header marita’s palace

Pernah Mengalami Burnout? Ini 5 Caraku Mengatasinya!

pernahkah mengalami burnout
Menurut Oxford Dictionary, burnout is physical or mental collapse caused by overwork or stress. Kalau dialihbahasakan ke Indonesia maksudnya gangguan fisik atau mental yang disebabkan oleh kerja berlebihan atau stres. Sederhananya, burnout adalah kelelahan karena bekerja yang terlalu diforsir.

Apakah teman-teman kongkow pernah mengalaminya? Menurut studi-studi ilmiah yang banyak dilakukan, biasanya burnout ini biasanya ditemukan pada karyawan-karyawan kantor. Namun tak menutup kemungkinan kondisi ini juga dialami oleh ibu rumah tangga.

Hanya saja seringnya kondisi ini tak terlalu diperhatikan, dianggap hanya kelelahan biasa. Besok toh akan membaik lagi.

Padahal burnout pada ibu rumah tangga yang terus berulang bisa membahayakan diri mereka lo. Terutama para ibu yang tidak memiliki support system yang cukup baik. Tidak ada kawan bicara, komunikasi dengan suami tak baik, kurangnya apresiasi dari keluarga, bisa menyebabkan burnout berkembang menjadi stres berkepanjangan. Bahkan mungkin menuju depresi.

Namun jangan khawatir jika kita bisa mengatasinya dengan baik, burnout bukan sesuatu yang harus ditakuti. Asalkan kita mampu mendengarkan alarm yang disampaikan oleh tubuh.

Allah menciptakan manusia dengan sangat sempurna kok. Tubuh akan bisa memberikan reaksi saat dirinya diforsir secara berlebihan. Maka tugas kita adalah mendengarkan tubuh kita dengan lebih baik. Sehingga saat tubuh membunyikan alarmnya, kita bisa segera mengambil tindakan agar burnout yang dialami tidak kebablasan.

Penyebab Burnout

Sejak resign dari kerjaan kantor 9 tahun lalu, burnout beberapa kali menyergapku. Kalau dibilang kerja dari rumah itu enak, sebenarnya harus kuakui tidak sepenuhnya benar. Secara fleksibilitas waktu, kerja dari rumah itu memang terasa menyenangkan.

Namun tentu saja juga punya sisi minusnya. Bagaimana menyeimbangkan waktu bekerja, bersantai dan mengurus rumah tangga juga butuh effort yang luar biasa. Jika tak pandai mengaturnya, otak ada kalanya terasa ingin meledak, wkwk.

Mengamati apa yang pernah kualami, burnout bisa mendekat padaku jika:
penyebab burnout

1. Terjebak Rutinitas

Aku typical orang yang paling nggak bisa punya jadwal tetap. Namun aku pun juga butuh jadwal harian biar hidupku lebih teratur dan seimbang. Anehnya, jika jadwal itu berjalan lebih dari seminggu, aku akan lebih cepat jenuh dan merasa capek. Makanya aku lebih senang pakai metode kandang waktu daripada tight pada schedule harian yang kudu sama terus setiap harinya.

2. Terlalu Memforsir Diri

Sebagai freelancer harusnya hidupku jauh lebih nyantai daripada waktu masih kerja from 8 to 8 kan ya? Nyatanya nggak juga lo. Kadang aku bisa seharian depan laptop, dan rasanya kerjaan nggak habis-habis, wkwk.

Atau ada kalanya juga aku membuat target yang terlalu tinggi, tanpa mempertimbangkan kondisi diri. Akhirnya merasa jengkel karena target nggak tercapai dan ngomel-ngomel nggak jelas deh.

3. Menunda-nunda

Selain memasang target ketinggian, biasanya kondisi burnout muncul gara-gara kebiasaan burukku yang suka menunda-nunda melakukan pekerjaan. Ah, nanti dulu lah. Itu kan deadlinenya masih dua hari lagi, kerjain ini dulu deh.

Eh, habis itu kelupaan. Dan baru deh kejar-kejaran sama deadline. Sungguh kondisi lari-larian sama deadline itu bikin capek jiwa, capek badan. Makanya to mbok yao jangan suka kejar-kejaran, *ngomong sama diri sendiri, hehe.

4. Kurang Self Love

Sebenarnya memasang target itu hal yang lumrah, hanya saja saking banyak hal yang kudu dikerjakan, aku seringkali lupa memberikan apresiasi pada diri sendiri. Aku lupa bahwa tubuh juga punya hak untuk istiahat.

Aku lupa berterima kasih pada mata yang sudah membantuku menatap layar laptop berjam-jam, pada otak yang melahirkan ide-ide, pada tangan yang membantuku mengalirkan ide-ide dan mengubahnya menjadi kata-kata.

Padahal aku sudah tahu kalau self love itu nggak harus kok dilakukan dengan cara yang besar dan mahal. Hanya dengan istirahat yang cukup, makan dan mandi teratur, tubuh sudah cukup bahagia untuk diajak bekerja lagi.

