header marita’s palace

Monica Anggen: Catatan Seorang Penulis Buku Best Seller

profil penulis best seller monica anggen
Bertemu mbak Monica Anggen dan 5 coach lainnya adalah salah satu manfaat dan berkah mengikuti kelas Growthing. Kelas ini bukan sekadar anak tangga menuju sebuah wawasan dan pengalaman baru. Namun bertemu dengan para coach yang istimewa, membawa banyak inspirasi yang membuatku berdecak kagum tiada hentinya.

Sebagian dari keistimewaan mbak Monica pernah kubagikan di tulisanku mengenai alasan menulis blog. Namun semakin kenal lebih dekat, semakin kita tahu seperti apa sih sosok tersebut, semakin hilang pula segala asumsi yang semula bertebaran di kepala.

Kesan Pertamaku tentang Mbak Monica Anggen

Aku lupa tepatnya kapan mengenal mbak Monic. Pasti karena ada hubungannya dengan pekerjaan penulisan. Sebagai tipe orang yang woles, aku nggak begitu bermasalah dengan karakter orang lain, apalagi via dunia maya.

Selama sosok itu amanah, aku tak pernah ambil pusing bagaimana karakternya dalam keseharian. Apalagi terkait job, biasanya aku hanya baca brief sebaik mungkin. Menanyakan yang kurang paham, melakukan yang klien minta dan segera mengeksekusi job tersebut.

Lalu melaporkannya segera mungkin. Jika klien sudah oke, aku lega. Jika klien belum oke, maka aku akan memperbaiki sesuai kemauan klien. Sama halnya dengan pedagang bahwasanya pembeli adalah raja. Buatku, sebagai orang yang bekerja di bidang jasa, klien adalah raja. Maka pamali buatku membicarakan klienku di luaran begini dan begitu.

Suatu waktu mampirlah di telingaku sebuah kalimat-kalimat tak cukup oke tentang mbak Monic. Cukup sering dan membuatku terganggu. Aku sempat khawatir kalau begini dan begitu. Lalu aku napak tilas sejarah kerjasamaku dengannya, tak ada satupun amanah yang diciderai. Maka saat itu segera kututup telinga kiri dan kanan.

Di antara banyak klien yang pernah bekerjasama, mbak Monic masuk dalam daftar klien teramanah yang pernah kudapatkan. Lalu untuk apa aku khawatir hanya karena isu dan kabar burung yang nggak jelas. Sebagaimana dalam menjalani hubungan percintaan, kepercayaan adalah salah satu hal terpenting. Begitu juga saat menjalin kerjasama dengan klien, mempercayai dan dipercayai klien adalah sebuah kunci menjaga keawetan hubungan.

life quote by maritaningtyas.com
Alhamdulillah, aku melakukan sebuah cara yang tepat. Kalau aku memilih jalan lain, mungkin aku tak sampai di BRT (Blogger Ruang Tunggu). Jika tak sampai di BRT, kemungkinan besar aku juga ketinggalan info terkait kelas Growth yang penuh kejutan ini.

Pada akhirnya lewat Growthing pula, aku semakin bisa melihat dengan jelas sosok Mbak Monica Anggen yang sebenarnya. Doi memang terkesan judes, galak dan nggak bersahabat, tapi kalau sudah kenal... baik banget kok.

Dan aku nggak kaget, soalnya aku pun casingnya sama kek mbak Monic begitu. Nggak sedikit orang yang bilang aku galak lah, judes lah, begini dan begitu. Ya emang beginilah keadaanku, mau berteman hayuk. Nggak juga nggak apa-apa. Kita nggak mungkin kan merubah karakter diri sendiri hanya biar diterima oleh banyak orang?

Membaca chat-chat panjang mbak Monic saat menyampaikan materi tentang kepenulisan atau saat menjawab pertanyaan-pertanyaanku, aku tahu banget doi sosok yang sangat jujur dan tulus. Tegas adalah satu kata yang mewakili mbak Monic secara keseluruhan. Kalau bicara memang thes-thes, tanpa tedeng aling-aling, tapi bener.

Kalau mau membaca dengan hati kalimat-kalimatnya yang berkesan nyelekit untuk sebagian orang, sejujurnya banyak banget wejangan yang selalu tersirat di dalamnya. So, don’t judget the book by its cover. Kenalilah siapa klienmu, sebelum bikin penilaian ini itu! Kalau kamu tersinggung, jangan-jangan yang dikatakan klien tentang dirimu memang benar. Sebelum mengkritisi orang lain, kritisi diri sendiri terlebih dahulu.

