header marita’s palace

Kenapa Ibu Rumah Tangga Kembali Bekerja? Ini 7 Alasanku!

ibu rumah tangga kembali bekerja
Tak ada yang menyangka aku akan kembali bekerja setelah lama resign. Bahkan diriku sendiri. Walau sebenarnya sudah jauh-jauh hari aku mengutarakan niat ke suami bahwa pengen kerja kantoran lagi.

Hanya saja lampu hijaunya belum benar-benar benderang. Makanya usaha cari kerja ke sana-sini ya nihil aja hasilnya, wkwk.

Sama halnya ketika aku pertama kali ‘menggantungkan blazer dan menggantinya dengan daster,’ tak sedikit yang bertanya dan menyayangkan. Saat aku yang ibu rumah tangga kembali bekerja pun, ada juga yang bertanya-tanya, wkwk.

Kalau dulu saat memutuskan resign, pertanyaannya seputar, “Apa nggak sayang ijazahnya tuh?” Kini pertanyaannya ada dalam kisaran, “Bukannya udah enak ya kerja dari rumah?” atau “La terus anak-anak gimana kalau kamu kerja?”

What a life! Setiap keputusan pasti selalu ada aja respon dari netizen kan? But life must go on, yang aku yakini setiap keputusan pastinya ada resikonya masing-masing.

Dulu aku memilih resign untuk fokus sama anak-anak, yang akhirnya malah mengantarkanku nyemplung ke dunia blogging secara profesional, nyatanya ada banyak resiko dan plus minusnya. Begitu dulu dengan sekarang.

Bedanya, kalau dulu jujur aku ambil keputusan resign setengah terpaksa, wkwk. Keputusanku saat ini kupikirkan dengan pemikiran dan diskusi yang cukup panjang dengan suami. Kembali bekerja di akhir usia 30an itu luar biasa, pals, wkwk.

Tak terasa hampir dua bulan aku kembali ke rutinitas from 7 am to 4 pm lagi. Rasanya? Masih mayan jetlag sih… Secara aku mulai kerja dari rumah sejak 2012, it means 11 years ago!

Dari yang biasanya jam kerjanya santai sesuka hati, mo kerja ya kerja, mo rebahan ya rebahan… sekarang harus stick to schedule. Paling berat sih melawan mager di pagi hari.

Sebelumnya kalau mau nganterin Affan ke sekolah, kan yang penting cuci muka, samber jaket, langsung wer. Sekarang nggak mungkin dong, wkwk. Kudu mandi dulu, berangkat dari rumah nggak boleh lebih dari 06.30 kalau nggak mau terjebak kemacetan Semarang yang makin ruaaar biasa.

Namun so far so good, aku sangat menikmati pilihanku ini. Senang ketemu circle baru, para pejuang pendidikan yang tangguh dan masih muda-muda. Berasa ketemu temen sebayanya Tyas, almarhumah adikku. Jadi bisa membayangkan, ooh kalau Tyas masih hidup sampai saat ini, mungkin cara berpakaian dan pemikirannya juga seperti teman-teman kerjaku sekarang.

Awal Mula Kembali Bekerja di Ranah Publik

Di manakah aku bekerja sekarang adalah topik hangat yang beberapa waktu lalu sempat meramaikan personal chat WhatsApp-ku. Gegara seliweran status yang sering kubagikan, ternyata banyak yang notice juga.

Fyi, aku kini bergabung dengan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Yayasan tersebut menaungi PAUD tempat Affan bersekolah. Aku mengenal owner-nya sejak 2015 lalu, tepatnya saat sedang getol-getolnya belajar parenting bersama Abah Ihsan.

Aku ikut Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA) by Abah Ihsan lewat sekolahnya Ifa saat masih TK. Dari situ kenalan lah dengan Bunda Vivi Psikolog, yang ternyata juga akan menyelenggarakan PSPA di sekolah miliknya.

