header marita’s palace

Cara Mendisiplinkan Anak Zaman Now

cara mendisiplinkan anak
Cara mendisplinkan anak zaman now tidak bisa disamakan dengan model zaman kita masih kecil. Nggak usah nunggu dipukul atau dibentak, dulu kalau orangtua sudah diam dan menatap mata kita lekat-lekat, biasanya sudah langsung diam dan nggak berani berulah.

Beda kasus dengan anak sekarang. Didiamin seringnya nggak paham, tapi dikerasin pun malah tambah semakin berontak. Jadi gimana ya cara yang tepat untuk membuat mereka disipilin?

Cara Mendisiplinkan Anak ala dr. Nurul Afifah

Nah, buat yang penasaran gimana baiknya membuat anak disiplin tanpa perlu marah-marah, apalagi menggunakan kekerasan. Yuk kita kepoin cara dr. Nurul Afifah yang bisa kita ATM (amati, tiru dan modifikasi) dalam proses mengasuh anak sehari-hari.

Btw, rangkaian cara ini bisa teman-teman kongkow temui di buku berjudul Don’t Be Angry Mom! Mendidik Anak Tanpa Marah-marah, yang ditulis oleh dr. Nurul Afifah. Sebelum kita belajar lebih lanjut tentang mendisiplinkan anak, yuk cari tahu dulu apa sih arti disiplin.

Dikutip dari buku Don’t Be Angry Mom,
Disiplin adalah proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasan tertentu, atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu.
Jadi inti dari disiplin yaitu membiasakan anak-anak untuk melakukan hal yang sesuai dengan aturan di lingkungannya. Disiplin bisa berupa pengajaran, bimbingan atau dorongan yang dilakukan orang tua kepada anaknya.

Awalnya, disiplin bertujuan untuk membuat anak terlatih dan terkontrol. Untuk bisa mencapai itu, orang tua harus mengajarkan anak bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing baginya. Hingga pada akhirnya, anak mampu mengendalikan dirinya sendiri.

Ketika anak sudah mampu berdisiplin, anak diharapkan bisa mengatur dirinya sendiri tanpa pengaruh atau suruhan orang lain.

Cara terbaik dalam mendisplinkan anak yaitu memberikan teladan, mengapresiasi, memotivasi dan dilakukan dengan komunikasi yang baik. Sementara cara mendisiplinkan anak yang kurang tepat yaitu jika dilakukan dengan marah-marah, disertai dengan kekerasan sehingga melahirkan luka di jiwa dan hatinya.

Tahapan Menerapkan Disiplin Secara Umum

Beda usia anak tentu saja beda pula cara mendisiplinkannya. Namun secara umum ada 8 tahapan yang bisa kita lakukan dalam rangka pembentukan karakter disiplin pada anak, yaitu:

1. Tentukan Perilaku Khusus yang Ingin Diubah

Saat ada perilaku anak yang dirasa perlu diubah, berikan informasi secara lengkap. Misal, bukan sekadar bilang, ingin anak jadi rapi. Namun katakan lebih spesifik, tolong bereskan mainannya sebelum bersepeda di luar rumah.

2. Katakan dengan Tepat Apa yang Diinginkan

Komunikasi efektif diperlukan dalam proses pendisipilinan. Jika ingin anak berhenti merengek, maka lakukan dengan cara yang manis dan tidak emosional. Ingat, anak akan meniru perilaku kedua orangtuanya. Jika ingin anak menjadi santun, maka orangtuanya juga harus mengatakan keinginannya dengan santun.

3. Memberikan Apresiasi pada Anak

Berikan apresiasi atau pujian kepada anak jika telah berhasil memperbaiki perilakunya. Berikanlah pujian yang spesifik. Bukan sekadar, ‘terima kasih sudah jadi anak baik, ‘ tetapi ‘terima kasih sudah duduk dengan tenang selama acara.’

4. Hindari Adu Kekuatan dengan Anak

Tidak perlu ngotot dengan anak. Orang tua harus tahu kapan waktu yang terbaik untuk mundur. Misal, anak keras kepala tidak mau menggunakan jaket, padahal cuacanya sangat dingin karena sedang musim hujan. Biarkan saja. Nanti juga kalau dia merasa kedinginan, ia akan tahu bahwa ternyata memang membutuhkan jaket.

5. Berikan Penjelasan dan Adakan Tanya Jawab

Dalam mendisiplinkan anak, hindari cara diktator. Jelaskan pada anak manfaat dari aturan/ batasan yang dibuat. Misal, anak harus tidur malam maksimal jam 21.00 agar besok pagi lebih mudah saat dibangunkan subuh dan tidak mengantuk saat di sekolah. Berikan juga ruang untuk saling tanya jawab hingga anak-anak bisa melaksanakan aturan yang diberikan dengan legawa.

