header marita’s palace

#DuaKacamata: Tidak Diakui Anak? Sakitnya Tuh Di Sini!



Hi, pals! How's your life?

Nggak kerasa Oktober sudah mau seminggu aja terjalani, dan baru sadar belum ada satu postingan pun di bulan ini. Ada yang menunggu postingan baru dariku kah? Hehe, ngarep.com.

Kalau ada yang nungguin, maaf ya baru bisa update lagi. Lagi berkutat dengan beberapa deadline job content writer nih... Finally, bisa juga meluangkan waktu untuk berceloteh di rumah sendiri. Senangnyaaaa.

Beberapa waktu lalu di fanpage dan akun personal Facebook-ku, aku pernah share bahwa akan ada gebrakan baru di sini. Nah, mulai minggu ini gebrakan tersebut akan dimulai. Apaan sih?

Eng ing eng...

Asal-usul #DuaKacamata


Jadi begini, suami tercinta lama-lama ngiler liat istrinya yang khusyuk blogging. Akhirnya doi mupeng juga punya blog sendiri buat menumpahkan ide-idenya yang sering tergerus waktu dan kerjaan codingnya. Di blognya tersebut nantinya, doi nggak cuma pingin nulis  tentang IT yang memang sudah jadi makanan doi sehari-hari, tapi dia juga pengen jadi manusia biasa yang doyan curcol dan rasan-rasan. Hehe.

Kalau masalah nulis, doi sebenarnya lebih jago lo dari aku. Cuma suka nggak pedean gitu. Terbukti dua tulisannya di Trivia punya banyak viewer daripada punyaku (seneng sih tapi sekaligus sebellll, hihi). Bahkan sebelum aku nelurin buku-buku antologi (ayam kali bertelur), doi malah udah nerbitin buku sendiri, cuma semacam ghost writer gitu. Jadi di bukunya hanya tertulis "tim penulis" dan tidak tercantum namanya.

Duet Maut Martin Marita
Duet Maut Martin Marita

Sejak kerja jadi tukang utak-atik program, hobi nulisnya lama terbengkalai dan terlupakan. Hingga kemudian dia memutuskan "oke, aku mau bikin blog dan harus nulis lagi!" Dan ternyata doi serius lo. Saking seriusnya doi langsung beli domain meski blognya baru ada beberapa biji tulisan. Aku aja baru berani beli domain 6 bulanan lalu, hihi. 

Nah, berhubung sekarang sudah jadi pasangan blogger. Aku ngusulin gimana kalau tiap minggunya kami punya duet posting. Ceritanya sih ikut-ikutan jejak para blogger femes macam #GesiWindiTalk-nya mbak Grace Melia dan Windi atau #SassyThursday-nya Halo Terong dan Annisast. Sebenarnya dulu pengen punya duet posting begini barengan sama temen-temen blogger lainnya, cuma aku nggak pede ngajakin, habis aku kan masih cupu banget gitu... hehe.. emang ada yang mau... Setelah suami punya blog sendiri, ya sudah ngrangkul doi aja buat merealisasikan keinginan terpendam ini.

Setelah berunding dengan cukup alot dan panjang, diputuskanlah #DuaKacamata sebagai bendera duet maut ini. Kenapa dua kacamata? Pertama, karena nantinya kami akan menulis dua tema yang sama dari dua sudut pandang yang berbeda; sudut pandangku sebagai seorang perempuan acak-adut dan sudut pandang doi sebagai seorang laki-laki yang malu-malu kucing sekaligus kadang suka malu-maluin, hihi. Kedua, karena kami sekarang sama-sama pakai kacamata. Sepele banget ya alasan yang ini?

Blogger Couple with Eye Glasses
Blogger Couple with Eye Glasses

Insya Allah #DuaKacamata akan publish tiap hari Kamis, waktunya kondisional ya.. bisa jadi pagi, siang atau malam, hehe menyesuaikan sempatnya kapan, hehe. Doakan kami istiqomah ya! Dan untuk membuka duet maut kami yang pertama, kami memilih tema ini; "Anak yang Tidak Diakui". Fffh, lumayan bikin keringetan nulis tema ini, but... ini cerita kami :)

Jangan lupa baca versi sigaraning nyawaku di sini ya: Anak yang Tak Diakui Ayah?

Bukan Tentang Mario Teguh dan Ario Kiswinar!


Well, diakui atau tidak tema ini muncul memang gegara kasus Mario Teguh dan Ario Kiswinar mencuat. Tapi aku nggak mau lah membahas lebih lanjut tentang perseteruan mereka. Nggak tahu juga siapa yang benar, siapa yang salah...jadi biarkan saja Allah yang nanti membuka tabir kebenaran itu.

