header marita’s palace

Widi Utami, Blogger dengan HoH, Panutan dan Inspirasiku!

Widi Utami, Blogger dengan HoH
Aku mengenal Widi Utami sejak 4 tahunan lalu. Tepatnya saat aku menjadi fasilitator Matrikulasi Institut Ibu Profesional batch #6 untuk area SSJP (Salatiga Semarang Jepara Pati).

Widi Utami menjadi salah satu peserta matrikulasi. Aku merasa langsung klik dengannya ketika tahu dia adalah seorang blogger. Nggak hanya itu, dia juga tinggal di Salatiga, satu SMA denganku meski beda angkatan, dan suami kami sama-sama programmer.

Semua kesamaan itu membuat kami jadi lebih dekat. Ada begitu banyak obrolan via chat yang bisa kami jalin. Aku semakin kesengsem dengan kisah hidupnya, saat mengetahui bahwa ia memiliki kondisi spesial, Hard of Hearing.
Banyak orang mungkin mengatakan kondisi spesialnya adalah keterbatasan. Namun benarkah itu sebuah keterbatasan, atau justru cara Allah untuk membuatnya mampu mengembangkan sayap lebih luas?

Siapakah Widi Utami?

Sebagai orang yang basically introvert, aku seringkali merasa kesulitan jika harus kopi darat dengan beberapa orang yang awalnya hanya kenal via dunia maya. Begitu juga saat memutuskan untuk temu offline dengan Widi Utami beberapa tahun lalu.

Apalagi saat itu aku sudah tahu kondisi dik Widi, begitu aku menyebutnya, yang punya kondisi khusus bernama Hard of Hearing. Jujur aku grogi.

Aku takut kalau caraku bicara terlalu cepat hingga ia susah membaca bibirku. Aku juga takut jikalau ada tingkah lakuku yang nggak layak dan membuatnya tersinggung.

Namun alhamdulillah, kekakuan yang awalnya hadir perlahan bisa mencair. Bersyukur, Ahmad Budairi, suami dik Widi merupakan sosok yang supel. Apalagi dia dan suamiku sama-sama berlatarbelakang dunia IT, jadi sedikit banyak ada obrolan yang nyambung.

Widi Utami adalah seorang blogger asal Salatiga, juga ibu dari dua orang anak laki-laki. Dari penuturannya, ia mengetahui bahwa kondisinya disebut masuk dalam ranah Hard of Hearing (HoH) baru sekitar lima tahun terakhir. Sebelumnya dik Widi tahunya kondisi yang dialami disebut dengan tuli ringan ke arah berat.
pemilik widiutami.com
Memang apa bedanya antara tuli ringan dan HoH, mungkin sohib kongkow bertanya-tanya ya? Nah, biar tambah bingung, sini deh aku kutipkan sedikit jenis-jenis tuli yang pernah disampaikan dik Widi lewat salah satu postingan blognya:
  • Tuli Ringan (Mild Hearing Impairment) - Apabila ambang batas pendengarannya 20-40 dB. Masih bisa menangkap pembicaraan, tapi lebih sering nggak sadar kalau diajak ngobrol.
  • Tuli Sedang (Moderate Hearing Impairment) - Ambang batas dengarnya sekitar 41 dB-65 dB. Kondisinya sangat sulit untuk mendengar jika tidak menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD). Namun beberapa orang bisa memahami pembicaraan orang lain asalkan duduk face to face/ membaca gerak bibir lawan bicara.
  • Tuli Berat (Severe Hearing Impairment) - Ambang batas pendengarannya berkisar pada 66 dB-95 dB. Beberapa ada yang nggak mampu melakukan obrolan secara normal jika tanpa ABD. Namun dik Widi yang ambang batas dengarnya ada di posisi ini menyatakan ia masih bisa ngobrol dengan membaca gerak bibir lawan bicaranya secara face to face.
  • Tuli Parah (Profound Hearing Loss) - Ambang batas dengarnya lebih dari 95 dB atau lebih keras. Biasanya berbincang dengan bahasa isyarat dan cukup kesulitan jika harus ngobrol secara oral.
Nah, terus di manakah letak HoH? Sedangkan dik Widi sendiri mengakui bahwa ambang batas pendengarannya berada pada jenis tuli berat.

Aku pun awalnya bingung. Hingga akhirnya aku menemukan tulisan dik Widi tentang “Hard of Hearing yang Serba Tanggung.

