-anak melakukan hal-hal baik. Hadiah ini sebaiknya tidak diberitahukan di awal.

Karena jika diberitahukan di awal, bisa saja anak-anak melakukan hal-hal baik dengan motivasi untuk mendapatkan hadiahnya. Apabila diberikan secara dadakan, anak akan merasa spesial. Tujuan pemberian hadiah adalah untuk memotivasi anak melakukan kebaikan lebih banyak lagi.

Itulah 7 hal yang biasa aku terapkan di rumah dalam menerapkan pendidikan karakter untuk anak usia dini. Tentu saja masih banyak kurangnya, tetapi bukankah lebih baik daripada tidak berikhtiar sama sekali kan? Kalau di rumah sohib kongkow gimana nih? Share yuk di kolom komentar.

14 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Nah bener banget, ngomongion generasi banyak banget julukannya setelah ada generasi Milenial dan Gen Z, gak keren dong kalau selanjutnya generasi strawberry. Memang pembentukan karakter harus dimulai sejak dini, nih agar tidak semakin parah.

    ReplyDelete
  2. Setuju Mbak, pembentukan karakter anak harus dimulai sejak dini. Bonding, berikan batasan dan jadi teladan, adalah pilarnya.
    Btw, seneng banget baca: "batasi screen time",
    Zaman sekarang, banyak ortu yang menjadikan gadget sebagai pengasuh kedua.
    Makasih ya Mbak, artikelnya bagus dan sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  3. Karakter hal pernting, yang pelru ditanamkan sejak dini ya, COach. Karena karakter tidak muncul begitu saja, karakter itu dibentuk. Orang tua harus mengarahkan tentunya agar anak menjadi anak berkarakter ya. Tulisannya recommended banget

    ReplyDelete
  4. Tugas berat orang tua ya untuk membimbing anak2nya, tapi di masa depan insyaAllah akan lebih baik kalau dr kecil sudah terbentuk.

    ReplyDelete
  5. Wah, banyak ya nama untuk tiap generasi. Dan baru denger ini tentang generasi Strawberry, mb. Aku jadi worry nih dg anakku. Sebelum terlambat, pasti bisa membentuk karakter anak jd lebih baik. Makasih infonya mb

    ReplyDelete
  6. Sebagai orang tua harus aware dengan nilai-nilai yang harus ditanamkan pada anak, karna dari nilai itu akan membentuk karakter. APalagi tantangan ke depan semakin berat seiring perkembangan teknologi metaverse. Membaca ulasan ini begitu senang, ada orang tua yang aware terhadap kondisi yang dihadapi anak.

    ReplyDelete
  7. Aku baru pernah denger generasi strawberry ini mba hehehe
    Batasan untuk sesuatu emang penting si, aku setuju. Biar anak paham tentang batasan dan nggak keblabasan. Walaupun emang pada awalnya suka crangky apalagi masalah screen time.

    ReplyDelete
  8. Hiks serius aku pun pernah suatu waktu merasa khawatir banget dengan keadaan anakku dimasa depan kaya gimana melihat kondisi jaman sekarang aja udah kaya gini.. Semoga anak2 slalu terkondisikan karakternya .. Amin

    ReplyDelete
  9. Oh itu namanya strawberry generation ya..duh duh sudah main banyak aja istilah zaman now. Pendidikan karakter anak usia dini menjadi sangaattt penting ya mbak untuk mencegah anak memiliki mental gampang menyerah seperti generasi mengkerut ini. Duh jangan sampai deh anak-anak kita menjadi begini.

    ReplyDelete
  10. bener banget nih mbak, Karakter yang utama untuk dimiliki seorang anak. Baru tahu istilahnya, strawberry generation, hehhee :D
    Setuju banget sama tipsnya, Mbak. makasih ya Mbak mar, agak nyentil, batasi screen time sama anak, ponakan kadang tantrum pengalihannya malah disodorin hp :3

    ReplyDelete
  11. Jujur baru tau istilah strawberry generation, tpi emg bner ga jarang anak gen X yg berlaku sprti itu.
    Emg harus dibiasakan dan dibangun sejak dini ya karakter baik dalam diri anak ini

    ReplyDelete
  12. ah
    simpan lagi nih buat ilmu mas depan hihi makasih kak marita sharingnya

    ReplyDelete
  13. PR banget masalah membatassi screne time, perlu pengawassan yang benar-benar dari kita sebagai orang tua, dan bener banget, bondingnya harus kuat dulu sebelum yang lain agar langkah-langkah selanjutnya lebih mudah dikomunikasikan

    ReplyDelete
  14. Wah, sekarang sudah ada generasi strawberry jg nih.. Hehee,,
    Untuk screen time ini harus kita batasi sejak anak dini ya agar tidak jadi kebiasaan..

    ReplyDelete