header marita’s palace

Semangat Achmad Irfandi untuk Masa Depan Anak Indonesia

achmad irfandi dan Kampung Lali Gadget

“Main hp terus, ngegame terus, PR nya nggak dikerjain…”
“Oalah, kerjaan kok ngegame terus to ya, mbok belajar gitu lo…”


Adakah sohib kongkow yang sering menegur adik atau anaknya dengan kalimat seperti di atas? Berapa kali dalam sehari sohib kongkow mengucapkan kalimat tersebut?
Aah, andai saja kita bisa menduplikasi semangat Achmad Irfandi dalam menghilangkan pesona gadget, mungkin aku dan sohib kongkow sekalian tak perlu menarik urat saat menghadapi anak-anak yang makin lama makin lengket bersahabat dengan gadget tanpa ingat waktu. Padahal hanya “mantra” sederhana ini yang menumbuhkan semangat di hati Achmad Irfandi;
HOMPIMPAH ALAIHOM GAMBRENG!
Ya, kalimat sederhana yang sering terdengar kala anak-anak kecil asyik berkumpul untuk bermain bersama. Menentukan siapa yang mendapat giliran paling awal.

Kalimat sederhana yang pelan-pelan tergerus dan mulai tak terdengar lagi di masa sekarang. Achmad Irfandi berusaha untuk menggaungkan kembali kalimat itu dari sudut desa di mana ia tinggal.
Bangga dari desa, bermain menjadi Indonesia.

Siapakah Achmad Irfandi?

Dia adalah sosok pria muda dengan kepribadian tenang, namun tegas. Berasal dari Desa Pagarngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, pemuda kelahiran 12 Mei 1993 ini memiliki pikiran sederhana;
Jika semua berbondong-bondong memikirkan tentang kemajuan di era digital, lantas siapa yang akan berjuang untuk mengatasi dampak negatifnya?
Putra dari bapak Khoiril Anam dan ibu Siti Mas’udah yang merupakan lulusan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini tidak ingin anak-anak terlalu larut dengan kemajuan teknologi yang masif, hingga kemudian kehilangan masa kanak-kanak mereka. 

Dari situlah Achmad Irfandi terbersit ide untuk mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak kecil yang tinggal di desanya. Sederhana, agar permainan-permainan tradisional itu tidak tergerus zaman, dan bisa terus diwariskan turun-temurun.

Namun yang tidak sederhana, dari sebuah langkah kecilnya, Achmad Irfandi mampu membuat anak-anak kecil itu lupa akan jerat rayu gadget yang memikat. Itulah kenapa gerakan inovasi sosial yang ia canangkan disebut dengan Kampung Lali Gadget.

Ada Tawa Riang Anak-anak di Kampung Lali Gadget

Achmad Irfandi, atau yang lebih akrab dipanggil dengan Irfandi, memulai langkah kecilnya tanpa ragu. Impiannya hanya satu; ia ingin agar generasi masa depan Indonesia tidak melupakan budayanya, sopan santun juga akhlak terpuji.

Alih-alih mengomel melihat anak-anak di sekelilingnya asyik bermain gim secara daring, Irfandi memulai aksinya secara bertahap, tetapi pasti. Ia ingin berpartisipasi secara aktif untuk membangun karakter bangsa melalui permainan tradisonal sebagai salah satu objek yang mampu memajukan kebudayaan.

Permainan tradisional tidak lagi digemari bukan tanpa alasan. Menurut Irfandi, hal itu dikarenakan bukan hanya tidak adanya lahan bermain dan alat yang mulai susah dicari, tetapi karena tidak ada orang yang mengajak melakukan permainan tersebut.

Oleh karenanya, Irfandi tidak mau menunggu orang lain untuk memulainya. Ia memulainya sendiri. Berawal dari kegiatan literasi yang dilakukan bersama-sama dengan komunitas lokal Sidoarjo, Irfandi memulai aksi pertamanya di bulan April 2018.

Awalnya kegiatan literasi tersebut dilakukan secara rutin dua bulan sekali. Dua tahun berjalan, tanpa terasa telah terlaksana belasan event yang dikomandoi oleh Irfandi. Pelan-pelan ia kemudian mulai memasukkan permainan tradisional untuk merayu mata anak-anak dari serangan gawai yang memikat.

Secara resmi, Kampung Lali Gadget (KLG) mulai muncul untuk pertama kalinya pada 5 Agustus 2018 sebagai nama sebuah event besar yang digawangi oleh Irfandi. Event tersebut mampu menghadirkan 475 anak dan lebih dari 100 relawan. Membludaknya peserta sungguh tak disangka-sangka oleh Irfandi dan timnya.

Namun lebih dari itu, semangat Irfandi makin menyala-nyala. Ternyata bukan ia semata yang menginginkan anak Indonesia aktif bergerak, tidak hanya berselancar dengan gawainya. Ia pun kembali mengadakan kegiatan yang sama di tahun 2019.

KLG pun makin tenar, banyak komunitas dari berbagai kota ingin belajar dan menduplikasi ide Achmad Irfandi. Misi Kampung Lali Gadget yang sederhana ternyata mampu mewakili keresahan para orang tua di zaman sekarang.