Tanda-tanda Saat Aku Mulai Burnout

Nah, kalau aku acuh pada hal-hal yang bisa menyebabkan burnout, biasanya tubuh mulai deh mengirim alarm tertentu. Ada 4 hal yang biasanya muncul:
tanda-tanda alami burnout

1. Kurang Konsentrasi

To do list banyak, tapi otak kek nggak bisa diajak kerjasama gitu. Kek listrik yang sedang mengalami pemadaman bergilir gitu lo. Tiba-tiba njeglek, hehe. Konsentrasi jadi on - off. Ngerjain tulisan 1000 kata yang biasanya bisa kelar 30 menit, molor sampai 3 jam.

2. Produktivitas Menurun

Konsentrasi yang menurun mau nggak mau berimbas pada produktivitas. Yang biasanya sehari bisa kelar 5 artikel, akhirnya cuma bisa ngerjain 1 artikel. Itu malapetaka banget sih buat seorang content writer, wkwk.

Untung aja udah nggak full time content writer kek dulu, bisa-bisa nggak gajian deh kalau pas burnout.

3. Mudah Marah

Target-target yang meleset jelas akhirnya memicu kondisi uring-uringan. Anak-anak yang cuma mau caper biar emaknya main sama mereka, eh jadi kena dampaknya. Bukan cuma anak-anak, suami pulang kerja pun bisa kena semprot gara-gara kerjaanku nggak ada yang beres.

Kalau udah begini, biasanya anak-anak dan suami nggak berani dekat-dekat. Daripada diterkam sama singa, hihi.

4. Migrain dan GERD Kumat

Nah, kalau sudah sampai di titik ini, artinya burnout sudah mencapai titiknya. Saat kepala sudah mulai nyut-nyutan, otakku benar-benar nggak bisa diajak kompromi. Boro-boro mikir artikel, mau bangun saja rasanya susah banget.

Apalagi kalau ditambah GERD datang. Makan salah, nggak makan tambah salah. Tubuhnya udah kek kasih peringatan terakhir, “Kamu bisa stop nggak, aku udah kecapekan banget nih.”

5 Hal yang Kulakukan Saat Mengalami Burnout

Teman-teman kongkow pernah nggak ada di kondisi seperti yang kuceritakan di atas nggak? Kalau pernah, apa yang kemudian dilakukan?

Kalau aku sih, saat mengalami burnout akhirnya 5 langkah ini sih yang biasanya kuambil:
cara mengatasi burnout

1. Tidur

Terutama saat migrain udah menyerang, aku benar-benar bertekuk lutut deh. Udah nggak kuat tuh buka laptop dan scrolling-scrolling HP, langsung ambil posisi tidur. Masalahnya kalau kepala udah nyut-nyutan, berusaha tidur pun susahnya minta ampun. Jadi kadang aku ambil parasetamol dulu sih buat ngurangin migrainnya, baru bisa benar-benar tidur.

Kalau sekarang sih aku terbantu dengan adanya minyak balur Kauniyah. Begitu kepala dan leher mulai tegang, kubalurkan saja minyak ke area tersebut. Jadi lebih rileks dan tidur bisa lebih nyenyak. Ntar deh kapan-kapan aku ceritakan lebih panjang tentang minyak ini.

2. Hibernate dari Media Sosial

Terlalu banyak baca media sosial kadang bikin aku lelah hati, jiwa dan pikiran. Bahkan meski sudah memfilter siapa-siapa yang kuikuti, kadang aja ada kabar-kabar atau cuitan-cuitan yang bisa bikin kepikiran. Apalagi kondisi lagi burnout, ‘rem’ seringkali nggak berfungsi dengan baik.

Nah, kalau udah kek gini, cara paling solutif ya off dulu dari medsos. Nggak usah buka-buka medsos beberapa hari. Bahkan kadang WA pun kucuekin. Hanya buka yang benar-benar penting saja.

3. Mencari Telinga dan Bahu untuk Bersandar

Selain beristirahat dan mlipir dari hiruk pikuk persosmedan, cari orang yang tepat buat ngobrol juga jadi cara buat atasi burnout. Selain suami, biasanya aku suka japri mbak Dian Ekaningrum, yang udah kek terapis pribadiku gitu deh.

Apalagi sekarang beliau sudah jadi hipnoterapis bersertifikasi. Kalau udah mencapai puncak burnout, dan bener-bener nggak bisa ngapa-ngapain lagi, aku minta slot terapi ke doi dong. Buat teman-teman kongkow yang tinggal di Semarang, bisa banget kalau butuh hipnoterapis, cuzz hubungi doi aja.
dian ekaningrum ahli hipnoterapis

4. Cari Hiburan Inspiratif

Stop kerja dan cari hiburan. Nggak tentu sih hiburannya, tergantung mana yang nyaman kulakukan saat itu. Bisa baca novel, nonton film yang bisa bikin ketawa, atau nonton talkshow-talkshow yang bikin aku jadi semangat lagi.

