header marita’s palace

Jurnal Jingga, Blog Mbak Jihan yang Sarat Ilmu

Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Meski sudah biasa di rumah, tapi kuakui masa pandemi ini menjadikan aktivitas di rumah semakin berwarna. Salah satu alasannya karena ada banyak kelas online yang bisa aku ikuti sebagaimana aku ceritakan di postingan tentang keterampilan yang aku pelajari selama #diamdirumah. Selain mengikuti beberapa kelas online, aku juga mantengin beberapa akun instagrammer, blogger dan youtuber favorit.

So far, para instagrammer, blogger dan youtuber favoritku masih belum banyak berubah sejak kutuliskan artikelnya di blog ini sekitar 1.5 tahun lalu. Eh, yang list youtuber sempat kuperbarui beberapa bulan ini sih. Namun secara garis besar masih berkutat pada Abah Ihsan, Ibu Septi Peni, Deddy Corbuzier, dan Grace Melia. Namun akhir-akhir ini aku juga menemukan blogger favorit baru yang sedang sering kuintip tulisan-tulisannya. Mau tahukah siapa dia?

Berkenalan dengan Mbak Han, Penulis Muda Inspiratif

Jurnal Jingga, nama blognya. Blog tersebut dimiliki oleh perempuan berparas ayu bernama Jihan Mawaddah, namun lebih suka dipanggil dengan nama Han. Sebenarnya ekor mataku sudah mulai menangkap namanya sejak akhir tahun lalu, karena qodarullah kami satu angkatan di batch 7 Komunitas One Day One Post (ODOP). Namun baru benar-benar lumayan intens ngobrol setelah bergabung di Squad Blogger-nya ODOP.

Kupikir Mbak Jihan ini masing high quality jomblo. Ternyata setelah ngobrol lebih dekat, baru kutahu kalau doi sudah memiliki belahan jiwa dan dihalalkan sejak tahun 2013 yang lalu. Bahkan saat ini sedang senang-senangnya membersamai putri kecilnya yang berumur 15 bulan, bernama Isya.

Satu hal yang menarik ketika aku mengetahui bahwa mbak Jihan sudah menjadi ibu, sekaligus juga memiliki kesibukan di ranah publik, yaitu tentang manajemen waktunya dalam proses menulis. Aku sedikit makjleb sih membaca jawabannya.

Biasanya penulis perempuan selalu menjadikan anak sebagai alasan ketidakproduktifan. Karena bayi nempel terus lah, rewellah, nyusu terus dan sebagainya. Termasuk juga aku. Namun mbak Jihan ini berbeda. Dia justru merasa kehadiran Isya membuatnya lebih semangat menulis daripada sebelumnya.
Alhamdulillah, tantangannya cuma harus tahan kantuk aja mba. Justru karena ada bayi ini aku jadi lebih semangat nulis dibanding dulu. Karena mungkin aku baru sadar ya berharganya waktu. Sampe kayaknya kalo sehari ga nulis itu kayak merasa bersalah. Aku ngapain aja, kok ngga ada yang dihasilkan?
Wow, mantap bukan kalimat yang meluncur dari jempol perempuan kelahiran Malang tahun 1990 ini? Bener-bener menjadi pengingat buatku bahwasanya anak bukanlah batasan untuk kita berkarya, justru seharusnya menjadi pelecut semangat untuk bisa berkarya lebih baik lagi. Thanks mbak Jihan untuk pengingatnya yang sangat indah.

Mbak Jihan juga bercerita kalau pekerjaannya di ranah publik tak terlalu banyak menyita waktu. Sebelum work from home, biasanya jam 1 siang mbak Han sudah bisa menjemput Isya di daycare. Sesampainya di rumah, ia akan bermain dengan sang buah hati hingga si kecil tertidur. Saat Isya bobok,  mbak Han melakukan me time berfaedahnya; membaca atau menulis. 

Bersyukur sang suami sangat memahami dan mendukung passion istrinya, jadi peran sebagai istri tidak ada kendala sama sekali. Bahkan sang suami pun ikut membantu mbak Jihan saat migrasi dari wordpress gratisan ke wordpress self hosted tahun lalu. Hmm, senangnya kalau melihat pasangan muda saling support satu sama lain seperti ini.

