header marita’s palace

Bekerja di Ranah Domestik ataupun Publik, Semua Perempuan itu Hebat!

Bekerja di Ranah Domestik ataupun Publik, Semua Perempuan itu Hebat!

Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

A: “Kerja di mana sekarang?”

B: “Nggak kerja kok. Aku cuma IRT, di rumah saja ngurus anak-anak.”

C: “Istrimu kerja apa?”
D: “Nggak kerja dia, di rumah saja ngurus anak-anak.”


Sebuah situasi yang sampai detik ini masih sering terjadi. Betapa status ibu rumah tangga masih menjadi hal yang terasa memilukan, jauh di belakang dan tidak memiliki nilai. Lucunya, bukan hanya para lelaki yang menganggap bahwasanya IRT bukanlah sebuah status yang patut diapresiasi. Namun, para IRT-nya sendiri pun masih sedikit yang memiliki kebanggaan terhadap status yang mereka jalani.


Salahkah memilih menjadi IRT?
Apakah benar hanya karena memilih menjadi IRT sama halnya para perempuan itu tidak bekerja?
Apakah perempuan-perempuan lulusan perguruan tinggi terlihat begitu menyedihkan jika mereka memilih mengabdikan diri kepada keluarga?

Aku pernah ada di posisi merasa sangat terpuruk karena pada akhirnya aku harus berhenti bekerja di ranah publik. Maklum, aku adalah hasil dari sistem pendidikan yang mana mengajarkan bahwasanya perempuan harus sekolah tinggi-tinggi agar bisa sederajat dengan para lelaki. Harus punya pekerjaan yang bagus dan mandiri secara finansial, tidak boleh hanya bergantung dengan suami.

Apalagi dengan latar belakang pernah memiliki prestasi akademik yang cukup istimewa. Memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga bukanlah sebuah hal yang mudah. Menjawab satu per satu pertanyan para tetangga dan keluarga besar atas keputusan tersebut seringkali melelahkan. Menghadapi gejolak diri saja masih tak sanggup, ditambah harus meladeni berbagai pertanyaan kenapa begini, kenapa begitu.

setiap ibu itu bekerja

Menjadi IRT saat itu terasa sangat suram dan tidak membanggakan. Betapa terasa sia-sia pernah kuliah kalau akhirnya tidak bekerja dan hanya tinggal di rumah, pikirku saat itu. Hingga kemudian perjalanan hidup membawaku pada sebuah titik yang membuatku memahami sebuah hal besar;

Semua ibu itu bekerja!

Menuju Ibu Profesional


Aku sudah mulai berdamai dengan keadaan. Aku mulai menikmati peranku menjadi IRT. Namun aku masih belum menganggap bahwa IRT adalah sebuah status yang membanggakan. Untuk meningkatkan pride, aku mencari kesibukan yang bisa dilakukan di rumah. Dari memberikan les bahasa Inggris hingga kemudian beralih menjadi seorang content writer. Aku masih enggan menyebut diriku sebagai IRT, aku lebih sering menyebutkan profesiku sebagai freelance content writer di berbagai kesempatan.

Lalu bertemulah aku dengan matrikulasi Institut Ibu Profesional batch #4. Sebuah kelas belajar yang telah kunantikan begitu lama. Kelas belajar yang kemudian merubah pola pikirku tentang ibu rumah tangga.

Setiap perempuan memiliki jalan hidupnya masing-masing. Setiap perempuan memiliki takdirnya masing-masing. Sudah sepantasnya setiap perempuan saling memberikan dukungan dan kekuatan, bukan malah menghabiskan waktu dengan mom war. Kalau dipikir-pikir perempuan yang suka banget mom war sebenarnya karena insecure dan kurang pede dengan dirinya sendiri.

setiap ibu memiliki jalan hidupnya masing-masing

Kenapa aku berani berkata begitu? Karena itu yang kurasakan saat membagikan meme tentang IRT lebih mulia dari ibu yang bekerja. Karena aku merasa insecure dan kurang pede atas kondisiku sebagai IRT, aku mencari-cari cara untuk membuatku terlihat keren dan pilihan hidupku terlihat yang paling baik.

Hari ini aku berani menertawakan diriku pada saat itu. Betapa piciknya, betapa bodohnya dan betapa kasihannya. Namun nggak bisa disalahkan juga, karena selama ini doktrin di masyarakat tertancap kuat bahwasanya IRT itu nggak keren, IRT nggak bekerja, IRT nggak mandiri, IRT nggak berkelas, IRT nggak perlu sekolah tinggi, dsb.

Sekarang aku bisa dengan bangga berkata, “Halo, namaku Marita. Aku IRT. Ya, aku bekerja di rumah. Mengurus anak-anak dan segala keperluan domestik. Untuk mengisi waktu luang, aku juga suka ngeblog.”

Jika ingin dihargai dan diapresiasi oleh orang lain, maka sejatinya kita harus lebih dulu menghargai dan mengapresiasi diri sendiri.

Dengan mengikuti kelas matrikulasi, aku memahami bahwa semua perempuan bisa menjadi ibu profesional, terlepas apapun profesinya. Selama ia berusaha menjalankan perannya sebagai ibu semaksimal mungkin, memahami potensi diri dan prioritas hidupnya, maka di situlah letak profesionalismenya.

Semua perempuan bisa memilih perannya masing-masing; apakah akan bekerja di ranah publik ataupun di ranah domestik. Selama dalam menjalani pekerjaan pilihannya tersebut, mereka berdedikasi penuh tanpa mengabaikan hak anak-anak dan pasangan, maka di situlah mereka telah mampu profesional.

