header marita’s palace

Mata Pena bersama Abah Ihsan #1: Dari Ngobrol Sampai Pilih Teman




Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA) adalah salah satu parenting program yang materinya paling terekam di otakku. Entah karena narasumbernya yang memang kece dalam menyampaikan materi. Atau karena durasinya yang dibuat secara full day selama dua hari berturut-turut. Yang pasti Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari telah menjadi salah satu mentor parenting terbaik. Saking melekat materinya di otak, setiap kali sedang menghadapi anak-anak dan nggak sesuai protokoler yang diajarkan Abah, langsung deh terdengar warning yang berbunyi, “Duh salah, kata Abah kan nggak begini.” 

Memang dibandingkan dengan program-program parenting sejenis yang biasanya penuh dengan teori, tapi setelah itu bingung bagaimana mempraktekkannya. PSPA-nya Abah Ihsan mengajarkan practical parenting yang langsung bisa dilakukan bersama-sama pasangan dan anak-anak. Tantangannya tentu saja di konsistensi! Contohnya ya soal pengaplikasian program 1821. Awal-awal ikut PSPA lancaaaar, habis itu mulai berkurang, lama-lama hilang. Nanti mengulang PSPA lagi, begitu lagi ritmenya. Manusia oh manusia.

Dampak musik terhadap perilaku, salah satunya adalah jika diulang-ulang akan mempengaruhi perilaku. Disampaikan dalam “What is Music?” by Phillip Darrell. Nah, di dunia ini ada sesuatu yang dampaknya seperti musik. Jika diulang-ulang kita mendengarnya, maka secara perlahan akan mempengaruhi perilaku kita. 

Apakah itu?

Speech; halaqoh, ceramah, murottal. Masalahnya, seberapa seringkah kita mendengar speech yang sama berulangkali? Rasa-rasanya sangat jarang. 




Lalu apa hubungannya dengan mengulang PSPA, Abah Ihsan dengan semua kalimat pembukaan ini? Soal musik dan speech di atas adalah sebuah pembukaan yang disampaikan oleh Abah dalam Majelis Tsaqofah Pendidikan Anak (Mata Pena) pada hari Jum’at, 30 Agustus 2019. Setelah beberapa kali absen dari Mata Pena, akhirnya hari itu aku berkesempatan untuk hadir ke acara yang dikhususkan untuk alumni pelatihannya Abah.

Kembali ke soal speech yang memiliki pengaruh sama dengan musik ketika didengarkan berulang-ulang, maksudnya speech itu memiliki potensi untuk merubah perilaku manusia. Dengan syarat ketika didengarkan lebih dari sekali. Itulah kenapa jangan bosan-bosan belajar hal yang sama. Bisa jadi sudah pernah dengar, namun akan beda maknanya dan rasanya ketika kita mendengar sebuah kajian A satu kali dengan ketika kita mendengarnya lebih dari lima kali. Insya Allah isi kajian itu akan lebih menancap ke dalam jiwa.

Abah sepertinya menyentil aku yang mulai angot-angotan belajar parenting. Kadang rasanya capek saja belajar ini itu, atau kadang merasa songong.. “ah, sudah pernah ikutan ini, ah paling ntar isinya begitu..” Padahal semakin sering kita mendengar hal yang sama, semakin materi yang disampaikan itu menancap lebih kuat, sehingga motivasi di dalam diri untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik pun semakin tinggi.




Jadi sebenarnya tema yang mau diangkat di Mata Pena kali ini adalah soal gadget, tapi bukan Abah namanya kalau ngobrolnya bisa sampai ke ujung Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut, Utara, Timur Laut. Duh… malah nyanyi arah mata angin.

Masih Ingat Kan Kalau Anak adalah Anugerah?


Kembali diingatkan oleh Abah pada Mata Pena sore itu;

Jika ingin menjadikan anak dan pasangan sebagai anugerah, maka PAKAI, manfaatkan waktu sebaik-baiknya bersama mereka.

Tidak usah melakukan hal-hal yang besar dan mahal, cukup dengan menghabiskan waktu ngobrol bareng saja manfaatnya luar biasa. Orang yang kurang ngobrol biasanya akan mengalami tiga hal ini:

1. Kotor. 

Jiwanya akan penuh dengan kotoran saking tidak pernah dikeluarkan. Jadinya lebih mudah nyinyir, negative thinking, cepat marah, dsb.

2. Menderita banyak penyakit

Ada sebuah penelitian yang menyatakan bahwa 1 menit kita marah menurunkan imunitas selama lima jam. Nah lo, kalau kita ngomel 10 menit jadinya imunitas berkurang berapa tuh?

3. Banjir/ meluap. 

Maksudnya saking penuhnya yang pengen diobrolin, akhirnya seringkali keluar tidak pada tempatnya, jadi sering ngomelin anak, ngomelin suami, atau malah ngomelin tetangga. 

Haram hukumnya ada orang pendiam di rumah. 

Anak-anak yang rajin diajak ngobrol, mereka akan lebih kuat konsep dirinya. Anak akan lebih paham dengan identitas dirinya. Jika seseorang tidak memiliki konsep diri, ia akan terombang-ambing. Maka dari itu, kita perlu mengecek nih apakah kita sebagai orangtua, baik itu sebagai ayah atau ibu, dan anak-anak sudah mengenal konsep diri dengan benar.