Dalam artikel tersebut dik Widi bercerita, wilayah HoH ini nampak abu-abu. Sebagaimana orang yang punya kebutuhan khusus dalam penglihatan, tapi nggak bisa disebut dengan tuna netra.

Ya, orang-orang sepertiku, yang punya minus tinggi, silinder dan plus. Kami lo nggak bisa melihat dengan normal, harus pakai kacamata baru bisa membaca dan melihat dengan baik.

Begitu juga dengan dik Widi. Sepanjang perjalanannya bertemu dengan komunitas tuli, ia selalu dipandang aneh.

Dirinya mengaku punya kebutuhan khusus dengar, tetapi bisa ngobrol dengan cukup baik dan cukup bisa dipahami. Sedangkan teman-temannya di komunitas tuli hampir 100% berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
pengertian hard of hearing
Dari situlah istilah HoH mulai ditemukan. HoH merujuk pada sebuah kondisi untuk orang-orang seperti dik Widi. Tuli enggak, dengar pun enggak.

Kok bisa gitu?

Buat yang udah pernah ketemu dan ngobrol dengan dik Widi pasti tahu. Dik Widi bisa ngomong dengan jelas saat berhadap-hadapan. Lawan bicaranya juga cukup memahami ucapannya.

Namun kalau kita memanggil dik Widi, ya dia nggak segera bisa merespon. Terutama saat sedang tidak berhadapan.

Menyanyi pun nadanya lari ke sana-ke mari. Ketawanya sering berjeda. Dan saat ngobrol, butuh waktu beberapa detik lebih lama untuk bisa nyambung.
Kondisi seperti ini disebut HoH karena dik Widi dan sesama HoH lainnya bisa berkomunikasi tanpa bahasa isyarat. Sekalipun ambang batas pendengaran mereka masuk ke tuli ringan ataupun berat, mereka tak bisa disebut tuli karena nggak berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sedangkan orang tuli hampir semua menggunakan bahasa isyarat sebagai cara komunikasi.
Tentu saja perbedaan istilah ini kadang jadi hal yang membingungkan bagi dik Widi. Saat berada di komunitas tuli, mau mengaku tuli tapi nggak dianggap sebagai tuli karena tidak berbahasa isyarat.

Namun saat berada dalam masyarakat yang lebih umum, menyebut kondisinya sebagai HoH, malah menimbulkan banyak pertanyaan lanjutan. Seperti, ‘HoH itu apa?’ ‘Bedanya dengan tuli apa?’ dan masih banyak lainnya.

Makanya kadang dik Widi pun merasa bingung. Kalau pas butuh cepat dan sedang nggak sempat menjawab banyak pertanyaan, dia memilih menjawab bahwa dirinya tuli.

Temen kongkow, saat membaca tulisanku yang dari tadi banyak menggunakan kata tuli, adakah yang merasa kalau aku kurang sopan? Kok pakai kata tuli sih bukan tunarungu.

Buat kita yang tidak berada pada kondisi seperti dik Widi, mungkin merasa kata tunarungu jauh terdengar sopan gitu ya? Namun bagi mereka yang punya kebutuhan khusus dengar, mereka justru lebih nyaman disebut sebagai tuli.

Bukan soal benar atau salah sih, tapi lebih kepada mindset. Kata ‘Tuna’ cenderung dihubungkan dengan ‘kecacatan’ atau ‘ketiadaan atau ketidakmampuan.’

Misalnya, tunawisma artinya orang yang nggak punya rumah, atau tunaasmara yang berarti orang yang nggak punya pasangan alias jomblo.

Penggunaan kata ‘Tuna’ di depan kata ‘Rungu’, seringnya bukan lagi mengacu pada kondisi tak memiliki pendengaran. Namun kemudian dihubungkan juga dengan nggak punya potensi.

Padahal tuli ataupun HoH hanyalah sebuah kondisi, layaknya aku yang punya mata minus dan nggak bisa lihat tanpa kacamata. Mereka tetap punya potensi. Apalagi dik Widi, potensinya luar biasa!
aktivitas keren Widi Utami
Dilengkapi dengan empatinya yang tinggi, dik Widi tumbuh menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri, keluarga kecilnya dan orang-orang di sekitarnya. Aku akan ceritakan nanti mengapa ia layak disebut sebagai pahlawan.
Bagi kami, Tuli adalah identitas yang harus dibanggakan. Lain halnya dengan Tunarungu yang membuat kami merasa minder, Tuli membuat kami merasa percaya diri. (Widi Utami)
Jika di antara sohib kongkow ada yang bertanya-tanya mengapa dik Widi tidak mencoba menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD). Kutuliskan ulang dari cerita dik Widi nih, baik yang kubaca ataupun pernah disampaikan langsung olehnya.