Oleh Abah Ihsan, aku ditunjuk jadi admin WAG alumni PSPA di Semarang yang kemudian bernama YukJOS Community Semarang Chapter. Lalu bersama beberapa admin grup lainnya, kami diminta Bunda Vivi Psikolog untuk menjadi panitia PSPA. Dari situlah, aku mulai mengenal tentang PAUD Islam Bintang Juara, visi misi beliau tentang pendidikan dan jujur aku kagum banget lah.

Sejak saat itu Bunda Vivi Psikolog selalu menjadi semacam mentor atau narasumber tetap setiap admin WAG YukJOS Community Semarang Chapter mengadakan pertemuan bulanan. Senang sekali selalu mendapat suntikan semangat dan ilmu parenting dari sosok ibu empat anak tersebut.

Saat Ifa mau masuk SD, aku super galau saat harus memilih antara SD Islam Bintang Juara atau Kuttab Al Fatih, sekolah Ifa saat ini. Dari segala macam pertimbangan, pilihanku mengerucut pada dua sekolah ini.

Dua pilihan ini menurutku yang paling cocok dan klop. Hanya bedanya di Kuttab Al Fatih sama sekali nggak ada pelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku di Indonesia, sedangkan di SD Islam Bintang Juara masih mengikuti kurikulum walau dalam penerapan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sehari-harinya sangat variatif dan menyenangkan.

Akhirnya terpentok dengan jarak, Affan yang masih baby dan saat itu belum punya motor sendiri, suami lebih kasih lampu hijau ke Kuttab Al Fatih (KAF). Manut dong sama kepala sekolah dan pencari nafkah, hehe.

Sampai akhirnya pas Affan masuk usia lima tahun, kegalauan kembali datang. Awalnya sudah fix mau memasukkan Affan langsung ke KAF biar sekalian antar jemput si kakak.

Namun melihat tumbuh kembang Affan, baik itu kognitif dan sosial emosinya, aku kembali galau. Bukan karena KAF nggak bagus ya, pals. So far, ada banyak sisi positif KAF yang nggak dimiliki oleh sekolah lain.

Bahkan bisa dibilang KAF itu nggak ada sisi minusnya. Kalaupun ada minusnya, bukan karena dari KAF-nya, tapi karena mungkin visi misi KAF sama visi misi kami sebagai orang tua tidak lagi sejalan. Khususnya untuk Affan dengan segala catatannya.

Aku merasa harus memilihkan sekolah yang paham betul dengan perkembangan psikologi anak, tetapi yang tetap ada pembiasaan adab dan akhlak. Dan pilihan jatuh pada PAUD Islam Bintang Juara, yang mengharuskan aku menempuh perjalanan kurang lebih 16 kilometer sekali jalan.

Karena sudah diniati, mau capek, panas ataupun hujan badai ya tetap dilawan dong. Namun ternyata badanku yang mulai renta ini lama-lama boyoken juga, pals, kalau harus pulang pergi Klipang - Sampangan, hehe.

Iya sih, ada kalanya aku memilih mlipir kerja di Cafe daripada harus balik rumah. Hmm, lama-lama tongpes juga ya kalau ke cafe melulu, wkwk. Akhirnya mulai terpikirlah tuh, cari kerja apa aja di lokasi yang nggak jauh sama sekolahannya Affan.

Cuzz lah, hunting kerjaan di JobStreet dan segala macam aplikasi lowongan kerja online yang banyak tersedia. Apply tuh segala lowongan dari admin, content writer sampai digital marketer. Hasilnya?

Zonk laaah, wkwk. Nggak ingat umur apaah? Rata-rata lowongan kerja mensyaratkan usia maksimal 30 - 35. Apa kabar aku yang sudah lebih dari angka itu, pals.

