header marita’s palace

Mencintai Bangsa dengan Sederhana

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Selalu dipuja-puja bangsa
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata

Kecintaan saya belajar bahasa asing tidak pernah menutup rasa cinta saya pada bangsa dan negara ini. Bahkan meskipun saya tercatat sebagai lulusan Sastra Inggris di salah satu universitas swasta di Semarang dan hingga sekarang masih mengajarkan Bahasa Inggris untuk anak-anak di sekitar lingkungan rumah saya, tetapi bahasa Indonesia tetaplah menjadi bahasa yang paling saya suka.

Saya mencintai Indonesia dengan segala kekayaannya, baik itu bahasa, budaya ataupun keberagaman sukunya dengan sederhana. Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saya akan sangat antusias ketika diberi kepercayaan untuk membacakan Pembukaan UUD 1945. Dengan lantang berdiri di tengah-tengah lapangan, saya membacakan dasar-dasar UU negara Indonesia penuh percaya diri. Bahkan beberapa teman saya berkata, “kalau kamu yang baca nggak usah diberi mik, seluruh sekolah juga sudah dengar.” Kecintaan saya menjadi petugas upacara dengan spesialisasi sebagai pembaca pembukaan UUD 1945 terus berlanjut hingga duduk di bangku sekolah menengah. Meskipun saya tidak pernah bisa lolos menjadi petugas pembawa atau pengibar bendera, membacakan UUD 1945 telah menjadi hal yang paling berharga untuk saya saat itu demi menunjukkan rasa cinta saya kepada Indonesia.

Upacara Bendera
Sumber: www.google.com

Jika bagi sebagian besar anak sekolah sangat membenci upacara, lain halnya dengan saya. Upacara bendera selalu menjadi hal yang paling saya tunggu, entah saat itu saya mendapat tugas ataupun hanya sebagai peserta, saya akan selalu antusias menyambut datangnya hari Senin ataupun hari-hari besar di saat upacara bendera diadakan. Saat saya tidak sedang bertugas, saya akan dengan sigap segera memilih barisan terdepan, barisan yang selalu dihindari oleh teman-teman dengan alasan tidak bisa santai ataupun tidak bisa mencuri-curi waktu untuk ngobrol. Upacara bendera dan segala rangkaian kegiatan protokolernya selalu mampu membuat saya takjub. Mungkin saya tidak akan pernah bisa menghunus pedang untuk menumpas musuh negara, namun cukup dengan berbaris di deretan terdepan sembari menikmati teks Pancasila dibacakan, menyanyikan lagu Indonesia Raya sembari menghormati sang saka Merah Putih, menghayati Pembukaan UUD 1945 dan menyanyikan lagu-lagu wajib yang kini sudah jarang diperdengarkan sudah menjadi cara tersederhana saya untuk mencintai negeri ini.

Selalu berpenampilan rapi dengan berseragam lengkap dengan ikat pinggang, baju atasan yang tak pernah keluar dari rok macam anak remaja jaman sekarang, sepatu hitam lengkap dengan kaos kaki panjang hingga ke betis juga salah satu kebanggaan saya untuk menunjukkan bahwa anak Indonesia itu rapi dan disiplin. Pramuka dan Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) adalah dua ekstrakurikuler yang selalu menjadi kesukaan saya sejak SD hingga SMA. Dua jenis ekstrakurikuler yang telah menggembleng dan memperkuat kecintaan saya terhadap tanah air dengan segala kegiatannya yang selalu bersifat nasionalis. Selain dua kegiatan tersebut, sejak SD hingga SMP saya juga pernah cukup aktif mengikuti kursus tari tradisional, ada beberapa tarian yang bisa saya kuasai saat itu, seperti Tari Merak, Bondan, dan Yapong. Dulu saya merasa sangat keren jika bersama teman-teman membawakan sebuah tarian di atas panggung, saya merasa senang bisa ikut melestarikan budaya bangsa. Namun saya sangat menyesal kenapa saat itu saya tidak meneruskan berlatih tari tradisional, sungguh miris melihat perkembangan kesenian tradisi yang semakin terpinggirkan dan tergerus oleh Korean Waves sekarang ini.

Baca Puisi Ala Rendra
Sumber: www.google.com

Tulisan juga menjadi cara terampuh untuk meluapkan rasa cinta saya pada Indonesia. Meski belum bisa dibandingkan dengan para blogger atau penulis lainnya yang telah mampu mengangkat nama Indonesia dengan luar biasa lewat catatan-catatan mereka, sejak SD ibu saya selalu melatih untuk membuat puisi dan kemudian meminta saya membacakannya di hadapan beliau. Salah satu puisi buatan saya yang saat ini masih saya kenang berjudul Indonesia. Saat itu saya duduk di kelas 4, guru meminta kami untuk menuliskan puisi dan karya terbaik akan dibacakan di depan kelas. Tanpa berpikir panjang saya membuat puisi yang terdiri dari beberapa bait, dan tanpa saya sangka puisi saya mendapat nilai tertinggi. Sayangnya saya sudah tidak memiliki dokumentasi dari puisi tersebut. Karena puisi saya menjadi karya yang terbaik, guru pun meminta saya untuk membacakannya di depan kelas. Sejak saat itu setiap ada lomba baca puisi yang dulu sering diadakan dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, saya selalu ikut serta. Membacakan sajak-sajak dari Chairil Anwar dan puisi-puisi bersifat kebangsaan dengan penuh semangat serasa membuat saya bereinkarnasi seperti pejuang yang sedang berada di medan laga.  Menang atau kalah menjadi hal yang kesekian untuk saya ketika mengikuti lomba-lomba tersebut, saya hanya sangat menikmati menjadi bagian dari bangsa ini dengan cara tersebut. Hingga duduk di bangku kuliah pun saya bersama teman-teman saya di teater masih suka membaca puisi. Puisi menjadi sarana termudah dan terindah untuk menyampaikan salam cinta saya pada Indonesia. Sayangnya lomba-lomba seperti ini sudah mulai jarang saya temui di daerah tempat tinggal saya sekarang.