Aku lupa sih ceritanya pas dulu ketemuan offline atau via chat Whatsapp. Fyi, dia sudah berusaha menggunakan beraneka ragam ABD, tapi tidak ada satu pun yang pas di telinganya.

Yang ada malah setiap kali adaptasi dengan ABD, dik Widi jatuh sakit dan demam. Namun begitu ABD dilepas, ia kembali sehat.

Makanya jangan tanyakan padanya kenapa dik Widi memilih untuk tidak menggunakan ABD. Dari pengalamannya hingga detik ini, ia lebih nyaman membaca gerak bibir lawan bicaranya.

Mengapa Widi Utami Layak Disebut Pahlawan?

Nyeritain sosok adik yang satu ini sepertinya satu artikel pun nggak akan cukup deh. Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari sosoknya. Sampai aku pun bingung harus nulis yang mana dulu.
 
Baiklah, kalaupun harus disampaikan poin per poin, mungkin empat hal ini yang bisa dijadikan alasan mengapa ia layak disebut sebagai pahlawan:

1. Caranya Belajar Semeleh

Dik Widi sudah mengalami HoH sejak umur 5 tahun. Dari ceritanya, ia sama sekali nggak punya kenangan bahwa ia pernah bisa mendengar.

Apakah ia langsung bisa menerima kondisinya? Jawabannya, tidak. Ada masa-masa ia bertanya pada Allah, ‘Kenapa harus aku?’ Namun dengan proses yang panjang, perenungan yang nggak sebentar, bertemu dengan beragam komunitas, ia pada akhirnya bisa semeleh dan menerima kondisinya.

Fyi, dik Widi nggak pernah mengenyam pendidikan di SLB (Sekolah Luar Biasa). Dia menolak belajar di SLB dan memilih sekolah umum.

Padahal zaman segitu kan belum ada tuh sekolah inklusi. Maka dik Widi pun sekuat tenaga belajar memahami materi pelajaran sekaligus belajar cara berkomunikasi dengan sekitarnya.

Tentunya banyak cerita haru biru pada saat proses studi ini. Jika ia mengeluh, bisa jadi akan ada yang bilang, “Salah sendiri nggak di SLB.” Entah saat itu masih dalam proses denial atau tidak, tapi daya juang dik Widi di masa-masa sekolah tentu saja patut diapresiasi.

Dik Widi mengakui bahwa ia baru mencapai titik acceptance setelah menikah. Mungkin sekitar umur 24 tahunan.

Telat? Menurutku sih nggak? Bukankah proses setiap orang nggak bisa disamaratakan? Bahkan sejatinya sampai akhir hayat pun kita terus berproses kan?
Widi Utami dan Ahmad Budairi
Proses dik Widi mencapai titik penerimaan ini tak bisa lepas dari dukungan Ahmad Budairi, sang suami. Kalau orang lihat mungkin bisa dibilang sosok laki-laki ini tega.

Namun di balik pilihan-pilihan katanya yang mungkin terdengar keras atau perilakunya yang terkesan tega, ia sedang mendidik istrinya untuk mampu berdiri tegak. Agar nggak mudah baper dengan omongan orang lain, dan mampu mandiri di manapun dan kapan pun.

Kalau kata orang Jawa, ‘Tumbu oleh tutup.’ Dik Widi menemukan pasangan yang pas, sehingga mampu menekuni bakatnya, memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan siapa dirinya dan bertumbuh makin kuat setiap harinya.

Dik Widi sempat mengalami baby blues saat melahirkan anak pertamanya. Dia pernah berada di titik bahwa ia bukan ibu yang baik karena tak mampu mendengar tangisan bayinya.

Bahkan pernah ada sebuah peristiwa, ia sampai ditepuk dengan keras oleh tetangga karena bayinya menangis kencang dan ia tak mendengarnya sama sekali. Saat ia tahu, bayinya sedang menangis, tergopoh-gopoh ia ke kamar dan segera menggendong sang bayi. Namun bayinya tetap menangis, bahkan menolak menyusu.