Namun aku tak patah semangat. Tetap khusyuk mencari kerja, termasuk mencari kerjaan yang bisa dilakukan secara online, penting ada gaji bulanan biar nggak pusing buat bayar tagihan makan minum saat mlipir ke kafe, hahahaha. Maklum freelancer kan kadang banyak duit, kadang rekening tipis juga kaaan…

Hingga suatu hari di bulan Desember 2022, aku membaca lowongan pekerjaan di sekolah Affan. Lowongannya jadi Guru Pendamping di TK. Btw, ini bukan posisi pertama yang aku apply di yayasan yang menaungi sekolahnya Affan.

Sebelumnya aku pernah apply untuk posisi Guru Bahasa Inggris di lembaga Bimbelnya. Hanya saja saat itu yang dibutuhkan freelance tentor, sedangkan aku cari yang fixed job gitu looh.

Waktu membaca lowongan Guru TK, aku nggak langsung apply, pals. Punya sih pengalaman ngajar dari anak PAUD sampai orang dewasa, bahkan pernah di tahun 2016 aku handle POS PAUD di RW. Tapi kan ngajarinnya bahasa Inggris atau blogging, wkwk.

Lagipula, sejujurnya kalau disuruh memilih, aku lebih suka mengajar kelas besar, ya minimal anak SD lah. Mendampingi anak TK itu uwow, pals. Luar biasaaaaah… makanya aku salut sama guru-guru TK. Kesabarannya masya Allah…

Akhirnya kubiarkanlah info itu berlalu begitu saja. Malah aku bantu share ke media sosial biar posisi tersebut segera menemukan tuannya.

Namun memasuki bulan Januari 2023, entah kenapa mataku kembali bersitatap dengan info lowongan tersebut lagi. Aku mulai tergoda untuk mencoba walau nggak 100% yakin. Jadi guru TK itu nggak main-main looh…

Tapi kemudian aku berpikir, jangan-jangan ini cara Allah SWT biar aku belajar bagaimana memberikan pijakan yang tepat ke Affan saat di rumah. Aku jadi bisa belajar gimana caranya mendampingi Affan dengan semua PRnya secara maksimal.

Lalu aku coba komunikasikan dengan suami dong pikiran tersebut. Ternyata dia merespon baik. Sederhana saja kalau dia, biar nggak bolak-balik, sekalian aja kerja di sekolahan anaknya, hihi. Suami juga nggak khawatir karena lingkungan kerjanya islami dan istrinya nggak perlu ‘ngaspal’ pagi-siang setiap hari, wkwk.

Kurang lebih semingguan aku menimbang ini dan itu, sebelum memutuskan untuk mengirim pesan ke Wali Kelas Affan menanyakan apakah lowongannya masih tersedia. Kata beliau, “Sudah ada yang dites, tapi dicoba saja, Bun.”

Karena mendapat respon positif, langsung lah menyiapkan lamaran dan CV. Cuzz kirim ke email penanggungjawab yang ternyata Kepala SD Islam Bintang Juara.

Nothing to lose. Kalau memang rezekiku ya Alhamdulillah. Kalau nggak, ya nggak apa-apa.. masih ada ‘anak-anak blog’ yang bisa diurus.

Di tengah menanti jawaban dari Yayasan, aku mendapat informasi kalau salah satu lamaranku sebagai pengajar Content Writing di sebuah lembaga pendidikan diterima. Lokasinya cuma lima menit dari sekolah Affan.

Alhamdulillah.

Awalnya kupikir ini full time tentor gitu, ternyata freelance saja. Cuma lima pertemuan, tetapi ada dua rombongan belajar gitu. Pembelajarannya mulai bulan April - Juni, bukan pas weekdays pula kelasnya. Ya, akhirnya kuterima juga sih. Feenya mayan buat bayar iuran tahunan sekolah anak-anak, wkwk.

Tak lama setelah itu, aku mendapat undangan untuk tes tertulis dan wawancara dari Yayasan. Duh, deg-degan, mana langsung ketemu sama Bunda Vivi Psikolog pula.

La kok malah deg-degan, wong sudah kenal… ya justru karena udah kenal, malah deg-degan. Hahaha. Sesi wawancara ya malah jadi ngobrol seru aja sih. Aku juga jadi mendapat insight baru tentang perjuangan di dunia pendidikan.