Penyerahan Hadiah Lomba Esai
Sumber: Koleksi Pribadi
Salah satu bentuk cinta saya pada Indonesia yang saya kemas melalui bentuk tulisan selain puisi-puisi nasionalis yang hingga kini masih sering saya tulis di buku harian pribadi saya adalah sebuah esai yang saya ikutkan pada lomba penulisan esai tentang pengajaran Bahasa Indonesia untuk guru sekolah dasar yang diadakan oleh Balai Bahasa Jawa Tengah tahun 2008.  Esai itu menjadi sebuah kebanggaan terbesar saya karena mampu meraih juara ketiga. Saat itu saya menuliskan tentang “Outbound Sebagai Sarana Pengajaran Bahasa Indonesia yang Menarik, Inovatif, dan Kreatif”. Yang membuat saya senang saat memenangkan lomba tersebut bukan karena saya mendapat hadiah yang cukup tebal untuk ukuran kantong guru honorer saat itu, tapi karena saya bukan pengajar bahasa Indonesia dan esai saya bisa menjadi salah satu juaranya.
Sawo Kecik dalam Sungsang
Sumber: Koleksi Komunitas
Berteater juga salah satu bentuk saya mencintai Indonesia. Bersama teman-teman seperjuangan saat kuliah, kami mulai resah ketika nanti lulus apakah tetap bisa berkesenian, akhirnya kami membentuk Komunitas Seni Sawo Kecik. Pada awalnya kami menciptakan komunitas ini untuk dapat memberikan wadah untuk berkreasi. Namun lewat Sawo Kecik pula kami menyalurkan rasa cinta kami pada bangsa ini. Telah tercatat beberapa kegiatan yang pernah kami ikuti, dari happening art pada tahun 2008 dalam rangka hari AIDS sedunia, pementasan Sungsang di tiga kota (Solo, Yogyakarta dan Semarang) pada tahun 2008 yang mengangkat tentang nasib-nasib orang yang diberi label PKI oleh sejarah, menjadi pemenang dari festival teater di Surabaya dalam rangka HUT RI dan masih beberapa kegiatan lainnya.
Keluarga besar saya hampir semua menjadi pendidik, mencintai tanah air adalah hal yang selalu diajarkan oleh eyang dan orang tua saya. Salah satu cara yang paling saya ingat adalah ketika eyang saya mengadakan lomba kecil-kecilan pada saat perayaan ulang tahun eyang kakung (sayangnya saya lupa ulang tahun yang keberapa). Kebetulan hari lahir eyang terpaut satu hari sebelum HUT RI, setiap tanggal 17 Agustus setelah sepulang dari upacara, keluarga besar selalu berkumpul untuk merayakan ulang tahun beliau. Saat itu eyang putri telah menyediakan berbagai hadiah dan meminta cucu-cucunya membacakan Pancasila dan menyanyikan lagu wajib Hari Merdeka. Pemenangnya tentu saja yang berhasil melewati dan menaklukkan tantangan tersebut dengan baik. Sebagai cucu tertua saya mendapat giliran pertama, Pancasila jelas hafal di luar kepala, namun ternyata waktu menyanyi Hari Merdeka lidah sempat keseleo di bagian “kita tetap setia, tetap sedia..”, akhirnya gagal deh jadi pemenang, untungnya semua dapat hadiah. Hayo, ada yang bisa menyanyikan Hari Merdeka nggak? Yang nggak hafal boleh nyontek di sini.

Seni dan tulisan adalah hal yang tak pernah bisa lepas dari diri saya, sebagaimana Indonesia yang tak akan pernah mampu terhapus dari kehidupan saya. Meski mungkin saya tidak bisa menorehkan hal-hal yang besar, saya ingin tetap terus bisa mencintai bangsa ini walau hanya dengan cara yang sederhana. Cita-cita saya terdekat adalah membuat perpustakaan mini untuk meningkatkan minat baca anak-anak di lingkungan rumah saya dan membuat sanggar seni bagi anak-anak untuk meningkatkan kecintaan mereka terhadap bangsa dan negara melalui puisi, lagu dan tari. Bismillah.

Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Aku dan Indonesia.


2 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
    Dicatat sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Pakdhe.. semoga beruntung mendapat tanda mata dari BlogCamp :) aamiin

      Delete