Bukan Tentang Mario Teguh dan Ario Kis
Bukan Tentang Mario Teguh dan Ario Kis - Credit by Tribun News

Tapi ngomongin masalah nggak diakui anak sama bapak atau ibu kandung sendiri itu memang nyesek. Nggak ada satupun anak yang terlahir di dunia ini yang mau mengalami hal itu. Tentu semua anak pengennya diakui dan dilimpahi kasih sayang yang tak henti-hentinya oleh kedua orang tuanya. Namun nyatanya hidup tak selamanya berjalan sesuai keinginan.

Selain kasus yang lagi panas dingin di infotainment itu, sebenarnya banyak banget kasus serupa. Bedanya orang-orang yang ngalamin nggak terkenal, bukan public figure, jadi ya nggak tersorot kamera. Gemes kalau ada yang komen, "cari sensasi aja..." Bro, Sis... rasain dulu gimana sakitnya nggak diakuin anak sama orang tuamu, baru silakan komen seperti itu.

Anak di Luar Pernikahan Sah
Credit by Okezone

Tidak diakui anak itu bisa beragam bentuknya. Yang paling nyata dan biasa terjadi sih, anak yang lahir di luar hubungan pernikahan. Masih beruntung kalau ibunya kemudian dinikahi dan bapaknya mau tanggung jawab. Tapi nyatanya banyak yang ibu dan anak ditinggal begitu saja, bapaknya kabur entah kemana. Udah bagus nggak dibunuh atau dimutilasi! Banyak banget kan kasus seperti ini? Aah, anak-anak tak berdosa itu... seandainya bisa memilih pasti tak akan memilih jalan hidup yang seperti itu.

Anak Korban Perceraian
Credit by Merdeka.com

Berikutnya, anak-anak korban perceraian. Tidak semua, tapi banyak sekali kasus perceraian yang meninggalkan lara begitu dalam di hati anak-anak. Mereka harus terpisah dari bapak atau ibunya, mesti memilih ikut siapa atau terpaksa ikut salah satunya, bahkan terkadang malah tidak ikut dua-duanya dan dititipkan ke kakek nenek atau anggota keluarga lainnya.

Masih beruntung kalau orang tuanya ingat berkunjung dan say hi. Nyatanya banyak yang setelah perceraian, anaknya pun terlupakan. Orang tua-orang tua itu sibuk melanjutkan hidup, menikah lagi, punya anak lagi.. dan si anak dari pernikahan sebelumnya hanya mampu menjaring rindu yang tak bertepi. Swear, orang tua macam begini.. nggak banget!!! Ada mantan istri, ada mantan suami, tapi nggak ada mantan anak euy... Kok kayanya gemes banget? Iyee... I feel them lah pokoknya!

Broken Home Early Detection
Credit by Abah Ihsan

Bentuk lain tidak diakuinya seorang anak adalah orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitasnya. Bisa jadi orang tuanya memang tidak bercerai, terlihat harmonis dan baik-baik saja. Namun mereka terlalu sibuk mengumpulkan emas, katanya sih untuk masa depan sang buah hati. Saking sibuknya, mereka lupa kalau masa depan sang buah hati tidak akan cemerlang kalau masa kanak-kanaknya haus sentuhan dan pelukan.

Orang tua-orang tua macam ini hanya berpikir tentang uang dan materi. Yang penting di rumah fasilitas lengkap - mainan, buku, gadget dan makanan apa aja tersedia, anak disekolahkan di tempat termahal dan terbaik. Tapi mereka nggak punya waktu untuk sekedar bertanya apa yang membuatmu senang atau sedih hari ini, nak... Mereka nggak punya waktu untuk sekedar mengelus rambut si anak, dan memeluknya ketika pulang kerja. Mereka nggak punya waktu untuk membacakan selembar cerita dan bermain bersama anaknya. Tanpa sadar ada perasaan yang tumbuh di hati anak; my parents don't need me, they don't love me. Ya, perasaan tak disayangi ini bisa berkembang menjadi perasaan bahwa anak tak diakui. "Kalau aku diakui keberadaanya, tentunya orang tuaku akan memperlakukanku sebagaimana seorang anak; disayangi, diajak ngobrol, dipeluk..."

Mana diantara kondisi itu yang lebih baik? Entahlah... tergantung sudut pandang masing-masing pihak yang menjalaninya. Namun kondisi terbaik dari tidak diakui anak, tetap saja akan membawa kabut hitam yang akan membayangi langkah-langkah hidupnya kemudian. Ada banyak cara untuk menaklukkan kabut hitam itu; berdamai dengannya dan memilih bersyukur menjalani hidup yang telah digariskanNYA, atau terus bercengkrama dengannya dan membiarkan waktu yang akan mengganti kabut itu dengan awan cerah nan merekah. 