Namun yang paling berkesan ketika Bunda Vivi bertanya, “Beneran Bu Marita mau ngajar nih?” Saat itu aku hanya menjawab, “Kalau yayasan membutuhkan web content writer, saya akan apply posisi itu sih, bu.”

Kebetulan sebelumnya aku memang sempat berselancar di website-nya SD dan PAUD yang kulihat belum benar-benar diurus. Bahkan web PAUD malah tampilannya masih ‘Hello World’ gitu. Ternyata, websitenya habis diretas euy…

Dari sesi wawancara itulah mulai ada gambaran kalau Yayasan sebenarnya memang membutuhkan tambahan personel untuk support tim media. Termasuk juga untuk update website dengan konten-konten terbaru.

Namun karena aku apply sebagai guru, jadi aku tetap harus micro teaching terlebih dahulu. Toh, mau mengajar atau tidak, karena bekerja di lembaga pendidikan, aku harus menempatkan diri sebagai guru dan siap untuk mendampingi para siswa saat dibutuhkan.

Dan micro teaching time pun tiba… jujurly, pening kepala eike sih, wkwk. Terakhir mendampingi anak-anak TK tuh sebelum Affan lahir. Sudah nggak pernah update soal RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), eh ternyata diminta RPP alias Lesson Plannya, hihi.

Dahlah, bismillah...

Alhamdulillah, aku dapat salah satu rombel di TK A waktu micro teaching. Mereka lucu-lucu dan gemesin. Walau tetep ada sesi di mana aku kewalahan karena mereka semua pengen diperhatiin, tapi ada rasa hangat menggulir di hati. Jadi teringat waktu masih aktif ngajar belasan tahun lalu…

Usai micro teaching, aku sudah pasrah lah pokoknya. Diterima atau tidak, woles saja. Toh ada banyak insight baru yang kudapat dari pengalamanku hari itu.

Singkat cerita, pada pertengahan Februari, aku mendapat kabar kalau aku diterima dan diminta mulai masuk per 27 Februari 2023. Saat itu aku belum tahu pasti diterima sebagai apa.

Hanya saja aku senang karena masuknya Senin. Pikiranku saat itu, tanggal 25 Februarinya aku masih bisa hadir ke gathering-nya Gandjel Rel.

Namun ternyata ada informasi baru dan jadinya aku mulai masuk per 25 Februari. Yaa, sedih.. nggak jadi ikut gathering, padahal udah kangen banget.

Saat itulah aku menyadari sesuatu, pastinya akan ada banyak hal yang berbeda setelah ini. Salah satunya, nggak bisa lagi sebebas dulu ikut blogger dan media gathering ke sana ke mari, hehe.

Sebelum mulai masuk di hari Sabtu, 25 Februari, aku diminta untuk bertemu dengan Bu Ni’mah untuk tanda tangan kontrak di hari Kamis. Alhamdulillah, ternyata aku ditempatkan sebagai tim humas dan media, senangnya hatiku.

Bisa bekerja di bidang yang memang sudah jadi makanan sehari-hari selama sebelas tahun terakhir. Bedanya, kalau selama ini kerja sendirian buat ngurus blog dan media sosial pribadi. Kini, aku harus bekerja secara tim untuk mengelola media sosial dan website SD dan PAUD Islam Bintang Juara.

Sebuah tantangan baru, pals. And I am so excited! So, jangan lupa ya buat temen kongkow untuk follow dan mampir-mampir ke media sosial dan websitenya Sekolah Islam Bintang Juara;
Buat yang lagi cari sekolah dasar Islam di Semarang, cuzz ke SD Islam Bintang Juara aja. Mumpung PPDB Gelombang III masih dibuka, pals.