Ngobrolin soal perjalanan ngeblognya Mbak Han, ternyata sudah cukup lama juga lo. Sejak 2010, mbak Han sudah ngeblog di Tumblr, hanya saja ia bercerita kalau saat itu tulisannya lebih banyak tentang curahan hati. Etdaah, nggak papa kali ya curhatan.. asal berfaedah. Menengok blogku sendiri yang 2/3 isinya sepertinya juga berupa curhatan, wkwk.

Sampai pada akhirnya tahun 2019, mbak Jihan mulai berpikir untuk serius ngeblog dan membeli domain sendiri dengan nama jeyjingga.com. Kata mbak Han, sayang kalau banyak tulisan yang hanya teronggok di laptop tanpa dibaca orang lain. Hmm, bener banget tuh. Kita nggak akan pernah tahu tulisan mana yang dibutuhkan oleh orang lain. Buat kita mungkin tulisan sepele, belum tentu buat orang lain.

Jeyjingga.com yang Tak Jingga

Meski baru berusia setahun, namun saat kucek di Google Search, sudah ada 690 post dari blognya yang terindex Google. Buatku itu sebuah prestasi yang luar biasa dan membanggakan. Jumlahnya nggak jauh beda dengan blogku yang sudah berusia 4 tahun lo! Luar biasa produktif ya mbak Han ini? Makanya aku jadi semakin kepo dengan doi.

Ngobrolin soal nama blog dan domain yang dipilih mbak Jihan, aku penasaran dengan pilihan namanya tersebut. Ada apa dengan Jingga?

Usut punya usut, ternyata Jingga itu memiliki sejarah tersendiri. Mbak Han menuturkan kalau dia bersama tiga sahabatnya mempunyai blog masing-masing, namanya ada yang Mentari, Senja, dan Sore. Karena mbak Jihan sangat menyukai warna langit saat syafaq tiba, yang berwarna oranye itu, akhirnya doi pun memilih Jingga sebagai nama blognya.
Nggak ada arti spesial sih, cuman suka aja dengan jingga.
Hmm, kadang memang cinta itu tidak perlu alasan. Begitu juga soal memilih nama blog. Seringkali terbersit aja di pikiran lalu merasa klik di hati, ya sudah diteruskan saja tanpa banyak mikir kenapa.

Hal menggelitik lainnya yang kutanyakan pada mbak Jihan yaitu tentang pemilihan template blognya. Apa hubungan Jingga dengan si ungu yang merupakan warna utama template blognya? Aku sih menebak kalau mbak Jihan ini sepertinya suka dengan warna ungu. Eh, ternyata tebakanku benar. Mbak Han memang suka warna ungu.

Mbak Jihan bercerita kalau awalnya saat masih menggunakan template bawaan WordPress, warna ungunya bukan seperti itu. Namun saat menyiapkan Jeyjingga.com dibantu oleh sang suami, akhirnya warna ungu yang bisa kita lihat sekarang, yang kemudian menjadi pilihan. Meski mbak Han menyadari kalau nggak sinkron dengan nama blog yang dipilihnya, namun sampai saat ini warna tersebut masih dipertahankan.
Aah, apalah arti sebuah warna template ya kan? Yang penting rajin update tulisan.
Namun kalau boleh memberi saran ke mbak Jihan sih, mungkin bisa memilih template yang lebih ringan. Karena load blognya cukup berat dan lama. Saat aku cek dengan Page Speed Insight bahkan nilainya merah semua. Takutnya kalau terlalu berat loading-nya, pembaca yang nggak sabar bisa lari duluan sebelum sempat membaca artikel mbak Jihan yang kece punya.

Jihan Mawaddah, Jeyjingga.com dan Narasi Gurunda

Jika teman-teman menelisik ke setiap halaman yang ada di Jurnal Jingganya mbak Jihan, teman-teman akan menemukan banyak sekali ulasan buku yang menarik. Membaca review buku yang dibuat mbak Jihan selalu bisa membuat para pembaca terpuaskan. Ada gambaran yang manis tentang buku yang diulasnya, namun juga sengaja dibuat tidak buka-bukaan secara gamblang, sehingga membuat para pembaca kepo lebih lanjut tentang buku tersebut.