Belajar dari Perjalanan Hidup Seorang Penulis Best Seller

Semua orang punya perjalanan hidupnya masing-masing yang membentuk bagaimana karakternya saat ini. Memahami perjalanan seseorang, membuat kita semakin mudah menerima setiap perbedaan karakter dari banyak orang yang kita temui.

Aku selalu kepo dengan kehidupan seorang penulis, apalagi penulis yang sudah menelurkan 50an buku seperti mbak Monic. Aku selalu pengen tahu apakah sejak kecil memang sudah suka menulis atau baru menjalani passion-nya ketika sudah dewasa, dan banyak pertanyaan lain berkecamuk di dalam pikiranku.

Dari hasil ngobrolku dengan mbak Monic, aku jadi tahu bahwa doi sudah suka menulis sejak kecil. Bahkan sejak SD dan SMP, mbak Monic sudah menyadari adanya passion tersebut. Namun karena papanya tak setuju dengan cita-citanya itu, dia memilih menunggu momen yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu saat sudah berpenghasilan sendiri.

Diceritakan oleh mbak Monica, bahwa dia menulis secara serius sekitar 2009-2010. Berawal menjadi penulis artikel untuk Anne Ahira dan mengikuti beberpa proyek antologi. Pada tahun tersebut, mbak Monic merasa itulah momen paling tepat, saatnya untuk mengejar impian dan cita-cita lama yang sudah sangat ingin ia wujudkan.

Aku jadi semangat membara membaca secuil pengalaman mbak Monic ini, berarti usia tidaklah menutup pintu impian. Jika kita bersungguh-sungguh pada impian tersebut, maka tak ada kemustahilan kalau suatu saat akan terwujud. Dengan catatan, butuh kerja keras dan komitmen yang nggak main-main.

Dari sekian banyak buku yang sudah diterbitkan oleh mbak Monic, novel berjudul "Tersesat di Kuburan Tua,” terbitan Tiga Serangkai pada tahun 2012 adalah buku pertamanya. Buku pertama katanya selalu menjadi tonggak dan acuan untuk menulis proyek-proyek berikutnya. Namun dalam waktu yang berdekatan dengan terbitnya buku pertamanya, mbak Monic juga menulis novel “Love, Edelweiss, and Me” yang kemudian sempat menjadi best seller. Pada tahun yang sama, mbak Monic juga berhasil menjadi pemenang lomba menulis buku nonfiksi di Grasindo.

beberapa buku dari penulis best seller Monica Anggen
Waah, keren! Tahun produktif banget ya. Aku jadi flashback pada tahun itu aku ngapain aja? Lalu kuingat tahun itu aku baru saja melahirkan anak pertama, resign dari kerja kantoran  dan nyemplung ke dunia content writer, wkwk. Saat mbak Monic sudah bikin novel ini dan itu, aku baru mulai kenal sama proyek-proyek antologi, hehe.

Kuyakin bahwa di antara banyak buku yang diterbitkannya, setiap penulis pasti punya buku paling berkesan, begitu juga mbak Monica. Ternyata buku seri “Yakin Selamanya Mau Dipojokkan” dan “Nggak Usah Kebanyakan Teori Deh” menjadi buku paling berkesan dalam proses penulisannya. Menurutnya doi enjoy banget saat proses menulis dua buku tersebut. Memang kalau sudah enjoy itu, rasanya jadi lebih beda dan dalam ya, pals?

Namun ada juga sebuah buku yang meninggalkan sebuah kesan paling personal bagi mbak Monic. Berjudul “Sunrise at the Sunset.” Duh, baca judulnya agak gloomy menyayat hati gimana nggak sih? Menurut penuturan mbak Monic, selama proses penulisan novel ini, tokohnya sering datang ke mimpinya. Yang lebih nyesek, di hari buku itu diterbitkan, hari itu juga tokohnya meninggal dunia.

Lalu aku semakin kepo dong, siapakah sosok dalam novel ini? Ternyata tokoh yang menginspirasi atas lahirnya novel ini adalah cinta pertamanya Mbak Monic. Hmm… memang penulis kelas kakap itu luar biasa ya. Bisa mengubah pengalaman pribadi menjadi cerita yang mengharubiru. Lalu aku ingat punya banyak kisah yang ingin kubukukan, tapi tak tahu harus mulai dari mana, harus berguru khusus nih keknya ke mbak Monic.

Saat aku bertanya pada mbak Monic, apakah masih ada impian terkait dunia tulis-menulis yang belum terwujud. Ternyata ada dong. Selama dua tahun terakhir, doi sedang merancang buku seri. Seri ini nanti terdiri dari 7 buku. Nah, mbak Monica pengennya buku ini bisa terbit di momen yang pas. Tentu saja pengen buku-buku tersebut bisa tersebar merata di seluruh Indonesia, dan dibaca buat generasi yang akan datang.