Baca yang ini juga yuk: Lakukan 7 Hal Ini Jika Ayah Kandungmu Tidak Mengakuimu Sebagai Anak Kandungnya!

Coz I Feel It!


Alhamdulillah, aku dilahirkan dalam sebuah pernikahan yang sah. Bahkan kelahiranku sangat ditunggu, karena aku baru hadir setelah tiga tahun bapak dan ibuku menikah. Alhamdulillah, aku juga tidak perlu memilih tinggal dengan siapa karena tidak ada perceraian yang terjadi. Alhamdulillah, aku hidup secara berkecukupan saat kecil, makanan enak apa saja pernah kurasakan.

Pertengkaran Orang Tua
Credit by Depresi.com

Tapi berita buruknya, rumah tangga bapak dan ibuku tidak terlalu baik. Pertengkaran demi pertengkaran mereka jadi makanan sehari-hari untukku. Dan jaman segitu belum ada tuh seminar atau buku parenting yang mengingatkan mereka bahwa anak punya hak-hak di dalam hidupnya.

Ya, kedua orang tuaku memang mengakuiku officially sebagai anak. Tapi pertengkaran mereka setiap hari membuatku terseret pada kondisi ketiga yang kujabarkan di atas. Aku merasa tidak disayangi, aku merasa tidak dikasihi, bahkan sempat terlintas di benakku; "jangan-jangan aku anak pungut ya, kok bapak ibu sibuk bertengkar dan nggak mikirin perasaanku sih."

Karena kesibukan pekerjannya, hubunganku dengan bapak tidak terlalu bagus. Bisa dihitung dengan jari kami saling bercakap. Kadang aku pernah bertanya pada ibu, dulu apa bapak sering menggendongku, menciumku? Ibu malah tertawa, ya iyalah, wong anake. Masalahnya, aku nggak ingat masa-masa itu!

Emosi-emosi negatif itu menumpuk jadi satu. Ya, aku tumbuh menjadi anak yang fatherless. Aku rindu sosok dan figur seorang bapak. Iri seringkali menyelimuti hatiku ketika lihat sahabatku dengan bapaknya bisa begitu dekat, diimami sholat oleh bapaknya, bisa tertawa haha hihi dengan bapaknya.

Broken Heart
Lalu semua meledak ketika bapak menikah lagi. Aku semakin marah, aku semakin merasa tak dicintai, aku semakin merasa tak dikasihi, aku semakin merasa tak diakui! Rasanya semua baktiku jadi sia-sia. Rasanya menjaga diri tetap menjadi anak baik-baik itu sia-sia. Pertanyaan kenapa dan kenapa mulai muncul kembali. Aku tidak minta banyak; hanya ingin diakui - jika aku memang anakmu, dengarkan apa yang jadi inginku. Namun sunyi. Aku tak pernah sanggup mengatakannya. Sekali aku mencoba mendobrak keadaan, bapakku malah kaget dan kemudian sakit pendarahan otak.

Lantas aku memilih untuk mengikuti alur waktu. Membiarkan luka itu sembuh dengan sendirinya. Lama-lama kebekuan itu mencair juga. Justru setelah aku menikah, aku bisa ngobrol apa saja tanpa beban dengan bapak. Hingga ketika bapak meninggal di tahun 2011, aku sadar masih ada banyak hal baik yang bisa kukenang tentangnya.

Baca kisah tentangnya di sini: B-A-P-A-K

Efek Fatherless pada Kehidupanku


Sabtu lalu aku mengikuti Seminar Islamic Parenting yang digelar oleh Komunitas HSMN Semarang bertajuk "Ayah Ibu Jadilah Sahabat dan Guru Terbaikku". Pembicara pertama adalah Ustad Bendry Jaisyurahman yang merupakan motivator parenting spesialis tentang keayahan. Aku sudah sering baca tulisan-tulisannya. Senang sekali akhirnya bisa berguru langsung dengan beliau. Tunggu resume lengkapnya ya, insya Allah nanti aku share di postingan tersendiri.