Salah satu tulisan favoritku dari review buku Mbak Jingga yaitu ulasan buku Mr. Crack dari Pare-pare. Sebuah buku yang mengisahkan tentang BJ Habibie. Cara mbak Han menuturkan isi buku sangat lugas, tegas, namun indah. Apalagi di akhir artikel ditutup dengan sebuah pertanyaan menggelitik bagi siapapun yang membacanya.
Semua orang bisa mengkritik tapi hanya sedikit yang melakukan aksi nyata. Dimulai dari diri sendiri. Apa yang sudah kita lakukan hari ini untuk bangsa? Apa yang kita rencanakan untuk besok?
Sangat menarik sekali cara mbak Jihan mengulas buku-buku yang dibacanya. Tak heran jika sebenarnya mbak Jihan ingin memilih review buku sebagai niche blognya. 

Namun pada akhirnya saat ini Jurnal Jingga bertema gado-gado, karena Mbak Han tergiur ingin ikut lomba-lomba blog yang banyak beredar. Sementara jika fokus di niche review buku saja, tentu akan sangat terbatas artikel yang bisa ditulisnya. Walaupun begitu, mbak Jihan tetap memiliki cita-cita yang patut diapresiasi. Ia ingin ke depannya Jurnal Jingga bisa menjadi rujukan yang komplit bagi siapa saja yang mencari ulasan-ulasan buku. Aamiin.

Ngobrolin soal buku, Mbak Jihan juga sudah menerbitkan banyak buku lo. Pada 2018, buku antologi pertamanya yang berjudul Titik Terendah terbit. Kemudian disusul judul-judul lainnya. Hingga saat ini doi sudah memiliki 14 judul buku antologi lo. Buku-buku tersebut sangat beragam. Ada yang diterbitkan penerbit indie, penerbit Dirjen Bimas Islam, hingga Diva Press - salah satu penerbit mayor yang cukup besar namanya. Buku yang berhasil diterbitkan secara mayor berjudul My Beauty Journey.

Hingga akhirnya pada 2019, Narasi Gurunda, buku solonya diterbitkan. Buku ini sangat spesial karena merupakan tanda cinta kasih mbak Han kepada sang ayahanda. Hmm, so sweet… suka iri deh sama anak perempuan yang bisa dekat sama bapaknya gitu.
Narasi Gurunda itu hadiah untuk Ayah saya mbak. Jadi semacam Biografi yang dikemas dalam bentuk novel. Cerita perjuangan beliau mulai dari lahir sampai saat ini.
Membaca kalimat-kalimat itu saja aku sudah bisa menebak bagaimana kebanggaan mbak Han terhadap ayahnya. Dan aku yakin sang ayahanda pun sama bangganya dengan kemampuan menulis mbak Han yang memang di atas rata-rata.

Sebuah wejangan menarik disampaikan oleh mbak Jihan terkait menulis;
Menulis itu menurut saya adalah mengabadikan pemikiran kita. Kenapa saya harus nulis? Karena saya bukan anak raja juga bukan anak ulama. Kata Imam Al Ghazali, "Kalau kau bukan anak raja atau bukan anak ulama, maka menulislah."
Lagi-lagi dalam kesederhanaannya yang ceria, mbak Han membawa pengingat yang manis tentang pentingnya menulis bagi manusia. 

Oh, ya ada satu hal lagi yang menarik dari mbak Han…. yaitu pekerjaannya di Kementerian Agama sebagai tim penyuluh. Penyuluh Kemenag itu ternyata dibagi menjadi 8 spesialisasi, mulai dari buta huruf Al Quran, zakat, wakaf, narkoba, keluarga sakinah, dsb. Nah, mbak Han mendapat tugas di divisi narkoba. Karena tugasnya inilah, setiap minggu sekali mbak Han harus mengunjungi lapas untuk pendampingan bersama BNN pada para tahanan yang tertangkap karena narkoba.