Jika selama ini kita seringkali mengkategorikan bahwa perempuan bekerja hanyalah mereka yang kerja kantoran, dan IRT tidak masuk kategori perempuan bekerja. Maka kini saatnya kita rubah mindset tersebut; bahwasanya setiap perempuan itu bekerja. Perempuan yang memilih kerja kantoran sudah jelas mereka bekerja. Namun para IRT pun juga wajib diapresiasi sebagai perempuan bekerja.

Dua Jenis Ibu Bekerja


Ibu Bekerja di Ranah Publik

ibu bekerja di ranah publik

Para ibu yang memilih bekerja kantoran artinya mereka memilih untuk bekerja di ranah publik. Setiap hari mereka memiliki jam kerja yang terikat, misal masuk jam 8 pagi pulang jam 5 sore. Mereka harus berhadapan dengan dokumen-dokumen, klien-klien yang beranekaragam sifatnya serta kewajiban-kewajiban yang tak sedikit.

Sesampainya di rumah, masih ada sebagian besar yang tetap harus berkutat dengan urusan domestik. Mereka tetap memasak, mereka tetap memandikan anak-anak, mereka menemani anak-anak belajar. Lantas pantaskah kita, para ibu yang memilih seharian di rumah, merasa lebih baik dari mereka?

Ibu Bekerja di Ranah Domestik

ibu bekerja di ranah domestik

Para ibu yang memilih bekerja untuk di ranah domestik, maka artinya ia memilih untuk mengabdikan dirinya sepenuh hati dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga dari A to Z. Jam kerja mereka tidak terikat. Bahkan seringkali mereka tak membuat jam kerja khusus, maka tak jarang IRT sering merasa kehabisan waktu. Banyak yang harus dikerjakan, rasa-rasanya tak ada habisnya.

Setiap hari para ibu yang bekerja di ranah domestik ini harus menghadapi klien yang terkadang rewel, minta gendong setiap menit, tidak mau ditinggal menyelesaikan pekerjaan lain. Belum lagi klien yang lebih besar tanpa lihat suasana yang sedang dihadapi, minta dibuatkan teh atau kopi dengan segera.

Di sela-sela mengerjakan urusan domestiknya, tak sedikit para ibu yang mengikuti kulwap-kulwap untuk meningkatkan kualitas dirinya agar bisa semakin mumpuni dalam pengasuhan anak ataupun dalam ilmu-ilmu lain yang diminatinya. Jadi pantaskah kita, para ibu yang memilih bekerja di kantor, merasa lebih baik dari mereka?

Things To Do Untuk Semua Ibu

Yakinlah baik ibu yang bekerja di ranah domestik ataupun publik sama-sama memiliki pekerjaan yang menantang. Setiap ruang karya yang dipilih memiliki tantangannya masing-masing. Daripada membicarakan perbedaan di antara ibu yang memilih bekerja di ranah domestik dan ibu yang bekerja di ranah publik, mari kita cari persamaan yang seharusnya sama-sama dimiliki oleh setiap ibu tersebut.

mengelola jam kerja dan kandang waktu

Mau bekerja di ranah publik ataupun domestik, setiap ibu sudah sepantasnya memiliki jam kerjanya sendiri. Meski kita bekerja di rumah sebagai IRT, jangan anggap sepele tentang jam kerja. Dengan menentukan jam kerja kita sendiri, kita jadi lebih menghargai waktu. Kita juga bisa mengerjakan hal lain di luar urusan rumah tangga. Buatlah kandang waktu; misal jam 05.00 - 07.00 adalah kandang waktu untuk mengerjakan urusan domestik, lalu jam 07.00 - 19.00 adalah area bebas di mana bisa kita gunakan untuk menggali potensi diri, menjalani hobi hingga memandu bakat anak-anak.

Mau bekerja di ranah publik ataupun domestik, setiap ibu harus mengenali potensi dirinya. Ibu yang mampu menemukan potensi dirinya, akan lebih percaya diri dan fokus dengan kehidupannya sendiri. Potensi diri bisa menjadi kekuatan bagi ibu dalam berperan secara maksimal di setiap jenis profesi yang digelutinya.

mengelola potensi diri dan passion

Mau bekerja di ranah publik atau domestik, setiap ibu harus menemukan passion mereka. Passion ini adalah bahan bakar yang bisa menjadikan waktu lebih bermakna. Passion ini adalah amunisi bagi setiap ibu untuk tetap mampu melejit dalam ruang-ruang karyanya. Ibu bekerja di ranah publik yang suka baking roti, bisa memaksimalkan waktu liburnya untuk meningkatkan skill baking dengan lebih baik. Ibu bekerja di ranah domestik yang suka menulis bisa ngeblog di sela-sela waktunya menyapu, mengepel, mencuci pakaian dan menemani anak-anak belajar.

Dengan memahami bahwasanya setiap ibu bekerja, kita jadi lebih mudah untuk menghargai pilihan masing-masing. Tidak ada pekerjaan yang lebih berat ataupun lebih ringan, semua memiliki tantangannya masing-masing. Maka, apapun pilihan pekerjaanmu. Mau menjadi IRT, karyawan kantor, freelancer, ataupun pebisnis, yakinlah para perempuan… kalian keren dan hebat dengan segala hal yang ada di dalam diri! Maju terus perempuan Indonesia. Selamat bekerja untuk peradaban dunia yang lebih baik!

Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

wonderful ladies

1 comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Kita sekelas nih di Buncek ternyata. 😁

    Banyak orang berpendapat bahwa IIP "menebar" euforia resign dan being IRT is better. Aku pun sempat berpikir begitu. Tapi, as the time goes.. makin belajar, jadi mulai memahami "inside out" itu seperti apa 😍❤

    ReplyDelete