6. Lakukan Monitoring

Melakukan pengawasan agar kebiasaan baru yang ingin dibentuk dapat tercapai. Meski begitu bukan berarti anak harus selalu di depan mata kita ya, pals. Berikan pula kepercayaan kepada anak, sekaligus melatihnya untuk tetap disiplin walau orang tuanya tidak melihat.

7. Jangan Ungkit Kesalahan

Nggak perlu mengungkit kesalahan anak yang sudah berlalu, karena hal itu hanya akan membuat anak jadi malu dan merasa marah. Mengungkit-ungkit kembali kesalahannya, justru bisa membuat perilaku buruknya terus berulang.

8. Jadilah Teladan

Menjadi teladan itu adalah hal wajib bagi orang tua. Karena secara langsung, anak-anak melihat perilaku kita dalam keseharian. Namun selain memberikan teladan, kita juga harus memberikan penjelasan atas perilaku yang dilakukan. Agar anak tak asal mencontoh apa yang kita lakukan, tapi juga tahu kenapa harus melakukan hal tersebut.

Kunci Sukses Mendisiplinkan Anak

Tahapan mendisiplinkan anak ternyata tak sesulit yang kita bayangkan to? Namun tentu saja dalam prakteknya tak semudah membalikkan telapak tangan. Nah, agar proses pendisiplinan bisa lebih mudah, jangan lupa untuk kuasai kunci suksesnya.
Kunci pertama dalam penerapan disiplin positif yaitu komunikasi yang bersifat dua arah antara anak dan orang tua.
Komunikasi dua arah, artinya anak dan orang tua saling berdiskusi dan saling menyampaikan suara. Bukan sekadar anak mengikuti aturan yang diberikan orang tua. Sebaiknya anak juga diajak berdiskusi dalam merumuskan batasan dan konsekuensi. Jadi dalam pelaksanaannya bisa lebih enak, dan anak pun tak bisa berkelit dari konsekuensi ketika melanggar batasan yang dibuat bersama-sama.

Diskusi juga sebagai upaya untuk menanamkan pemahaman yang tepat kepada anak. Misal tentang pentingnya makan sayur. Orang tua bisa bertanya kepada anak untuk mencari tahu seberapa paham mereka tentang manfaat makan sayur dan apa kekurangannya jika mereka tidak makan sayur. Jika ternyata belum paham, orangtua bisa memberikan informasi yang belum dipahami tersebut.

Masalah komunikasi efektif, berimbas pada kunci-kunci berikutnya, yaitu:

1. Tenang dan Percaya Diri

Saat komunikasi efektif telah terbangun, maka proses pendisiplinan bisa dilakukan dalam kondisi yang tenang. Orang tua tidak perlu marah-marah dan cemas. Selain itu, dengan membangun komunikasi yang efektif, bonding dengann anak akan terbangun lebih baik, sehingga kepercayaan diri kita untuk menjadi orang tua yang baik bisa meningkat.

2. Membuat Kesepakatan dan Komitmen Bersama

Dari hasil obrolan antara anak dan orang tua, bisa melahirkan kesepakatan yang berimbang. Selain kesepakatan mengenai aturan dan batasan yang ada di dalam rumah, tentu saja ada konsekuensi yang akan diterima anak saat perilaku yang sudah disepakati tidak dilakukan.

3. Biarkan Anak Merasakan Konsekuensi

Anak perlu dibiarkan merasakan konsekuensi, agar mereka tahu tentang tanggungjawab. Membiarkan anak merasakan konsekuensi juga agar mereka mendapat rasa jera sehingga kelak tidak melakukan kesalahan yang sama.

4 syarat dalam pemberian konsekuensi yaitu harus berhubungan dengan kesalahan, masuk akal, memberikan pengalaman belajar dan menjaga harga diri anak. Misal, anak menumpahkan air, maka konsekuensi yang bisa diterima yaitu mengeringkan karpet, bersepakat menggunakan cangkir agar lebih mudah digenggam dan menunggui anak mengeringkan karpet tanpa dibentak atau diomeli.

4. Dukungan Berupa Apresiasi

Berikan pujian berupa kalimat spesifik yang mengacu pada perilaku baik yang sudah diperbaiki. Bukan sekadar pujian kosong seperti, “anak baik, anak sholeh, anak pintar.”

5. Dukungan Berupa Kritik

Memberikan kritik itu bisa membangun kualitas diri anak asal dilakukan dengan tepat. Misal, melihat kamar anak berantakan, ubah kalimat “dasar anak pemalas” menjadi “Coba kamarnya dirapikan, pasti lebih bersih dan nyaman kan?”