Biasanya aku juga suka smulean kalau lagi burnout. Zaman masih kuliah dan main teater, latihan vokal di pantai bisa jadi terapi saat pengen teriak-teriak, wkwk. Berhubung sekarang nggak bisa kek gitu lagi, smulean cukup membantu sih bisa bikin burnout berkurang, hehe.

5. Keluar dari Rumah

Aku suka ngajak suami ke luar rumah, meski cuma ke minimarket dan jajan kopi atau jus kemasan. Tentu saja setelah itu nggak langsung pulang, nongkrong di depan minimarket, sambi menghabiskan jajan yang dibeli dan ngobrol ngalor-ngidul. Hal sesederhana ini cukup meringankan kepala pening dan terlupakan dengan target-target yang nggak tercapai.

Oh ya, kalau sudah super suntuk sih, biasanya aku merengek sama suami buat diajak jalan-jalan agak jauh atau staycation ke mana gitu, hehe. Tentunya dengan catatan, kalau ada dana lebih ya, hihi.

Mencegah Burnout dengan 3 Hal Ini

Lebih baik mencegah daripada mengobati
Pasti sering dengar dong kalimat tersebut. Daripada nunggu sakit, kan mending melakukan pencegahan biar sakitnya nggak datang duluan to? Begitu juga kondisi burnout.

Nggak enak banget rasanya mengalami burnout. Kerjaan jadi keteteran, anak-anak dan suami jadi korban. Duh, bener-bener nggak asyik pokoknya. Makanya penting banget untuk melakukan hal-hal berikut ini sebagai langkah antisipasi agar burnout nggak mudah berulang:
caraku mencegah burnout

1. Menjaga Kualitas Ibadah

Ada banyak hiburan asyik di dunia, namun sesungguhnya semuanya hanya melenakan. Hal-hal itu hanya memberikan efek kesenangan sesaat. Ketenangan hati yang paripurna hanya bisa didapat saat kualitas ibadah terjaga.

Aku merasakan sekali bedanya ibadah dilakukan hanya sebagai rutinitas dan penggugur kewajiban, dengan saat melakukan ibadah yang bener-bener dihayati jiwa raga. Dampaknya ke tubuh dan jiwa itu terasa sekali.

Makanya aku lagi belajar untuk meningkatkan kualitas ibadahku nih. Biar sholat nggak sekadar sholat, pakai hijab nggak sekadar pakai hijab, puasa nggak sekadar puasa, baca quran pun nggak sekadar puasa. Pengen bisa menghayati bahwa aku melakukannya karena semua itu kebutuhanku.
Ada tangki jiwa yang perlu diisi, dan ibadah berkualitas adalah salah satu pengisi terbaiknya.

2. Rutin Menulis Jurnal Syukur

Mengikuti kelas Semeleh membuatku kembali rutin menulis diary kek zaman sekolah dulu. Bedanya kali ini aku lebih fokus pada mencatat hal-hal yang kusyukuri tiap harinya. Buatku ini adalah bentuk apresiasi terhadap diri sendiri.

Dengan meluangkan waktu setidaknya 15 menit setiap hari, mengingat hal-hal kecil yang kualami hari itu. Kusadari bahwa dari banyaknya masalah, hal-hal baiknya ternyata jauh lebih banyak.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7).

 

3. Disiplin Waktu dan Pola Hidup

Sebagai orang yang nggak bisa hidup dengan rutinitas sama setiap harinya, aku kudu pintar-pintar dalam mengelola waktu. Hal terpenting di setiap pagi, aku harus membuat skala prioritas harian. Mana hal yang paling penting dan harus dikerjakan lebih dulu, dan mana hal-hal yang bisa ditunda. Membuat skala prioritas di pagi hari bisa menghindari rasa kemrungsung.

Tak kalah penting, aku juga belajar untuk tak menunda-nunda waktu makan. Bersyukur sekarang puasa, jam makanku jadi lebih teratur deh. Selain itu menjaga jam istirahat juga hal yang perlu kuperhatikan.

Daripada begadang, mending tidur lebih awal agar bisa bangun dini hari. Kerja saat kondisi rumah sedang sunyi itu asyik sekali.

Aku juga mulai memperhatikan asupan makanan dan juga berolahraga setidaknya seminggu tiga kali. Berkeringat setelah aerobik atau zumba ternyata bikin aku jadi lebih happy.  

Itulah sedikit celotehku tentang hal-hal yang kulakukan saat mengalami burnout. Semoga ada sedikit manfaat yang bisa diambil. Stay healthy dan jangan lupa bahagia, pals!

1 comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com
  1. Mbaaa, kerennya artikel ini
    Pas buangett aku butuhkan
    makasiii ya

    ReplyDelete