Dik Widi merasa sangat sedih dan jadi ibu yang nggak berguna. Malamnya, ia mencurahkan hatinya pada sang suami. Namun suaminya nggak memberikan kata-kata yang lembut sebagaimana yang dia harapkan.

Sang suami justru memilih kata-kata yang saat itu membuatnya semakin terpojok. Sampai ia berpikir apakah suaminya menyesal telah memilihnya menjadi istri dan ibu dari anaknya.

Namun setelah ia mampu memahami dengan baik, sikap dan perkataan suami yang ditujukan kepadanya bukan karena sang suami marah atau tidak menyayanginya. Justru itulah bentuk kasih sayang suami kepadanya.
Ahmad Budairi ingin istrinya tumbuh kuat, tidak lembek dan melihat hal-hal sulit di depan matanya sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Bukan malah menjadikan dik Widi melemah.
Sejak saat itu, dik Widi pelan-pelan belajar membangun bonding yang lebih baik dengan anaknya, belajar cara komunikasi yang tepat dengan anaknya. Tentu saja nggak selalu mulus, tapi setiap usaha selalu ada hal-hal baik di dalamnya kan?

Peristiwa lain yang masih membekas di ingatanku yaitu ketika dik Widi datang ke sebuah bank untuk mengambil uang. Sang suami memaksanya untuk mengambil uang di bank sendirian, ia hanya mengantar dik Widi sampai di depan kantor bank.

Saat itu tahun 2020, ketika kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Semua orang memakai masker, termasuk juga tentunya satpam dan petugas bank.

Dik Widi sudah ketakutan dan berprasangka buruk ini dan itu. Namun akhirnya ia memberanikan diri untuk menuliskan maksud kedatangannya ke bank di sebuah buku dan menyerahkan pada satpam bank tersebut.
Widi Utami dan kisah viralnya di Bank
Prasangka dik Widi terpatahkan. Satpam itu melayani dengan baik. Mereka kemudian berkomunikasi lewat tulisan.

Karena merasa dilayani dengan sangat baik, dik Widi menuliskan pengalamannya lewat Twitter. Kejadian ini sempat viral beberapa saat lo. Nggak hanya di Twitter, tapi juga diberitakan lewat media-media nasional.

Pengalaman dik Widi yang viral ini tentu saja memberikan secercah harapan bagi temen-temen tuli dan HoH lainnya untuk nggak takut berkegiatan di luar. Membangun kepercayaan diri bahwa di luar sana masih banyak kok orang baik dan bisa berkomunikasi dengan mereka.

2. Berkarya Lewat Blog

Bukan hanya lewat blog utamanya, widiutami.com, dan nusagates.com yang dikelola bareng suami. Baru-baru ini, dik Widi juga melahirkan blog berisi printable gratis yang bebas diunduh siapa saja. Kalau sohib kongkow juga mau ikutan download, bisa banget cuzz ke hadia.id.

Dik Widi cerita kalau sudah lama pengen punya blog yang bisa membantu para guru PAUD dalam menyiapkan bahan belajar untuk murid-muridnya. Dibantu oleh sang suami yang sampai rela kursus Adobe Ilustrator agar bisa mewujudkan rancangan printable impian dik Widi, hadia.id pun akhirnya hadir di tengah-tengah kita.
Aku enggak bisa ngajar karena kuakui anak-anak sekolah belum tentu paham kondisi guru yang HoH, tetapi aku ingin tetap terjun ke dunia pendidikan dengan menyediakan media yang asik untuk digunakan oleh guru. (Widi Utami)

karya Widi Utami lewat blogging
Ke depannya, melalui hadia.id, dik Widi dan sang suami ingin menyediakan lebih banyak media belajar. Nggak hanya printable PAUD, tapi juga akan merambah ke logika, matematika, dll.


Kata dik Widi, biarkanlah para guru sibuk mengajar dan upgrade ilmu, sementara itu dia dan suami yang akan sediakan medianya. Btw, dik Widi menerima saran, kritik dan usulan printable apa lagi yang bisa dibuat lo. Sohib kongkow ada ide printable lainnya nggak nih?

Lewat blog, ia juga mengkampanyekan tentang HoH. Beberapa tulisannya mengenai HoH dan tuli, bisa temen-temen kongkow baca di Rubrik Deaf Corner.