6. Ubah Cara Menyampaikan Pesan

Komunikasi yang efektif juga mempengaruhi dalam pola penyampaian pesan. Alih-alih bertanya, akan lebih baik jika menggunakan kalimat anjuran atau menawarkan bantuan. Misal, saat kita ingin anak membereskan mainan, daripada menggunakan kalimat “Beresin mainannya!” Lebih baik kita ubah menjadi, “Yuk, bunda bantu beresin mainannya.”

7. Gunakan Kalimat Pendek

Hindari penggunaan kalimat yang panjang, bertele-tele dan membosankan. Kalimat yang pendek akan lebih mudah diterima dan dipahami.

8. Kenali Karakter dan Pilih Gaya Komunikasi yang Tepat

Beda anak, beda karakter. Jadi pastinya punya gaya komunikasi yang berbeda. Sebagai orang tua kita pelru tahu bagaimana gaya komunikasi antara satu anak dengan lainnya.

9. Posisi Badan Sejajar

Agar anak mudah menangkap pesan yang ingin kita sampaikan, berdirilah sejajar dengan posisi badan anak. Jika anak masih tak menaruh perhatian, tepuk pundaknya agar perhatiannya terfokus kepada kita.

10. Eye Contact

Mata adalah jendela hati. Maka saat sedang ngobrol dengan anak, usahakan untuk saling bertatap mata.

11. Momen Tepat

Jangan asal memberikan nasehat, perhatikan juga momen yang tepat. Jangan sampai kita justru tidak didengar oleh anak karena ia sedang asyik dengan kegiatannya.

12. Gunakan Kata Tolong

Saat hendak meminta bantuan, jangan lupakan kata Tolong. Selain menyuruh, sebagai orangtua kita juga harus mencontohkan hal tersebut kepada anak.

13. Dari Teladan, Anak Belajar Menjadi Pendengar yang Baik

Kemampuan menjadi pendengar yang baik itu penting. Oleh karenanya sebagai orangtua kita wajib mengajarkan hal tersebut. Jika anak merasa dirinya didengar, kelak ia akan tumbuh menjadi pendengar yang baik.

14. Jangan Sekadar Bicara, Lakukan Bersama

Daripada hanya menyuruh anak melakukan sesuatu, akan lebih mudah jika kita melakukan hal bersama anak-anak. Misal, menata rumah agar rapi. Libatkan anak untuk bebersih mainan, menyapu, dsb.

15. Bersikap Tegas

Tegas itu bukan berarti galak. Sikap yang lembut juga bukan berarti menye-menye. Tegas itu konsisten dengan batasan dan konsekuensi yang sudah dibuat. Jika anak melanggar batasan, maka sebagai orangtua kita harus tegas menindak perilaku sesuai dengan konsekuensi yang sudah disepakati.

16. Jangan Berbicara Ketika Kesal pada Anak

Lebih baik diam daripada kita menyesal telah mengomeli anak. Maka saat masih ada rasa kesal di hati, lebih baik mlipir sejenak dari hadapan anak hingga kita merasa tenang. Setelah tenang, baru deh bisa mengajak anak ngobrol dari hati ke hati.

17. Hati-hati dengan Reward and Punishment

Pemberian reward dalam proses pendisiplinan bisa disalahartikan oleh anak. Bahkan bisa menyebabkan tumbuh suburnya perilaku suap saat anak-anak beranjak dewasa. Reward boleh saja diberikan, selama bukan diberikan pada pekerjaan atau tugas yang seharusnya memang wajib dilakukan.

Hadiah juga sebaiknya tidak dikaitkan dengan perilaku tertentu. Misal, sogokan agar mau rajib belajar. Hadiah adalah apresiasi dari orangtua ke anak dalam rangka melekatkan bonding.

Sama halnya dengan reward, punishment atau hukuman juga bisa memberikan efek buruk jika tidak dilakukan dengan benar. Contoh hukuman yang tidak diperbolehkan yaitu hukuman fisik. Hukuman ini memang mampu menghentikan kenakalan anak sementara, tetapi bisa berdampak trauma dan kesehatan mentalnya.

Oleh karenanya, hukuman sebaiknya berupa konsekuensi yang berhubungan dengan perilaku yang ingin didisplikan.

Menjadi orangtua memang penuh tantangan ya, pals. Setiap hari sepertinya PR nambah terus. Namun insya Allah, berbekal bismillah dan keyakinan, kita bisa ya mempraktekkan cara mendiplinkan anak zaman now di atas. Tetap semangat dan happy parenting!

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com