Father Hunger Condition
Credit by Trivia

Saat itu Ustad Bendry mengungkapkan bahwa ayah merupakan figur penting dalam kehidupan seorang anak. Untuk anak laki-laki, ayah akan menjadi layaknya super hero baginya. Sedang bagi anak perempuan, ayah akan menjadi cinta pertamanya. Seorang anak yang tidak mendapat limpahan kasih sayang dari ayahnya di masa-masa kecilnya, akan mengalami fase fatherless atau father hunger yang kemudian secara tidak langsung akan menumbuhkan hal-hal berikut ini:


  1. Rendahnya harga diri anak
  2. Bertingkah kekanak-kanakan
  3. Terlalu bergantung
  4. Kesulitan menetapkan identitas seksual (cenderung feminin atau hipermaskulin)
  5. Kesulitan dalam belajar
  6. Kurang bisa mengambil keputusan
  7. Bagi anak perempuan, tanpa model peran ayah setelah dewasa akan sulit menentukan pasangan yang tepat untuknya, salah memilih pria yang layak.
Bagaimana denganku? Perasaan pernah tidak diakui dan disayangi oleh bapak setelah kupikir-pikir tidak hanya membawa efek negatif, tapi juga positif. 

Minder dan Tidak Percaya Diri
Credit by Vemale.com

Efek negatifnya beberapa poin di antaranya telah disebutkan oleh Ustad Bendry; merasa rendah diri, sering bertingkah kekanak-kanakan, dan haus figur seorang ayah. Banyak orang bilang aku punya percaya diri yang tinggi, padahal sejatinya aku sebenarnya orang yang sangat minderan. Cuma mungkin aku pinter nutupinnya kali, hehe. Aku paling nggak bisa memulai pertemanan kalau bukan orang lain yang memulainya. Aku cenderung akan menyendiri ketika hadir di sebuah pertemuan jika tak ada orang yang benar-benar aku kenal baik.

Kekanak-kanakan dan posesif, ini yang sangat mengganggu! Terutama ketika aku kemudian menjalin hubungan dengan suamiku, dari pacaran sampai sekarang aku sangat kekanak-kanakan dan posesif (katanya doi, sejak ada Ifa udah berkurang banyak sih... alhamdulillah ya) . Aku tidak mudah mempercayainya. dikit-dikit curigation, kirim SMS sampai ratusan kali sehari tanya lagi apa sama siapa, dan kalau sudah waktunya pulang doi belum pulang juga aku nggak bakal berhenti telpon sampai dia tiba di rumah. Parah!!! Teman-teman kantornya sampai hafal kelakuanku, wkwkwk.

Pasangan yang Posesif
Credit by Kelas Cinta

Soal haus akan figur ayah... aku selalu berangan-angan ketemu orang yang akan benar-benar menyerahkan hidupnya untukku. Pokoknya aku harus jadi  nomor satu buatnya, nggak boleh ada orang lain. Ujung-ujungnya rasa haus ini menyiksaku, ya mana lah bisa jadi nomor satu, yang nomor satu kan harus Tuhan. Ketika kemudian akhirnya dipertemukan sama ayahnya si Ifa, saking hausnya dicintai, aku merasa semua yang dilakuin doi selalu kurang - ya kurang romantis, kurang perhatian... Ini juga masalah besar!

Meski begitu aku bersyukur bertemu dengan suamiku, so far sih aku merasa sudah memilih pria yang layak. Sama-sama tumbuh dengan father hunger dengan kondisi yang berbeda, aku merasa kami justru bisa saling melengkapi. Apalagi setelah punya Ifa, kami semakin intens berkomunikasi, tentunya karena kami nggak mau anak kami mengalami apa yang kami rasakan. Thanks God, he's a good daddy for our daughter, hopefully he could always be her first love :)

My Daughter's First Love
My Daughter's First Love

Dampak buruk lainnya dari kondisi yang pernah kualami adalah momen-momen saat mengasuh Ifa. Aku bertekad untuk menjadi ibu yang baik dan tidak akan pernah menyakitinya. Nyatanya ketika emosi-emosi negatif di masa lalu itu belum dikeluarkan sepenuhnya, pola asuh bapak ibu yang tidak aku sukai dan kenangan-kenangan pahit di masa kecil justru terbawa saat aku mengasuh Ifa. Hal itu membuatku sempat terjebak pada baby blues hingga post partum depression. Aku kadang sampai bingung bagaimana mengatasinya. 


Namun nggak selamanya kondisi fatherless ini membuatku terpuruk. Ada beberapa hal positif yang aku rasakan. Beberapa orang yang mengalami kondisi ini biasanya jadi malas belajar dan berprestasi. Tidak untukku. Aku selalu bertekad, kehidupan rumah tangga orang tuaku boleh hancur, tapi tidak denganku. Aku tidak gila belajar juga sih. Tapi aku selalu berusaha melakukan yang terbaik, terutama di bidang akademis. Alhamdulillah, sejak SD sampai kuliah, nilaiku cukup baik dan membanggakan. 