3. Mengembangkan Nusagates Institute bersama Sang Suami

Setelah ia mampu mencapai titik acceptance, dik Widi semakin melesat dalam karya-karyanya. Bukan hanya lewat writing dan blogging, ia pun belajar web developing dari sang suami.

Lalu mereka berdua pun merintis Nusagates Institute, sebuah komunitas yang bergerak di bidang digital, bertujuan untuk memantik masyarakat Indonesia melek digital. Program pertama Nusagates Institute bisa dilihat melalui nusagates.com.

Sebuah website yang berisi berbagai informasi ringan yang dikemas untuk menarik minat baca dari berbagai kalangan. Kru Nusagates nggak hanya dari Salatiga, tetapi tersebar di seluruh Indonesia. Semua komunikasi dan produksi konten dilakukan secara online.

Tak hanya lewat website nusagates.com, Nusagates Institute juga memiliki perhatian khusus pada bidang pendidikan. Tujuannya adalah membantu para tenaga pendidik agar lebih melek digital. Salah satu proyek yang saat ini dilakukan adalah Ma’arif Care Project.

Setahuku nih, lewat proyek ini, dik Widi dan suami membantu RA alias Taman Kanak-kanak (TK) tempat anaknya bersekolah agar memiliki pembelajaran yang lebih menarik dan mengikuti zaman. Awalnya si K, anak dik Widi, sempat mengalami kesulitan adaptasi di sekolah. 
Program kece Nusagates Institute
Dik Widi sempat kebingungan mencari solusi. Syukurlah para guru di RA Ma’arif NU tersebut sangat terbuka dengan saran dari dik Widi selaku wali murid.

Hingga kemudian dik Widi dan suami memberikan ide-ide terkait pengajaran yang fun. Para guru dengan terbuka mau berbenah bersama demi menyajikan yang terbaik untuk anak-anak.

Meski para guru di RA Ma’arif tak lagi muda, namun mereka dengan senang hati mendengarkan cerita dik Widi tentang bagaimana metode pengajaran terbaru yang lebih asik dan berwarna. Para guru kemudian berusaha menyajikannya kepada para murid semaksimal mungkin.

Tak hanya itu, dik Widi dan suami juga ikut andil dalam mencarikan gedung baru agar agenda-agenda pengajaran nantinya bisa berjalan lebih maksimal.

Program lainnya yang juga sedang disiapkan oleh Nusagates Institute adalah bootcamp untuk web developer. Belum launching resmi sih, tapi aku sempat membacanya via status dik Widi di Whatsapp.

Lalu aku sempat ngobrol sebentar mengenai harapannya dan suami tentang bootcamp ini. Bukan sekadar bootcamp web developer, nantinya para peserta nggak hanya diajarin coding atau hal-hal teknis terkait membangun sebuah web.

Para peserta juga akan dibekali dengan ilmu agama, seperti fiqih, tajwid, dan lainnya. Rencananya sih target peserta adalah mereka yang sudah lulus SMK. Diharapkan jika para peserta ini punya kesungguhan belajar, bisa saja mereka direkrut sebagai timnya suami dik Widi.

Keren kan program-program dari dua sejoli ini? Sesuai dengan semboyan yang digaungkan oleh Nusagates Institute, ‘Sederhana, Melek Teknologi dan Ramah Lingkungan.’

4. Campaign bersama #IbuInklusif

Nggak hanya sibuk bermanfaat lewat blog-blognya dan Nusagates Institute bersama sang suami, dik Widi juga merambah aktivitas lainnya lewat Ibu Inklusif. Fyi, Ibu Inklusif adalah salah satu campaign yang digerakkan oleh Komunitas Ibu Profesional untuk merangkul para ibu dan perempuan yang memiliki kebutuhan khusus ataupun orang-orang yang mau mengkampanyekan gerakan inklusif.
Gerakan Ibu Inklusif by Komunitas Ibu Profesional
Kalau ditilik dari KBBI, inklusif artinya termasuk. Namun dalam Gerakan Ibu Inklusif, artinya lebih ke arah ‘menerima dan menghargai keunikan setiap orang.’
Gerakan ini dibentuk agar setiap entitas perempuan mampu mencintai diri sendiri, menghargai keberagaman dan keunikan orang lain sehingga bisa menciptakan lingkungan yang positif bagi seluruh perempuan Indonesia untuk berkarya dan berekspresi.
Gerakan Ibu Inklusif memandang semua perempuan sama, tanpa melihat suku, agama, ras, difabel atau tidak, warna kulit, bentuk rambut, tinggi tubuh, kepandaian, kekayaan, dsb. Gerakan ini bertujuan untuk meniadakan anggapan bahwa ada golongan yang lebih baik dan lebih unggul dibanding golongan lainnya.