Sebagai anak yang memahami konsep dirinya dengan tepat, ia akan mampu memahami hak dan tugasnya apa saja. Begitu juga suami dan istri, ketika mereka punya konsep diri yang jelas dan benar, mereka akan paham perannya masing-masing.




Anak-anak memiliki hak untuk dididik dan dipenuhi kebutuhannya. Namun jangan sampai juga sebagai orangtua kita lupa membekali diri dengan akad pengasuhan. Apa itu? Sebuah perjanjian dengan anak bahwasanya orangtua mengurus anak tidak selamanya. Anak laki-laki akan diurus sampai usianya 25 tahun. Sedangkan anak perempuan akan diurus sampai ia menikah. 

Bagaimana dengan anak-anak perempuan yang sampai usia 30 tahun ke atas belum menikah? Maka orangtua hanya wajib memenuhi kebutuhannya saja, bukan keinginannya. Maksudnya: orangtua masih berkewajiban membelikan anaknya pakaian. Sesuai kebutuhannya, pakaian harga Rp 150.000 sudah layak. Namun jika anak meminta pakaian seharga Rp 500.000, maka ini disebut keinginan. Jika anak menginginkan pakaian seharga tersebut, maka ia harus berusaha sendiri, tidak boleh lagi menodong ke orangtua.

Sejatinya mendidik anak adalah mempersiapkan untuk berpisah dengan orangtuanya.

Jika di dalam keluarga tidak ada akad pengasuhan yang jelas, anak bisa dengan bebas hanya menuntut hak tanpa sadar akan kewajibannya. Maka perlu dijelaskan pada anak bahwa orangtua boleh menyuruh anak, namun anak tidak. Anak hanya boleh meminta tolong pada orangtuanya. Karena tanpa disuruh oleh anak-anaknya, orangtua sudah bekerja untuk anak-anak.

Jika masih saja ada yang bingung kapan waktu yang tepat untuk ngobrol bareng keluarga, ingatlah 1821! Abah Ihsan menyentil kami bahwasanya para alumni PSPA yang dalam seminggu bisa melaksanakan 1821 sebanyak 5 kali, maka artinya mereka adalah orangtua yang bertanggungjawab. Sementara jika dalam seminggu hanya melakukan 2k kali, maka disebut sebagai orangtua biasa. Kalau kurang dari dua kali? Hmm, sematkanlah badge “orangtua tidak bertanggung jawab” di dada kita, biar nyahok.. sadar euy, sadaaaaar!

Selain membicarakan mengenai menjaga intensitas ngobrol dengan anak dan pasangan, Abah juga mengingatkan bahwa pendidik terbaik anak-anak adalah orangtuanya sendiri, bukan sekolah ataupun pesantren. Kalaupun sudah memiliki visi misi untuk menyekolahkan anak di pesantren, maka carilah pesantren yang ramah parenting, dan jelas konsep pendidikannya. 




Seringkali kita ketakutan dengan perkembangan sosial dan gaya hidup yang semakin mengerikan. Maka kita pikir kalau pesantren adalah cara tepat untuk melindungi anak-anak. Padahal tidak juga, di pesantren pun banyak kasus-kasus parenting yang pelik. Oleh karenanya untuk membatasi atau mengajari anak berteman dengan orang-orang yang baik, buatlah zona berteman; hijau, kuning dan merah.

  • Teman-teman yang berada di zona hijau adalah mereka yang orangtuanya paham parenting, adabnya baik, sholatnya bagus, akhlaqnya jempolan. Dengan teman-teman seperti ini, mereka boleh bermain hingga ke dalam rumahnya, selama ada orang dewasa di dalamnya.
  • Sedangkan teman-teman di zona kuning adalah mereka yang orangtuanya tidak pernah belajar parenting, namun adabnya cukup baik. Untuk zona ini, ajarkan anak untuk lebih waspada dan lebih baik tidak bermain di rumah mereka. Cukup di teras atau halaman rumah.
  • Zona merah diperuntukkan bagi mereka yang adabnya jelek, orangtua tidak paham parenting, ada TV di rumah dan bebas menonton apa saja. Sudah sangat jelas ya kalau anak-anak harus berani menghindar. Untuk amannya bisa membawa teman-teman anak main ke rumah kita, sehingga lebih mudah dipantau dan diarahkan.

Memilih teman itu boleh. Tentu saja pilihlah berdasarkan iman dan akhlaq.

Nah, jadi ingat lagi deh materi-materi saat PSPA. Memang murojaah ilmu itu perlu, untuk mengingatkan diri, recharging sehingga semangat dalam berproses ke arah lebih baik selalu terjaga. Masih ada satu materi lagi dari Mata Pena yang penting banget disimak, silakan tengok postingan selanjutnya ya!

Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.



2 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Anak memang sebuah anugerah yang sangat diinginkan oleh setiap pasangan, dan harus dijaga dengan semaksimal mungkin.

    ReplyDelete
  2. Anak-anak memang memiliki hak untuk dididik dan dipenuhi kebutuhannya, tapi jika kita terlalu berlebihan dalam memanjakannya juga akan berisiko.

    ReplyDelete