Namun banyak orang tua yang enggan untuk bergerak sebagaimana Irfandi mau beraksi. Oleh karenanya berbondong-bondong orang tua mengajak anaknya bermain di KLG.

Jangan bayangkan fasilitas mewah, seperti gedung tinggi ber-AC, ada di KLG. Di kampung ini, sohib kongkow akan menemukan gubuk, balai joglo, kebun, kandang dan sawah. Semua yang nampak sederhana dan ndeso ini justru mampu menghadirkan tawa riang anak-anak. Karena di sini semua lupa pada gawainya dan larut dalam kebersamaan permainan tradisional yang hangat.

Pandemi bukan Halangan, Justru Peluang untuk Melebarkan Sayap

Kampung Lali Gadget terus berjalan dengan aksinya, hingga pandemi datang pada 2020. Semua yang tadinya sudah direncanakan dengan apik, terpaksa harus ditunda. KLG tidak menerima kunjungan dari pihak manapun dan berkonsentrasi untuk turut serta membantu tenaga medis dalam memperoleh face shield dan APD.

Pandemi memaksa anak-anak harus makin dekat dengan gawai, KLG tentu tidak akan membiarkan apa yang sudah dicapainya hancur luluh lantak dalam sekejap. Irfandi kemudian mengubah konsep KLG selama masa pandemi.

Kegiatan tetap dilaksanakan dengan membatasi jumlah peserta. Jika sebelumnya ratusan peserta bisa dihadirkan, kini hanya 30-50 peserta yang bisa bermain bersama. Tentu saja dengan penegakan protokol kesehatan yang sesuai dengan arahan pemerintah.

Alhamdulillah, KLG makin dilirik oleh banyak orang. Banyak akademisi dan tokoh masyarakat membantu dan mendukung kegiatannya.

Hingga kemudian, pada tahun 2019 Kampung Lali Gadget dinobatkan sebagai upaya kepeloporan bidang pendidikan terbaik kedua di Jawa Timur. Sedangkan tahun 2020 dengan penghargaan yang sama, Kampung Lali Gadget berhasil menjadi terbaik pertama dan mewakili Jawa Timur di kancah nasional.

Walau gagal di tingkat nasional, KLG mampu masuk dalam peringkat 7 besar. Tak hanya itu, inovasi dan semangat Irfandi yang gigih dalam mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak diapresiasi oleh Satu Indonesia Award pada tahun 2021.

Tentu saja dengan segala usaha yang telah dilalui oleh Irfandi, KLG memang layak mendapatkannya. Penghargaan demi penghargaan yang didapatkan Kampung Lali Gadget tidak membuatnya di atas angin. Bagi Irfandi, ini justru sebuah amanah untuk membangun KLG lebih besar lagi.

Irfandi bersama timnya di Yayasan Kampung Lali Gadget kemudian secara bertahap membangun balai among, gazebo sederhana dan beragam fasilitas serta arena bermain. Elingpiade kemudian digelar pertama kali di akhir tahun 2021.

Bahkan pada tahun 2022, Elingpiade mampu menghadirkan pesohor nasional, seperti Luna Maya, Marianne Rumantir , dan Erica Carlina untuk bermain lumpur di sawah KLG. Media nasional makin menyoroti langkah KLG, dan Irfandi berharap semakin banyak orang yang terinspirasi untuk melakukan hal serupa di tempat-tempat berbeda.

KLG melalui permainan tradisional mampu menaklukkan candu teknologi dan menjadi kunci untuk membuka kemerdekaan belajar bagi anak-anak. Tak hanya itu, kemerdekaan finansial juga bertumbuh untuk masyarakat di sekitar KLG.

Yuk, ATM Semangat Achmad Irfandi!

It takes a village to raise a kid. Tentunya pepatah lama itu sudah sering sohib kongkow dengar bukan? Ya, mendidik anak membutuhkan kerja sama orang sekampung, Irfandi melalui KLG telah membuktikannya.

Artinya jika kita ingin mendidik satu generasi negeri ini, dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi antar lapisan masyarakat bukan? Kata Irfandi, semangatnya dalam membangun KLG itu sederhana kok, cukup lakukan hal berikut;
Sediakan alat bermain, sediakan konsep bermain, maka anak-anak akan lebih senang. Jadi, permasalahannya itu sederhana. Kita tidak bisa lebih asyik daripada gadget. Oleh karenanya, orang tua harus lebih asyik, kakak harus lebih asyik, paman harus lebih asyik, bibi, kakek, dan nenek semuanya harus lebih asyik daripada gadget supaya ada interaksi antarmanusia secara langsung. Tidak melalui gadget.
Masalahnya, mau nggak kita jadi lebih asyik dari gawai sebagaimana Irfandi telah melakukannya melalui KLG? Angkat topi untuk Achmad Irfandi dan Kampung Lali Gadget-nya, semua aksinya memang layak untuk diapresiasi. Semoga kita tidak hanya mengagumi, tapi juga terinspirasi dan bisa menginisiasi hal serupa, setidaknya di mulai dari keluarga kita masing-masing.

Semangat lali gadget untuk Indonesia dengan masa depan yang lebih cemerlang!***

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com