Berprestasi Apapun yang Terjadi
Credit by Nyozee

Efek positif lainnya karena merasa aku punya masalah yang harus aku selesaikan dalam diriku dan hidupku, aku haus belajar. Aku nggak mau kabut gelap itu terus membayangi kehidupanku. I deserve to be happy! Satu demi satu seminar parenting aku ikuti. Dari situ aku belajar apa-apa yang tidak aku dapatkan di masa kecilku. Aku belajar mengeja bagaimana menjadi orang tua yang sesuai tuntunan agama. 

Tidak mudah. Ketika teori demi teori parenting terhujam, namun software lama masih terinstall dengan kuat di otak, yang ada rasa bersalah justru semakin besar ketika aku tahu secara teori ini itu tidak boleh dan aku masih melakukannya. Alhamdulillah, karena ajakan seorang teman aku diperkenalkan dengan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Pada pelatihan itu, aku diajarkan untuk membersihkan diri dari emosi-emosi negatif di masa lalu. Ternyata memang, kalau mau move on ya harus 100% nggak boleh setengah-setengah. Bahagia itu diciptakan bukan dicari :)

SEFT for Healing Myself
SEFT for Healing Myself

Aku juga mulai intens ikut kajian demi kajian untuk memperkuat ruhiyahku. Belum sempurna, namun perlahan kabut itu mulai berganti dengan awan yang berderak begitu cerah.

So, pals.. begitulah, tidak diakui dan dicintai yang dirasakan oleh seorang anak bisa berefek sedemikian dahsyat. Aku menulis ini bukan untuk membuka tabir luka masa lalu, tapi semoga bisa menjadi pengingat, at least untuk diriku sendiri dan pasanganku; "mari akui anak-anak kita dengan memberikan sentuhan, pelukan, waktu dan cinta kasih sebesar-besarnya. Uang dan materi bisa dicari kapan saja, tapi masa kanak-kanak mereka tidak akan pernah terulang. Berikan kenangan terindah untuk mereka, anak-anak kita tercinta!"

Warisan Abah Ihsan
Credit by Abah Ihsan

Sampai jumpa di postingan selanjutnya ya! Thanks for reading :)

18 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. udah keduluan nulis, uhm uhm, mari sama-sama belajar, belajar menjadi orang baik :P

    ReplyDelete
  2. Pastinya sakit bangetbya tidak di akui anak.Saat ini saya masih mencoba belajar menjadi orang tua yang baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setiap anak pasti pengennya diakui kan mbak :) Yuk sama2 belajar jadi orang tua yang baik :)

      Delete
  3. "Kalau aku diakui keberadaanya, tentunya orang tuaku akan memperlakukanku sebagaimana seorang anak; disayangi, diajak ngobrol, dipeluk..."
    Kata-katanya makjleeeb bangeet, semoga menjadi pelajaran buat semuanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga ada hikmah dari curcolan ini ya mbak... semoga kita bisa jadi orangtua-orangtua yang lebih baik untuk anak-anak tercinta. Aamiin.

      Delete
  4. templatenya cakep mbak ririt, kapan ya kasus ini selesai ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah... hehe.. akhirnya setelah bertualang ke sana kemari nemu juga template yang klik di hati mbak :)


      Kasusnya kapan selesai? Wallahu'alam mbak :)

      Delete
  5. Semoga mba marita diberi hal yg jauh lebih indah dikemudian hari.
    Mau donk diajak kajian...

    ReplyDelete
  6. Wah..pengen ih duet kaya mb marita n pa martin :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hayuklah.. Pak Heri kan udah blogger senior malah :)

      Delete
  7. Duet bikin blog makin kece badai.

    Semoga kita bisa menjadi orang tua yang baik.

    ReplyDelete
  8. Ceritanya penuh inspirasi Mba, smg keluarga Mba Marita sll rukun dan bahagia. Aamiin :)

    Seru juga ya Mba bikin tulisan duet, smg sy bisa meniru nih nantinya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Terima kasih :)

      Hayuklah bikin duet :)

      Delete
  9. Terimakasih banyak sudah mengingatkan, Mamaririt... :)

    Aku pun pernah dalam kondisi yang menyesakkan saat melihat kedua orangtua sibuk bertengkar.. bahkan keluarga kecil kami seolah tidak diterima oleh keluarga besar bapak. duuuh.. masa-masa yang menyakitkan dan sangat sulit menghilangkan bekasnya.

    Ah sudahlah. semua jadi pelajaran berharga ko ya :D

    ReplyDelete