Agar inklusivitas ini bisa tercapai, maka kita harus meletakkan diri pada posisi yang sama dengan orang lain dan berusaha untuk memahami perspektif orang lain dalam mengatasi sebuah permasalahan. Untuk mencapainya, kita perlu rasa empati yang tinggi disertai dengan latihan dan pembiasaan.

Luar biasa kan semua aktivitas yang dilakukan oleh dik Widi? Semua hal yang dipikirkannya bukan hanya untuk dirinya sendiri. Namun juga untuk kepentingan orang banyak. Itulah kenapa dik Widi layak disebut sebagai pahlawan.

Untuk keluarga kecilnya pun, dik Widi adalah sosok ibu yang luar biasa. Keterbatasannya tak lagi membuatnya merasa terkungkung. Ia kini sudah bisa memainkan perannya sebagai ibu dan istri pada porsi yang pas.

Bisa dilihat dari perkembangan si K, anak pertama dik Widi, yang luar biasa. Masya Allah pintar dan kritis. Begitu juga bagaimana usaha dik Widi untuk tetap adil pada K, saat adiknya lahir. Tak hanya itu, Ahmad Budairi, sang suami juga mengakui kehebatan istrinya.
Ayi mengakui sendiri bahwa dulu dia suka mongkel-mongkel (berontak) mendapat gemblengan keras yang aku berikan secara dingin. Namun seiring berjalannya waktu, dia juga mengakui bahwa apa yang aku lakukan itu benar-benar dirasakan manfaatnya.
Sekarang dia lebih banyak diterima dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Bukan diterima karena kasihan. Dia pun telah menginspirasi banyak orang.
Tapi aku akui memang ayi adalah orang yang super hebat. Semangatnya untuk belajar sangat kuat. Demikian keinginannya untuk berubah menjadi lebih baik. Dan yang paling keren adalah dia tidak segan dan malu untuk mengakui kesalahan. (Diambil dari status Facebook Ahmad Budairi yang ditujukan untuk Widi Utami. Btw, Ayi is dik Widi ya.)

#KadoUntukPahlawan buat Dik Widi Utami

Aku ingin orang sadar bahwa ada HoH yang butuh treatment khusus, enggak cuma bahasa isyarat saja yang harus dikampanyekan, tapi how to communicate with HoH juga perlu dikampanyekan. (Widi Utami)
Itulah hal yang disampaikan oleh dik Widi saat aku menanyakan tentang harapannya terkait HoH. Sebuah harapan yang insya Allah bisa terwujud jika semakin banyak orang tahu apa itu HoH dan perbedaannya dengan tuli.

Itulah kenapa saat ini, aku menuliskan tentang Widi Utami, seorang ibu, istri dan blogger muda dengan HoH yang punya daya juang super hebat. Agar lebih banyak orang yang tahu tentang HoH, dan lebih banyak orang yang tahu ada Pahlawan Super seperti dik Widi di tengah-tengah kita.

Kondisinya yang kita sebut sebagai keterbatasan nyatanya bukanlah keterbatasan untuknya. Lihat ia sudah melakukan banyak hal, walau hanya dari rumah, walau hanya di belakang layar laptopnya. Namun sudah berapa banyak manfaat yang dia bagikan ke sekitarnya?

Bagaimana dengan kita, yang mengaku normal? Apakah punya empati sekuat dik Widi? Apakah usaha kita lebih keras darinya?
kado untuk Widi Utami
Btw, jika Aplikasi SUPER memberikan kesempatan untukku dalam memilih #KadoUntukPahlawan, aku ingin memberikan kado untuk dik Widi berupa suntikan modal untuk Nusagates Institute yang punya beragam program kece dan bermanfaat.

Setahuku saat ini dik Widi sedang mencari rumah kontrakan sebagai tempat bootcamp web developer. Siapa tahu Aplikasi SUPER berkenan untuk memberikan tambahan modal buat program kece duo sejoli ini.