Btw, apakah cerita ngalor-ngidulku di atas sudah cukup menjawab kenapa aku kembali bekerja, pals? Kalau nggak, cuzz lah lanjutin bacanya sebentar lagi…

7 Alasan Kenapa Ibu Rumah Tangga Kembali Bekerja

Tentu saja setiap ibu rumah tangga yang kembali bekerja punya alasannya masing-masing ya. Nggak bisa disamakan satu sama lain. Kalau aku, ini alasannya;

1. Anak-anak Sudah Masuk Usia Sekolah dan Tidak Ada Rencana Nambah Momongan

11 tahun lalu aku resign karena ingin fokus membesarkan anak. Walau setelah dapat kerjaan dari rumah pun, nyatanya aku ya nggak fokus-fokus amat sama anak. At least, anak-anak tuh ayem karena lihat bundanya ada di dekatnya.

Sekarang saat anak-anak sudah sekolah semua, aku ingin merasakan kembali kerja kantoran yang dulu baru sebentar aku nikmati. Suami emang lebih suka istrinya berkegiatan di rumah, apalagi ketika anak masih kecil-kecil.

Nah, begitu anaknya udah mayan gedhe, suami lebih ikhlas kalau aku kerja di luar rumah. Yang sulung sudah punya kegiatan sendiri setiap pulang sekolah, sementara sekolah adik sudah plus daycare. Pulang ke rumah tinggal seseruan berempat, kruntelan, ngobrol dan baca buku bareng, terus istirahat deh.

Selain itu, aku dan suami nggak ada plan buat nambah momongan, kecuali kalau Allah SWT menakdirkan ya… tapi sejauh ini kami merasa dua anak dengan segala drama dan tantangannya sudah cukup.

2. Biar Hidup Lebih Teratur dan Bermanfaat

Dua tahun terakhir, aku mulai merasa makin nggak teratur hidupnya. Kerjaanku makin semrawut dan banyak rebahan.

Kalau diterus-terusin kerja dari rumah, bukannya makin produktif malah konstruktif sepertinya. Jadi ketika ada kesempatan untuk bisa membantuku lebih teratur dan bisa berbagi manfaat lebih luas, kenapa tidak diambil kan?

3. Kangen Masa-masa Ngeblog Tanpa Beban

Jujurly aku mulai capek ngeblog dengan segala printilannya. Aku mulai nggak enjoy setiap lihat PV, DA/ PA dan anaknya. Ngikutin algoritma google yang selalu ada yang baru. Aku mulai lelaaaah.

Aku kangen ngeblog yang bebas. Mau nulis apa saja tanpa mikirin keyword ini dan itu demi Adsense segera panenan.

Ya kek sekarang nih, nulis aja dengan lepas yang ada di kepala, tahu-tahu udah mo 3000 kata, wkwk. Intinya kangen lah ngisi blog dengan tulisan-tulisan santai sebagaimana tagline blog ini “Tells about This & That.”

Ya, walaupun kerjaanku sekarang masih berkutat dengan keyword dan algoritma google, tapi setidaknya aku menyukai topik-topik yang harus kutulis. Dan saat lelah dengan semua itu, aku masih punya blog pribadi untuk menyalurkan ekspresi.

Ya seperti ini, setelah sebulan nggak bikin tulisan di blog sendiri, akhirnya udah ribuan kata masih bingung mo kasih stop di mana, hihi.

4. Menjaga Kewarasan Diri

Buat yang udah baca beberapa tulisanku, seperti; Stop Screaming, Please! atau Wisata Masa Lalu, mungkin udah tahu lah yaa gimana moodynya aku, wkwk. Apalagi kalau sudah ketrigger dan bikin ingat yang nggak-nggak, dahlah paraaah.

Nah, dengan bekerja di luar rumah, aku fokus dengan to do listku hari itu. Nggak ada pemicu, nggak ada kesempatan buat rebahan dan scrolling medsos nggak jelas, nggak ada waktu untuk overthinking. So far, dua bulan ini aku merasa jauh lebih sehat, baik secara fisik maupun psikis.