Wah, jadi penasaran 7 buku itu apa saja… kalian juga penasaran seperti aku? So, keep in touch terus sama Mbak Monica Anggen lewat akun media sosial dan blognya berikut ini ya:

medsos dan blog mbak Monica Anggen


Penulis, Blogger dan Istri

Blogger itu juga salah satu jenis penulis, tapi penulis tak selalu bisa menjadi blogger. Itu pendapat pribadiku sih. Makanya aku kepo sebenarnya kalau disuruh memilih antara menjadi penulis atau blogger, mbak Monic bakal memilih yang mana.

Sesuai tebakanku, mbak Monic lebih memilih menjadi penulis buku. Dengan karakternya yang memang tak cukup nyaman berinteraksi dengan orang lain dan sering mengalami kesulitan saat berada di antara banyak manusia, bingung mau ngomong apa, merasa serba salah, apalagi ada drama baper-baperan yang kadang tiada ujung, menurut mbak Monic menulis buku adalah kondisi paling ideal.

Bahkan di akhir 2019, mbak Monic sudah memutuskan untuk mundur perlahan dari dunia blogging. Sudah stop hadir ke beberapa event offline. Meskipun untuk kegiatan yang sifatnya online, doi masih menikmati kok. Katanya karena bisa bersembunyi di balik layar. Aaah, I see…

Meski lebih memilih menjadi penulis buku, bukan berarti mbak Monica nggak suka ngeblog. Bagaimanapun dunia blogging kan tak jauh dari dunia kepenulisan juga. Hanya saja ternyata menurut mbak Monic, ngeblog itu playtime khusus bersama sang suami tercinta, mas Pewe. Duh duh duh, couple goals banget nggak sih? Bahkan waktu bermain dua orang inspiratif ini sangat produktif ya?

Mbak Monica, Queen of Mas Punto
Nah, terkait hubungan suami istri, aku jadi kepo dong pengen tahu bagaiman sih mbak Monic membagi waktunya antara menjadi penulis, istri dan ibu. Aku dong meleleh membaca jawaban mbak Monic;
Bagi dia, I am his queen.
Eleuh, eleuh… so sweet abis.

Lalu mbak Monic menuturkan bahwa bukan typical yang istriable banget. Bukan tipe istri yang harus bisa 100% melayani suami, masak dan melakukan pekerjaan yang biasa ditangani seorang istri. Aku mendadak merasa punya teman lo ini.

Dan aku setuju sih kunci dari semuanya ya komunikasi. Sebagaimana disampaikan oleh mbak Monic bahwa dalam berumahtangga, suami dan istri adalah partner. Semua bisa dilakukan bersama dan dibagi rata. Ini juga yang kulakukan dengan suami di rumah. Alhamdulillah nggak masalah tuh doi nyuapin anak, akunya nonton drama Korea… wkwk.

Hal paling so sweet adalah kata mbak Monic, mas Pewe adalah tipe suami yang suka memanjakan istrinya. Duh duh duh, toss banget lah mbak… aku tuh happy banget ngobrol sama mbak Monic karena merasa ketemu orang dengan kondisi yang sama. Selama ini kalau ketemu segerombolan emak-emak, selalu yang jago masak, jago dandan, jago ngurus anak…. dan aku merasa jadi remahan rengginang.

Pesan mbak Monic, membangun sistem mau itu di pekerjaan ataupun dalam rumah tangga adalah hal paling penting. Apalagi sebagai sosok yang mengaku suka kerja secara acak dan mengikuti hati, namun tetap harus berjalan sesuai skala prioritas, sistem itu harus banget terbangun dengan baik. Oleh karenanya komunikasi dengan suami sebagai partner hidup kita kudu dijaga dengan baik.

Menutup tulisan ini aku mau membagikan 11 tips dalam menjaga pernikahan ala mbak Monia Anggen:

tips menjaga pernikahan ala mbak monica anggen

1. Bertahan untuk selalu bersama di setiap suka duka

Namanya hidup rumah tangga ya nggak cuma senangnya saja kan? Masa senangnya mau, begitu susah abang ditendang? Apapun kondisinya, ingat selalu untuk bergandengtangan, pals.

2. Terus belajar untuk saling mencintai

Cinta itu bukan hal abadi. Harus selalu dijaga untuk tetap membara. Caranya setiap pasangan pasti punya teknik masing-masing. Kalau aku sih selalu mengagendakan adanya couple time.

3. Mendukung satu sama lain

Saling mendukung dalam urusan pekerjaan dan menjalani passion itu harus. Menjalani pekerjaan dan passion yang didukung pasangan itu rasanya lebih semangat lo, pals. Bahkan suamiku main game aja kudukung kok. Ya kan lebih baik main game daripada main perempuan to? Wong suami juga nemenin istrinya nonton drakor, wkwk.