Eits, jangan lupa juga buat sohib kongkow untuk download Aplikasi SUPER dan dapatkan manfaat supernya. Mumpung masih ada waktu, kalau sohib kongkow mau kasih #KadoUntukPahlawan, yuuk kirim secepatnya cerita kalian.

At last but not least, aku menulis ini sebagai pengingat diri sendiri, bahwasanya sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Dik Widi, salah satu panutanku, inspirasiku.

Sosok yang nggak hanya memikirkan kepentingan dirinya, tapi juga orang-orang di sekitarnya. Semoga bermanfaat juga untukmu ya, pals.***


Sumber:
  • Obrolan via chat dengan Widi Utami
  • https://widiutami.com/hard-of-hearing-yang-serba-tanggung.html
  • https://widiutami.com/mengenal-lebih-jauh-penyandang-tuli.html
  • https://widiutami.com/dear-re-begini-rasanya-perempuan-dengan-hard-hearing-disability-menjadi-seorang-ibu.html
  • https://widiutami.com/pandemi-mendepakku-dari-zona-nyaman-sebuah-catatan-ibu-tuli.html
  • https://www.kompasiana.com/bamset2014/5be4052eaeebe17ef424e862/widi-utami-blogger-dan-kompasianer-tuna-rungu-asal-salatiga
  • https://institutibuprofesional.com/gerakan-ibu-inklusif/

23 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Aku baru dengar istilah HoH kali ini dan agak membingungkan di posisi ini, ya, tapi salut sama Mbak Widi. Tetap aktif berkarya dan optimis di tengah skeptis negatif orang lain. Keren juga ceritanya di Bank, jarang ada yang berhati mulai seperti satpam itu. Terima kasih sharingnya!

    ReplyDelete
  2. Salut sekali dengan perjalanan hidup Mbak Widia Utami. Tetap berkarya dengan keterbatasan, bahkan karyanya begitu luar biasa. Ia layak disebut seorang pahlawan. Semoga Aplikasi Super dapat membantu untuk mewujudkan beberapa mimpi mulia Mbak Widi melalui Nusagate Institute

    ReplyDelete
  3. Sangat patut mba Widi Utami disebut sebagai sosok pahlawan, panutan.
    Semangatnya untuk berbagi hal positif pada lingkungan diacungi jempol.
    Semoga Aplikasi SUPER bisa memberikan kado untuk mbak Widi untuk mengembangkan Nusagate Institute.

    ReplyDelete
  4. Saya termasuk rajin berkunjung ke blog Mba Widi Utami untuk blog walking dan memang banyak tulisan-tulisan informatif yang beliau mua di blog. Saya baru tahu ternyata Mba Widi mengidap HOH yaa, tapi sangat salut dengan perjuangannya dan niat nya berbagi kebaikan.. sungguh luar biasa

    ReplyDelete
  5. Allah SWT memberikan jalan yang unik buat kak Widi sebagai blogger yang menginspirasi. Karena disetiap keterbatasan diri kita, pasti ada kelebihan

    ReplyDelete
  6. Aku juga sering membaca tulisan tulisan Mbak Widi dan memang luar biasa sih perjuangannya. Tak pernah menjadikan keterbatasan menjadi masalah, kalau ngga ketemu ya ngga bakalan tahu karena emang semua hasil tulisannya bagus

    ReplyDelete
  7. Awalnya kupikir HoH itu apa ya? Ternyata begitu. Dan aku bisa membayangkan gimana perasaan Kak Widi. Mendengar bayi nangis mungkin bikin kita melatih kesabaran. Tapi kita merasa itu lebih baik daripada nggak bisa dengar bayi kita. Pasti sedih banget. Salut sama mbak Widi.

    ReplyDelete
  8. Ya Allah inspiratif sekali. Sampaikan salamku untuk Mbak Widi ya mbak. Habis ini langsung berkunjung ke blognya 🥰

    ReplyDelete
  9. Memang menginspirasi banget ya Mba Widi, patut deh jadi panutan nih. Tentu support dari suaminya juga the best banget sehingga enggak mudah baper dengan omongan orang dan bisa terus maju ya.