5. Menyalurkan Hobi

Waktu lagi proses cari kerjaan dan melihat lowongan di sekolahnya Affan, aku ada feeling, jangan-jangan jodohku memang di dunia pendidikan nih. Soalnya dulu waktu lulus kuliah juga gitu. Nyari kerjaan ke sana ke mari, ujung-ujungnya diterima di sekolahan atau bimbel.

Sepertinya trah dari para eyang diturunkan ke aku nih. Ya, walau sekarang nggak ngajar, tapi rasanya happy aja di dunia pendidikan. Kemarin tuh sempat pengen coba apply jadi web content writer di tempat suami kerja juga, cuma mikir nulis artikel kesehatan kok aku udah puyeng duluan, wkwk.

Nah, kalau dunia pendidikan kan nggak jauh-jauh sama dunia parenting. Terlebih bayanganku tentang seperti apa sekolah seharusnya itu ada di Sekolah Islam Bintang Juara, jadi ada banyak hal yang ingin kubagikan deh.

6. Mencari Komunitas yang Supportive

Sebelum cari kerja, aku sempat terpikir untuk belajar di PGPQ Raudhatul Mujawwidin untuk belajar mengaji Qiroaty. Dulu udah pernah belajar Qiroaty, tapi terus mandheg baru sampai level 4 dan belum berjodoh untuk melanjutkan lagi. Sementara kemampuan baca Quranku gitu-gitu aja, sampai dibalap sama Ifa.

Ternyata Allah kasih jawaban dengan bergabung di Yayasan Dewi Sartika, aku bisa bimbingan belajar Qiroaty bersama guru-guru ngaji yang ada. Senangnya… nggak cuma dapat pekerjaan baru, tapi dapat circle baru yang positive vibes banget.

Udah gitu, sekolah di bawah naungan Yayasan Dewi Sartika rajin ngadain parenting. Baik itu dari narasumber internal dan eksternal. Alhamdulillah, bisa semakin menambah modalku dalam mendampingi dan mengasuh anak-anak.

Walau teman-teman kerjaku masih muda-muda, tapi masya Allah aku banyak belajar dari mereka. Semoga saja bisa ketularan dengan sikap sabar dan semangat juang mereka ya, pals.

7. Mencari Penghasilan Tetap

Ini dimasukkan biar ganjil aja gitu alasannya, haha. Tapi ya memang kadang lelah hayati jadi freelancer. Apalagi kalau pas ada jatah bayar ini dan itu, eeh invoicenya mundur semua. Dengan bergaji tetap, insya Allah aku jadi lebih mudah mengatur keuangan gitu, gaesss…

Terus apakah aku bakal berhenti ngeblog? Insya Allah tidak dong, pals. Cuma mungkin nggak bakal sesering dulu updatenya, karena aku harus bagi waktu dalam sepekan bisa update di enam blog yang ada, hahahaha. Nanti kalau udah bisa menggaji penulis dengan nominal yang layak, sepertinya akan buka lowongan sih.

Pokoknya, aku nggak pengen berhenti ngeblog sih. Karena ini duniaku, aku punya banyak pengalaman dan cerita bersama blog. Dan, aku tetap masih pengen lah ya menang lomba-lomba blog, hahaha.

Baeklaaah, sepertinya curcolanku mengenai ibu rumah tangga kembali bekerja kuakhiri saja di sini. Sebenarnya pengen aku lanjutin tentang cara mempersiapkan kembali bekerja setelah resign, tapi karena udah terlalu panjang. Ntar aja deh disambung lain kali ya, pals.

Insya Allah aku juga bakal ceritain bagaimana serunya bergabung di Yayasan Dewi Sartika selama dua bulan terakhir. Tungguin ya, pals. Eniwei, adakah yang pernah mengalami hal sama denganku? Kembali ngantor setelah sekian lama resign? Boleh dong share ceritanya di kolom komentar.***

1 comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Ini yg aku rasain saat ini, setelah 7 thn resign. Pengen mulai masuk dunia kerja lagi setelah anak2 dah sibuk sekolah. Tp maju mundur krn faktor usia 😭

    ReplyDelete