4. Berbagi tugas dalam urusan rumah tangga

Jangan kaget bin nyinyir gitu loh kalau lihat ada lelaki yang mau bantu istrinya menjemur baju atau nyuapin anak. Istrinya ngapain aja? Dikira tuh baju langsung bersih sendiri, wkwk. Ya kan bagi-bagi dong… istri nyuci suami njemur. Suami ngejar-ngejar anak, istri bikin konten, hehe.

5. Menjadi diri sendiri adalah kunci agar pernikahan tetap sehat

Apa jadinya kalau suami dan istri saling pasang topeng? Kok serem yaks. Kalau kita masih belum bisa terbuka tentang siapa diri kita sesungguhnya secara all out pada pasangan, berarti masih ada ketidaknyamanan di dalam hubungan suami istri.

6. Meminta pertolongan ahli saat dibutuhkan

Saat rumah tangga di ujung tanduk entah karena pertikaian atau kondisi mental salah satu pasangan, jangan merasa malu untuk konsultasi dengan ahlinya. Datang ke psikolog ataupun konselor keluarga itu jauh lebih bijaksana daripada terus-terusan hidup dalam ketidakberesan.

7. Menjaga kejujuran di setiap kondisi

Jujur itu mahal harganya. Sekalinya ketidakjujuran muncul di sebuah rumah tangga, pasangan biasanya butuh waktu lama untuk menumbuhkan kembali kepercayaannya. Bahkan untuk hal-hal sepele semacam meminjam uang dan sebagainya. Bukan apa-apa sih, misal nih kita punya hutang dalam jumlah gede sama orang dan nggak bilang suami. Naudzubillahi min dzalik, kita meninggal dunia. Kan kasian suami harus menanggung hutang yang dia nggak tahu sama sekali.

8. Bertengkar bukanlah akhir dari kebahagiaan pernikahan

Siapa bilang rumah tangga adem ayem itu yang bahagia? Kalau adem ayemnya tercipta karena nggak ada komunikasi atau main aman, apa iya benar rumah tangganya baik-baik saja? Bertengkar itu bumbu pernikahan, selama masih wajar dan bertengkarnya produktif mencapai solusi, why not?

9. Istri harus punya penghasilan sendiri, suami juga perlu tahu diri 

Kita nggak akan tahu apa yang bakal terjadi di depan sana. Memang Allah akan selalu mencukupkan rizki untuk hamba-hambaNya, tapi kan ya bukan yang pasrah nerima bongkokan to? Kalau istri punya penghasilan sendiri kan sedikit-sedikit bisa nabung dan mempersiapkan hari tua dengan lebih baik.

Di sisi lain suami juga harus tahu diri untuk tak menuntut macam-macam. Ngasih uang belanja pas-pasan tapi kok pengennya istri kinclong bin glowing, senyum merekah tiada tara. Bapak, tolong ya, harga skincare yang aman, halal dan terbukti hasilnya itu lebih tinggi dari harga beras, wkwk.

10. Lebih baik berpisah daripada hidup berumahtangga yang penuh prahara

Aku sih setuju banget. Soalnya aku korban dari keluarga macam begini. Bertahan dengan alasan anak dan kemudian berujung poligami yang tak sehat. Hey, healing-nya sampai ribuan purnama kagak kelar-kelar. Belum lagi efek ke pengasuhan anak. One day aku bakal posting soal ini sih… tungguin ya, pals.

11. Fokus saja ke rumah tangga sendiri, nggak perlu sok ngepoin apalagi ngatur rumah tangga orang lain. 

Dikira hidup kita udah bener ye kan, sok-sokan ikut komen dan ngurus hidup orang lain. Apapun kondisi di rumah tangga orang lain nggak bisa disamaratakan dengan rumah tangga kita, pals. Jadi jangan memaksakan sepatu orang lain ke kaki kita, begitu juga sebaliknya ya.

Btw, 11 tips di atas, penjelasannya aku modif dengan opiniku pribadi ya. Kalau mau tips yang komplit njerit langsung dari mbak Monica, baca aja di blognya berjudul “Cara Bahagia Bersama Pasangan.”

Daging supeer banget deh obrolanku dengan mbak Monica Anggen ini. Banyak hal yang bisa kuambil, dari proses kreatif, perjalanan hidup hingga kunci mempertahankan pernikahan. Semoga yang kusampaikan ini ada manfaatnya juga buat kalian, pals. Sampai jumpa di ceritaku bersama orang-orang inspiratif lainnya ya! 

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com