Bekerja di Kemenag sebagai tenaga honorer sejak 2016 tentu saja menyimpan banyak kesan yang mendalam. Namun yang paling berkesan menurut mbak Han yaitu ketika dicurhati para narapidana. mbaa. Saking nggak teganya, mbak Han sampai saling tukar nomor HP meski sebenarnya hal tersebut terlarang.

Aah, penulis memang biasanya memiliki kepekaan yang lebih tinggi. Apalagi mendengar kisah orang lain. Di tangan mbak Jihan sepertinya kisah-kisah para napi tersebut bisa melahirkan maha karya yang sangat indah. 

Menutup percakapan kami malam itu, aku bertanya tentang tips menerbitkan buku solo pada perempuan Malang yang bercita-cita akan resign dari pekerjaannya saat Isya tambah besar itu. Mbak Han menjawab dengan sangat humble;
Aduh apa ya mbak? Pokoknya konsisten terus untuk menuntaskan buku itu. Jangan pindah ke ide lain kalau buku yang sedang ditulis belum selesai. Boleh sih kalo ada ide langsung dibuat outline, tapi menulis buku memang perlu ketahanan biar nggak jenuh. Jadi kalau bosen, boleh dijeda sebentar. Mungkin sehari dua hari. Sambil cari bahan melalui buku atau film. Lalu yang nggak kalah penting adalah bikin target, lalu timeline. Penuhi jadwal yang sudah dibuat. Sesibuk apapun itu harus dikerjakan sesuai jadwal. Kalau nggak nanti bakal jadi hutang yang beranak pinak.
Aaah, sebuah motivasi yang mantap dari Mbak Jihan. Semoga hasil obrolanku dengannya bisa melecut semangatku untuk menyelesaikan impianku memiliki buku solo di tahun ini. Aamiin.

Semoga teman-teman juga bisa ikut merasakan semangat dan manfaat yang dibagikan oleh mbak Jihan. Sampai jumpa di celoteh-celotehku lainnya.

Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

8 comments

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Uwuwu sekali pake banget...
    aku malah baru tau, mbk marita juga ODOP 7.
    Aku berharap, Mbk Marita dan Mbk jihan terus mewarnai dunia kepenulisan.
    soalnya, walau ndak pernah bertemu, aroma konsisten menulisnya terasa sampai sini, cukup sering aku merekomendasikan blog kepada teman2ku yang sama-sama penulis pemula.. hehe
    Berkah selalu mbk...

    ReplyDelete
  2. Aku suka banget sama bukunya Mbak Jihan ini. Kebetulan kan aku yang ngelayout, jadi bisa sekalian baca. Cara meneceritakannya ngalir dan sarat makna

    ReplyDelete
  3. Dua mastah yang selalu jawab kebingungan piyik2 kecil sepertiku. Semakin sukses kakak berdua

    ReplyDelete
  4. Terimakasih mba Mar, mudah2an bisa istikamah seperti yang ditulis mba Marita yah. Aku banyak belajar banget dari Mba Marita soal blog. Pengin kayak mba Marita juga. Hihi. Mudah-mudahan kesampaian. Aamiin.

    ReplyDelete
  5. Duo emak keceh ini mah...
    Pokoe keren.
    Aku baru tau mba Marita juga ternyata batch 7.

    Blognya mba Marita menarik sekali 😍😍😍

    ReplyDelete
  6. Masyaallah lewat tulisan ini kita bs kenal lebih dekat lagi dg Mbak Jihan

    ReplyDelete
  7. Luar biasa sekali kalian berdua ini :) tetap semangat menulis apapun rintangannya :)

    ReplyDelete
  8. Aku baca ini merinding Mbak, salut sama kalian berdua: Mbak Ririt dna Mommy Jayko (kenang-kenangan ODOP 7 Konstaantinopel).
    Blogger yang sangat-sangat konsisten.

    Mudah-mudahan kalian tetap istiqomah di literasi dan selalu menginspirasi. Semoga istiqomahnya nular ke aku, hehehe...

    ReplyDelete