    ReplyDelete
  10. baru tau nih mba kalau ini bagian dari campaignnya ibu profesional. kukira kegiatannya itu seperti yang suka posting2 gitu, ternyata da kegiatan lain yang juga gak kalah keren dan pasti bermanfaat banget

    ReplyDelete
  11. keren ya,.. masya Allah mbak widi ..semangat terus mbakk. ah mbak marita nih bikin melow aja .. peluk buat para ibu2 di seluruh penjuru, perempuan hebat kalian semua

    ReplyDelete
  12. saya baru tahu tentang istilah hard of hearing ini, dan jadi tahu jenis-jenis tuli ini. keren banget mba Widi ini ya, salah satu sosok inspiratif perempuan

    ReplyDelete
  13. Sungguh inspiratif mbak, saya pun demikian punya siswa yang mengalami hal yang serupa. Tapi saya yakin sih, ga ada manusia sempurna, dibalik ketidaksempurnaan pasti punya kelebihan yang luar biasa, seperti Mbak Widi ini.
    Termasuk kita juga ya kan?

    ReplyDelete
  14. Inspiratif sekali kisah mbak Widi ini
    Aku mau intip intip blognya ah
    Mau baca-baca tulisan inspiratifnya

    ReplyDelete
  15. Satu grup dengan Widi Utami dalam payung blogger memang berkah
    Banyak belajar darinya
    Bahkan kadang diskusi blog dengannya
    Banyak ilmu yang bisa dipetik dari hidupnya

    ReplyDelete
  16. sehat-sehat terus mbak widi, juga mbak marita. semoga diberkahi selalu.

    ReplyDelete
  17. Ya Allah...
    Aku nangis bacanya, kak..

    Awal kenal kak Widi ini juga aku gak tahu kalau beliau HoH, sehingga aku pas DM mau kirim suara ((kaya anak zaman sekarang gitu lo.. males ngetik, jadi kirim-kiriman vn))

    Ternyata aku terhenyak waktu diberitahu bahwa beliau HoH dan mashaAllah, cara menyampaikannya ke aku tuh dengan nada bercanda.
    Jadi aku merasa nyaman curhat masalah blog ke kak Widi.

    Semoga kak Widi berhasil mewujudkan impian mulianya #KadoUntukPahlawan

    ReplyDelete
  18. Masyaallah aku baru tahu, walau aku sudah nggak asing dengan narablog bernama mba Widi Utami.
    Dari awal sampai akhir narasinya membuat aku sadar betapa support system dri org terdekat khususnya pasangan itu penting banget. Walau kadang caranya dirasa beda, tapi tentu ada hikmah dibaliknya
    Terima kasih Mba Widi Utami telah banyak menginspirasi, terima kasih tulisannya juga mba Marita. Ga bosen baca dari awal smpe akhir

    ReplyDelete
  19. MasyaAllah ada ya sosok yang sekuat Mbak Widi ini. Sungguh inspiratif, sampe aku speechless, gak tau harus ngomong apa. Gak mau menyerah dan tetap semangat jadi orang manfaat meski punya kelemahan..

    Baca ceritanya bikin trenyuh. Apalagi pas part baby blues, mbrabak mata ini bacanya 🥺🥺

    Terima kasih Mbak Marita atas tulisannya yang sungguh menggugah jiwa ❤

    ReplyDelete
  20. lama nggak berkunjung ke rumah maya mbak Widi.
    yang aku tau mba widi jago di bidang IT dan waktu sempet pengen minta tolong teknis blog ke mbak Widi
    salut sama semangatnya yang tinggi. tetep berkarya terus

    ReplyDelete
  21. Mbak Widi Utami sangat inspiratif sekali, lewat karya-karyanya di blog bnyak yg mengidolakan. Belum lagi sang suami adalah programmer. Sangat salut sama beliau.

    ReplyDelete
  22. Wahh tulisannya keren, bismillah menang mbak.
    Saya jadi paham tentang HoH dan sosok Mb Widi Utami.
    Sangat menginspirasi.
    Mari saling dukung perjuangan sesama perempuan, ya mbak.
    Jadi pengingat diri sendiri setelah membaca artikel ini..

    ReplyDelete
  23. Huaaaa, aku bacanya sampai mewek mbak..

    Entah akunya yang supermellow, atau tulisan dan kisah perjalanan Kak Widi Utami yang luar biasa. Keren bgt perjalannya.

    Suka malu sendiri kalau lihat orang hebat dengan segala keterbatasanya bisa menebar manfaat yang luar biasa

    ReplyDelete